Banyak perdebatan terjadi antara golongan Aswaja dengan Wahabi. Di antara perdebatan itu adalah mengenai tasawuf dan tarekat. Dalam pandangan Aswaja sendiri menerima dengan tegas praktik tasawuf dan menganggap bahwa tasawuf termasuk dari bagian integral dari bangunan Islam itu sendiri. sedangkan Wahabi menganggap bahwa tasawuf apalagi tarekat itu termasuk dari kebidahan yang tidak pernah dilakukan pada zaman nabi ﷺ yang berkonsekuensi pada harus dimusnahkan.
Hingga salah satu dari aktivis Wahabi memasukan tasawuf sebagai kelompok sesat. Dia menyatakan “Tasawuf maupun sufinya termasuk ahlul bid’ah dari firqah yang sesat dan menyesatkan. Tasawuf dibina atas dasar kebodohan di atas kebodohan yang telah ada dan melekat pada pemeluknya. Karena tabiat ajaran tasawuf adalah kebodohan. Imam Syafi`I berkata: “Kalau seorang belajar tasawuf di waktu pagi maka di waktu siang dia telah menjadi orang yang paling dungu” (al-Fikrush-Shufi, hlm. 49 dan 689 oleh Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq). Merupakan penyimpangan secara besar-besaran dari agama Allah ﷻ, Islam yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ. [1]
Kutipan ini banyak disalahgunakan Wahabi untuk menghilangkan tasawuf dan tarekat dari agama Islam. Padahal tasawuf termasuk dari salah satu pilar yang urgen dalam Islam yang mana di dalamnya banyak dikaji masalah cara bermuamalah dengan Tuhan dengan benar, pembersihan hati melalui berbagai ahwal yang meliputi memperbanyak dzikir, kezuhudan pada dunia, dan akhlak-akhlak dalam bermuamalah dengan sesama.
Baca Juga: Eksistensi Malaikat Penjaga & Pencatat Amal (1)
Mengenai kutipan Imam Syafi’i tadi memang terdapat dalam kitab Manaqibus Syafi’i lil Baihaqi. Adapun teksnya seperti ini:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا مُحَمَّدٍ: جَعْفَرَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَارِثِ يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ: الْحُسَيْنَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ بَحْرٍ يَقُولُ: سَمِعْتُ يُونُسَ بْنَ عَبْدِ الْأَعْلَى يَقُولُ: سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُولُ: لَوْ أَنَّ رَجُلًا تَصَوَّفَ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ لَمْ يَأْتِ عَلَيْهِ الظُّهْرُ إِلَّا وَجَدْتُهُ أَحْمَقَ.[2]
”Dikabarkan dari Abu Abdullah al-Hafidz, dia berkata:” saya mendengar Aba Muhammad: Ja’far bin Muhammad bin al-Harits berkata”: “saya mendengar Aba Abdullah: al-Husain bin Muhammad bin Bahar berkata: saya mendegar Yunus bin Ya’la berkata”:“Saya mendengar asy-Syafi`i berkata: “Kalau seorang belajar tasawuf di waktu pagi maka di waktu siang dia telah menjadi orang yang dungu”
Nah, di sini telah tampak dengan jelas bahwa memang salah satu karakteristik kaum Salafi-Wahabi adalah gemar memanipulasi ibârat pernyataan ulama sunni dengan cara hanya mengambil sepotong dan lantas membuang potongan yang lain. Sebenarnya yang dimaksud dalam pernyataan Iman Syafi’i di atas, bukanlah bentuk kebencian Iman Syafi’i pada tasawuf hingga mengeluarkannya dari salah satu pilar penting dalam Islam apalagi menuduhnya sebagai penyimpangan besar-besaran dari agama Islam
Imam al-Baihaqi dalam Manâqib-nya menjelaskan secara gamblang makna pernyataan Imam Syafi’i dalam masalah ini:
قُلْتُ: وَإِنَّمَا أَرَادَ بِهِ مَنْ دَخَلَ فِي الصُّوفِيَّةِ وَاكْتَفَى بِالِاسْمِ عَنْ الْمَعْنَى، وَبِالرَّسْمِ عَنْ الْحَقِيقَةِ، وَقَعَدَ عَنْ الْكَسْبِ ، وَأَلْقَى مُؤْنَتَهُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ، وَلَمْ يُبَالِ بِهِمْ، وَلَمْ يَرْعَ حُقُوقَهُمْ، وَلَمْ يَشْتَغِلْ بِعِلْمٍ وَلَا عِبَادَةٍ، كَمَا وَصَفَهُ فِي مَوْضِعٍ آخَرَ.
