Kristiani
Ayat mengenai Allah punya tangan itu banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa Tuhan umat Islam adalah manusia. Sama seperti ajaran paganisme (penyembah berhala), yaitu sama-sama menyembah esensi yang bertubuh. Juga, ada hadis yang mengatakan bahwa Allah punya dua tangan, dan keduanya ada di sebelah kanan. Bagaimana Anda menjawab hal tersebut?
Muslim
Sepertinya Anda memahami ayat dan hadis hanya dari terjemahannya. Dugaan bahwa Allah punya tangan bisa muncul karena membaca secara literal ayat-ayat berikut: surah al-Maidah ayat 64, surah Shad ayat 75, surah adz-Dzariyat ayat 47, dan surah al-Fath ayat 10:
وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ غُلَّتۡ أَيۡدِيهِمۡ وَلُعِنُواْ بِمَا قَالُواْۘ بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ. (المائدة: 64)
Orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbeleng-gu,” sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka. (QS. Al-Ma’idah: 64)
قَالَ يَـٰٓإِبۡلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَن تَسۡجُدَ لِمَا خَلَقۡتُ بِيَدَيَّۖ. (ص: 75)
“Hai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan- Ku.” (QS. Shad : 75)
وَٱلسَّمَآءَ بَنَيۡنَٰهَا بِأَيۡيْدٖ. (الذاريات: 47)
“Dan langit itu kami bangun dengan tangan (kekuasaan) Kami.” (QS. Adz-Dzariyat : 47)
يَدُ ٱللَّهِ فَوۡقَ أَيۡدِيهِمۡۚ. (الفتح: 10)
“Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka.” (QS. Al- Fath : 10)
Secara literal, beberapa ayat di atas menegaskan bahwa Allah memiliki tangan dengan adanya kata “يد” yang berbentuk mufrad (bermakna satu), mutsanna (bermakna dua) dan jamak (bermakna tiga atau lebih). Berikut jawaban para ulama mengenai ayat-ayat di atas:
Pertama, versi penafsiran dari sebagian para ulama salaf yang diikuti oleh ulama khalaf, yang melakukan takwil terhadap kata “يد” dalam ayat di atas.
- Menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Suddi dan ad-Dhahhak, kata “يد” dalam Surah al-Maidah: 64 di atas tidak diartikan dengan tangan sebagai anggota badan Allah, akan tetapi diartikan sebagai bentuk majaz dari arti bakhil, pelit, dan menahan pemberian-Nya kepada mereka.[1]
- Imam Mujahid juga berkata, “Kata ‘يد’ dalam surah Shad ayat 75 tidak bisa diartikan tangan sebagai anggota badan Allah, tetapi ditakwil sebagai penguatan terhadap kalimat sebelumnya, dan tidak memiliki arti tangan secara zahir.”[2]
- Ali bin Ashim, ulama salaf menafsirkan kata “يد” dalam surah Shad: 75 di atas dengan “kekuatan-Ku”.[3]
- Ibnu Abbas, Qatadah, Manshur bin Mu’tamar ‘Atha’ bin Abi Muslim al-Khurasani, Sufyan ats-Tsauri, al-Farra’, Ma’mar bin al-Mutsanna, ath-Thabari dan az-Zajjaj berpendapat: kata “أيد” yang secara zahir bermakna beberapa tangan, dalam surah adz-Dzariyat: 47 di atas ditafsirkan dengan “kekuatan”.[4]
- Al-Hasan al-Bashri menafsirkan aidin di atas dengan “kekuatan dan kekuasaan”.[5]
- Ibnu Abbas dan al-Farra’ menafsirkan kata “يد” dalam Surah al-Fath: 10 dengan “memenuhi kebaikan yang Allah janjikan”.[6]
- Az-Zajjad dan Hasan al-Bashri menafsirkan kata “يد”` dalam ayat yang sama dengan “anugerah dan kebaikan Allah”.[7]
- Begitu juga dengan Ibnu Kisan yang menafsirkan kata “يد” dalam surah yang sama di atas dengan “kekuatan dan pertolongan Allah di atas kekuatan dan pertolo-ngan mereka”.[8]
Kemudian, ada hadis yang mengindikasikan bahwa Allah memiliki dua tangan, lalu keduanya ada di sebelah kanan semua, seperti sabda Rasulullah g berikut:
إِنَّ الْمُقْسِطِينَ عِنْدَ اللهِ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ عَنْ يَمِينِ الرَّحْمَنِ، وَكِلْتَا يَدَيْهِ يَمِينٌ. (رواه مسلم)
Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah berada di atas mimbar-mimbar cahaya, dari tangan kanan ar-Rahman dan kedua tangan-Nya adalah kanan. (HR. Muslim).[9]
Mengomentari hadis di atas, al-Imam Ibnu Qutaibah memaparkan:
وَإِنَّمَا أَرَادَ بِذَلِكَ مَعْنَى التَّمَامِ وَالْكَمَالِ، لِأَنَّ كُلَّ شَيْءٍ؛ فَمَيَاسِرُهُ تَنْقُصُ عَنْ مَيَامِنِهِ فِي الْقُوَّةِ وَالْبَطْشِ وَالتَّمَامِ. وَكَانَتِ الْعَرَبُ تُحِبُّ التَّيَامُنَ، وَتَكْرَهُ التَّيَاسُرِ، لِمَا فِي الْيَمِينِ مِنَ التَّمَامِ، وَفِي الْيَسَارِ مِنَ النَّقْصِ، وَلِذَلِكَ قَالُوا: “الْيُمْنُ وَالسُّؤْمُ”.
Sesungguhnya yang dikehendaki dari itu adalah makna keparipurnaan dan kesempurnaan, sebab segala sesuatu itu, kirinya lebih kurang dari kanannya dalam segi kekuatan, genggaman dan kesempurnaan. Orang Arab suka menggunakan kanan dan tidak suka menggunakan ,kiri sebab di kanan ada kesempurnaan sedangkan di kiri ada kekurangan. Karena itulah mereka berkata: “kanan (keberuntungan) dan (kiri) kesialan.”[10]
قَالَ الْبَيْهَقِيُّ: ذَهَبَ بَعْضُ أَهْلِ النَّظَرِ إِلَى أَنَّ الْيَدَ صِفَةٌ لَيْسَتْ جَارِحَةً، وَكُلُّ مَوْضِعٍ جَاءَ ذِكْرُهَا فِي الْكِتَابِ أَوِ السُّنَّةِ الصَّحِيحَةِ فَالْمُرَادُ تَعَلُّقُهَا بِالْكَائِنِ الْمَذْكُورِ مَعَهَا كَالطَّيِّ وَالْأَخْذِ وَالْقَبْضِ وَالْبَسْطِ وَالْقَبُولِ وَالشُّحِّ وَالْإِنْفَاقِ وَغَيْرِ ذَلِكَ تَعَلُّقَ الصِّفَةِ بِمُقْتَضَاهَا مِنْ غَيْرِ مُمَاسَّةٍ، وَلَيْسَ فِي ذَلِكَ تَشْبِيهٌ بِحَالٍ.
Al-Imam Al-Baihaqi berkata: “Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa ‘tangan’ adalah sifat yang tidak dapat diartikan secara harfiah sebagai anggota tubuh. Setiap kali kata ‘tangan’ disebutkan dalam al-Quran atau hadis sahih, yang dimaksud adalah kaitan atau hubungan dengan sesuatu yang disebutkan bersamanya, seperti melipat, mengambil, memegang, melebarkan, menerima, kikir, dan memberi nafkah. Sifat ini berkaitan dengan makna yang terkandung di dalamnya tanpa harus ada kontak fisik secara langsung. Tidak ada unsur tasybih (penyerupaan dengan makhluk) dalam hal ini.[11]
Pendekatan makna yang dilakukan oleh umat Kristiani dalam menyamakan Allah dengan makhluk karena sama-sama memiliki tubuh dengan menggunakan dalih ayat-ayat di atas, adalah pemahaman yang sangat ngawur. Meskipun pada ahirnya mereka mengatakan tubuh Allah tidak sama dengan tubuh makhluk-Nya. Sama seperti ungakapan, “Kamu seperti kambing, tapi tidak sama dengan kambing yang lain.” Nah, menisbatkan kambing, meski menafikan (mentiadakan) kambing yang lain, sama saja dalam segi penyerupaannya. Alasannya, karena meski ada satu kambing yang berbeda dengan kambing yang lain, namun itu tetap saja kambing. Perbedaan bentuk tidak akan mengubah status. Artinya, kambing itu tetap hewan, hidup di bumi dan pemakan tumbuhan.