“Sesungguhnya yang dimaksud Imam asy-Syafi`i (dengan kata-kata itu) adalah orang yang masuk dalam kalangan sufi yang hanya mencukupkan dengan (simbol) nama saja sementara dia tidak paham makna intinya, dia hanya mementingkan bentuk tanpa mendalami hakikatnya, hanya duduk, dan tidak mau berusaha, ia menyerahkan urusan hidup dirinya ke tangan orang-orang Islam, dan dia sendiri tidak peduli dengan orang-orang Islam tersebut, dan tidak pernah menyibukkan diri dengan mencari ilmu dan ibadah.”
Baca Juga: Qul Hâdzihi Sabîlî; Seputar Akidah dan Tasawuf
Menurut al-Baihaqi, riwayat tadi memang sesuai dengan pernyataan Iman Syafi’i, yang dikabarkan oleh Imam Abdurrahman as-Sulaim, beliau berkata:
سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ الرَّازِيَّ يَقُولُ: سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ بْنَ الْمَوْلِدِ يَحْكِي عَنْ الشَّافِعِيِّ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَكُونُ الصُّوفِيُّ صُوفِيًّا حَتَّى يَكُونَ فِيهِ أَرْبَعُ خِصَالٍ: كَسُولٌ أَكُولٌ، نَئُومٌ، كَثِيرُ الْفُضُولِ. وَإِنَّمَا أَرَادَ بِهِ ذَمَّ مَنْ يَكُونُ مِنْهُمْ بِهَذِهِ الصِّفَةِ، فَأَمَّا مَنْ صَفَا مِنْهُمْ فِي الصُّوفِيَّةِ بِصِدْقِ التَّوَكُّلِ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَاسْتِعْمَالُ آدَابِ الشَّرِيعَةِ فِي مُعَامَلَتِهِ مَعَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي الْعِبَادَةِ، وَمُعَامَلَتِهِ مَعَ النَّاسِ فِي الْعَشَرَةِ- فَقَدْ حُكِيَ عَنْهُ أَنَّهُ عَاشَرَهُمْ وَأَخَذَ عَنْهُمْ [3]
“Aku telah mendengar Abu Abdullah ar-Rozi berkata: ‘Aku mendengar Ibrohim bin Maulid berkata dalam meriwayatkan perkataan Imam asy-Syafi`i: ‘Seseorang tidak akan menjadi sufi hingga terkumpul dalam dirinya 4 perkara: pemalas, tukang makan, tukang tidur, dan banyak berlebihan.’ Sesungguhanya yang ingin dikritik Imam Syafi`i adalah siapa dari mereka yang memiliki sifat ini. Adapun yang bersih kesufiannya dengan benar-benar tawakal kepada Allah, dan menggunakan adab syari`ah dalam mu’amalahnya kepada Allah dan beribadah, serta mu’amalah mereka dengan manusia dalam pergaulan, maka telah diceritakan beliau bergaul dengan mereka dan mengambil ilmu dari mereka.”
Wal-hasil, dapat disimpulkan dari semua penjelasan di muka, bahwa kaum Wahabi memfitnah Iman Syafi’I yang notabenenya merupakan ulama tersohor di kalangan kaum sunni dengan mengatakan beliau adalah pembenci tasawuf dan memiliki kesamaan pemikiran dengan mereka.
Muhammad Aminulloh | annajahsidogiri.id
[1] Abdul hakim Amir Badat; 2005; hlm 79
[2]Al-Baihaqi; Manaqibusy asy-Syafi’i lil Baihaqi; Kairo, Darut Turots, 1970, hlm 207
[3] Al-Baihaqi, Manaqibusy asy-Syafi’I lil Baihaqi, Darut Turats, hlm 207-208