Baca Juga; Allah Tidak Menampakkan Diri-Nya
Dengan ini, kita dapat memahami perbedaan antara Islam dan Kristen dalam memahami kitab suci. Islam memiliki ilmu yang jelas dan sistematis dalam memahami al-Quran. Sejak generasi salaf hingga kini, para ulama tidak pernah menisbatkan anggota tubuh apapun terhadap Allah, karena hal itu dapat menjerumuskan kita terhadap kekufuran, sebagaimana perkataan al-Imam ath-Thahawi:
وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي الْبَشَرِ فَقَدْ كَفَرَ.
“Barang siapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia, maka ia telah kafir”.[12]
Lebih lanjut, al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
كَانَ يَقُولُ: إِنَّ للهِ تَعَالَى يَدَانِ وَهُمَا صِفَةٌ لَهُ فِي ذَاتِهِ ، لَيْسَتَا بِجَارِحَتَيْنِ وَلَيْسَتَا بِمُرَكَّبَتَيْنِ وَلَا جِسْمٌ وَلَا جِنْسٌ مِنَ الْأَجْسَامِ وَلَا مِنْ جِنْسِ الْمَحْدُودِ وَالتَّرْكِيْبِ وَالأَبْعَاضِ وَالْجَوَارِحِ وَلَا يُقَاسُ عَلَى ذَلِك لَا مِرْفَقٌ وَلَا عَضُدٌ وَلَا فِيمَا يَقْتَضِي ذَلِك من إِطْلَاق قَوْلِهِمْ يَدٌ إِلَّا مَا نَطَقَ الْقُرْآنُ بِهِ أَوْ صَحَّتْ عَن رَسُولِ اللهِ g السُّنَّةُ فِيهِ.
Imam Ahmad berkata: Sesungguhnya Allah c mempunyai yadâni (”dua tangan”) dan keduanya adalah sifat bagi-Nya dalam Dzat-Nya. Keduanya bukan organ tubuh, bukan susunan, bukan jism atau pun jenis dari jism, bukan kategori sesuatu yang bisa diukur, tersusun, fragmen atau anggota tubuh (jawârih). “Tangan” itu tak bisa dikiaskan dengan apa pun, bukan siku, bukan lengan, dan bukan pula apa yang dipahami dari kata “tangan” secara umum, kecuali [yang boleh adalah mengatakan] apa yang diucapkan oleh al-Quran atau apa yang sahih dari hadis Rasulullah g.[13]
Demikianlah Imam Ahmad menolak mengartikan kata “yadullah” sebagai “organ tangan Allah”, sebab organ adalah sesuatu yang dapat terukur dan tersusun, sedangkan Dzat Allah bukanlah hal yang demikian. Di tempat berbeda, Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dinukil oleh Imam Hanabilah terkemuka di masanya, yakni Abu Fadl at-Tamimy, menegaskan tentang arti jism yang ia tolak penisbatannya kepada Allah sebagaimana berikut:
إِنَّ الأَسْمَاءَ مَأْخُوذَةٌ مِنَ الشَّرِيعَةِ وَاللُّغَةِ، وَأَهْلُ اللُّغَةِ وَضَعُوا هَذَا الاسْمَ -أَيِ الْجِسْمَ- عَلَى ذِي طُولٍ وَعَرْضٍ وَسَمْكٍ وَتَرْكِيبٍ وَصُورَةٍ وَتَأْلِيفٍ، وَاللَّهُ خَارِجٌ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ –أَي مُنزَهٌ عَنْهُ– فَلَمْ يَجُزْ أَنْ يُسمَّى جِسْمًا لِخروجِهِ عَنْ مَعْنَى الْجِسْمِيَّةِ، وَلَمْ يَجِيء فِي الشَّرِيعَةِ ذَلِكَ فَبَطَلَ.
Sesungguhnya istilah-istilah itu diambil dari peristilahan syariah dan peristilahan bahasa, sedangkan ahli bahasa menetapkan istilah ini (jism) untuk sesuatu yang punya panjang, lebar, tebal, susunan, bentuk dan rangkaian, sedangkan Allah berbeda dari itu semua. Maka dari itu, tidak boleh mengatakan bahwa Allah adalah jism sebab Allah tak punya makna jismiyah. Dan, istilah itu juga tidak ada dalam istilah syariat, maka batal menyifati Allah demikian.[14]
Di antara sifat-sifat makhluk adalah bergerak, diam, turun, naik, duduk, bersemayam, memiliki anggota badan, baik yang kecil maupun yang besar, dan lain sebagainya. Jadi, paham umat Kristen tersebut jelas mengusung paham tasybih (penyerupaan Tuhan dengan makhluk) dan bisa membawa kepada kekufuran sebagaimana pemahaman para menyem-bah dewa atau paganisme.
Baca Juga; Menepis Tafsir Feminis
Komparasi
Jika dalam al-Quran dan Hadis ada ayat atau keterangan yang seolah menunjukkan bahwa Allah seperti makhluk, baik dalam jasmani atau sifatnya, lalu bagaimana umat Kristen menanggapi hal-hal yang akan kita sebutkan dibawah ini? Apakah mereka akan mengartikan secara harafiah?
Perjanjian Lama
- Kejadian 6: 6-7 (TB)
Maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.
Berfirmanlah TUHAN: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.”
Berdasarkan ayat di atas, apakah Tuhan menyesal? Jika diartikan secara literal, maka jelas Tuhan tidak mempunyai pengetahuan terhadap apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, sehingga Ia menyesal.
- Yesaya 7: 18 (TB)
Pada hari itu akan terjadi: TUHAN bersuit memanggil lalat yang ada di ujung anak-anak sungai Nil, dan memanggil lebah yang ada di tanah Asyur.
- Zakharia 10: 8 (TB)
Aku akan bersiul memanggil mereka dan Aku akan mengumpulkan mereka, sebab Aku sudah membebas-kan mereka, dan jumlah mereka menjadi banyak seperti dahulu.
Jika dalam Kitab Yesaya dan Kitab Zakharia bersuit dan bersiul diartikan secara literal, maka akan timbul pertanyaan bagaimana cara Tuhan bersiul? Dan seperti apa bunyi siulan Tuhan?
- Daniel 7: 9 (TB)
Sementara aku terus melihat, tahta-tahta diletakkan, lalu duduklah yang lanjut usianya; pakaian-Nya putih seperti salju dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba; kursi-Nya dari nyala api dengan roda-rodanya dari api yang berkobar-kobar.
Dalam kitab Daniel, kita akan melihat bagaimana penglihatan nabi Daniel dalam mimpinya, jika sesuai ayatnya secara zahir terlintas dalam imajinasi pikiran kita, yang dilihat oleh nabi Daniel adalah Sinterklas (Santa Claus) duduk di atas kursi roda yang sedang terbakar, lalu bagaimana saudara-saudara kita dari Kristen bisa menjelaskan hal ini?
- Yesaya 7:20 (TB)
Pada hari itu dengan pisau cukur yang dipinjam dari seberang sungai Efrat, yakni raja Asyur, Tuhan akan mencukur kepala dan bulu paha, bahkan pisau itu akan melenyapkan janggut juga.
Ketika Tuhan ‘meminjam’ pisau cukur, apakah Tuhan tidak bisa menciptakan hal-hal yang bisa memenuhi kebutuhan-Nya sendiri? Dan apakah Tuhan mempunyai kebutuhan untuk mencukur kepala dan paha dan janggut-Nya? Bagai-mana cara Tuhan mengembalikan sesuatu yang Dia pinjam? Dan apabila Dia membutuhkan kembali pisau cukur tersebut apakah harus meminjam kembali?
- Yesaya 42: 13-14 (TB)
TUHAN keluar berperang seperti pahlawan, seperti orang perang Ia membangkitkan semangat-Nya untuk bertempur; Ia bertempik sorak, ya, Ia memekik, terhadap musuh-musuh-Nya Ia bembuktikan kepah-lawanan-Nya. Aku membisu dari sejak dahulu kala, Aku berdiam diri, Aku menahan hati-Ku; sekarang Aku mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap.
Pada saat Tuhan berperang, Ia memekik semangat, apakah Tuhan benar-benar berperang melawan mahluknya? Dan ketika Tuhan selama ini membisu, apakah firman-firman selama ini bukan Dia yang berkata? Apakah Tuhan ini perempuan sehingga dia menarik nafas, bermegap-megap seperti kondisi akan melahirkan bayi?
Perjanjian Baru
Wahyu 19: 16 (TB)
Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan”.
Dalam kitab wahyu, kitab terakhir dalam perjanjian baru, di sini dijelaskan tentang bagaimana keadaan Yesus di surga. Jika kita telaah secara literal, di jubah yesus ada tulisan, di pahanya pun ada tulisan, apa tulisan nya? Raja Segala Raja. Apakah Tulisan ini benar-benar ada di paha? Jika di paha ada tulisan, apakah ini yang dimaksud dengan adanya tato di paha Tuhan?
Sebenarnya, banyak hal-hal yang ingin kita sampaikan tentang kejasmanian Tuhan, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, tetapi kita memilih keterangan-keterangan yang dianggap penting untuk diulas.
Kesimpulannya, dalam menelaah kitab mereka, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, sebenarnya ada metodologi yang disebut dengan antropomorfisme. Definisi sederhana dari anthropomorfisme adalah The attribution of human characteristics, emotions, and situations to God.[15] Yang artinya, atribusi karakteristik, emosi, dan situasi manusia kepada Tuhan.
Sayangnya, ketika menilai kitab orang lain mereka tidak menggunakan paramater anthropomorfisme dan mereka biasanya tidak mau menerima penjelasan dari Muslim bahwa makna tersebut bersifat kiasan bukan bersifat literal.
M. Fuad Abdul Wafi | Annajahsidogiri.id
[1] Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 hal. 133.
[2] Ats-Tasa’labi, al-Kasyf wal Bayan, juz 8 hal. 216. Al-Qurtubi, al- Jami’ li-Ahkam al-Quran, juz 15 hal. 558. Asy-Syaukani, Fath al- Qadir, juz 4 hal. 632 dan al-Qinnauji, Fath al-Bayan, juz 12 hal. 68.
[3] Al-Mawardi, an-Nukat wal Uyun, juz 5 hal. 111.
[4] Ath-Tabari, Jami’ al-Bayan, juz 21 hal. 545-546. Abu asy-Syaikh, al-‘Azmah (552). Al-Farra’, Ma’ani al-Quran, juz 3 hal. 89. Ma’mar, Majaz al-Quran, juz 1 hal. 46. Al-Zajjaj, Ma’ani al-Quran, juz 5 hal. 57.
[5] Al-Qurtubi, al-Jami’ li-Ahkam al-Quran, juz 17 hal. 52.
[6] Al-Baghawi, Ma’alim at-Tanzil, juz 7 hal. 300. Al-Farra’, Ma’ani al- Quran, juz 7 hal. 300.
[7] Ibnu al-Jauzi, Daf’u Syubah at-Tasybih, hal. 115 dan az-Zajjaj,
Ma’ani al-Quran wa I’robuh, juz 5 hal. 22.
[8] Al-Wahidi, al-Washit fi Tafsir al-Quran al-Majid, juz 4 hal. 136. Ibnu al-Jauzi, Zad al-Masir, juz 7 hal. 428. Al-Qurtubi, al-Jami’ li- Ahkam al-Quran, juz 19 hal. 306.
[9] Shahih Muslim No. 1827.
[10] Ibnu Qutaibah, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits, hal. 304
[11] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari, juz 13 hal. 396. Maktabah Syamilah.
[12] Ibnu Abi al-‘Iz, Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, juz 1 hal. 206.
[13] Imam al-Khallal, al-‘Aqîdah, hal. 104.
[14] Abu al-Fadl at-Tamimy, I’tiqâd al-Imam al-Munabbal Ahmad bin Hanbal, hal. 45.
[15].Sumber:https://www.encyclopedia.com/religion/encyclopedias-almanacs-transcripts-and- maps/anthropomorphism-bible.