Bila kita menelaah terhadap kitab-kitab wahabi, maka akan kita temukan fitnah-fitnah dan dusta-dusta yang sering mereka lemparkan kepada para ulama, termasuk empat imam mazhab; Imam Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris asy-Syafii, dan Ahmad bin Hanbal. Membelokkan pemahaman bahkan memalsukan ucapan para ulama demi membenarkan akidah mereka, sudah sering dilakukan.
Oleh karenanya, di sini penulis ingin membuka lebar-lebar fakta yang sering mereka palsukan terhadap imam-imam tersebut. Mari kita langsung mulai dari imam mazhab pertama; Imam Abu Hanifah.
Syubhat terhadap Akidah Imam Abu Hanifah
Syubhat akidah yang sering mereka lemparkan kepada Imam Abu Hanifah adalah bahwa beliau mengakui Allah di atas sebagaimana akidah mujassimah. Ibnu Taimiyah dalam Majmû’-Fatâwâ-nya (5/33) berkata:
قَالَ أَبُوْ حَنِيْفَة عَمّنْ قَالَ لَا أَعْرِفُ رَبِّيْ فِي السَّمَاءِ أَمْ فِي الْأَرْضِ فَقَدَ كَفَرَ لِأَنَّ اللهَ يَقُوْلُ الرَحْمَنُ عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى [ طه : ٥]
“Imam Abu Hanifah berkata terkait orang yang mengatakan, ‘Aku tidak tahu apakah Tuhan di langit atau di bumi’, maka dia telah kafir. Sebab Allah berfirman, ‘Ar-Rahmânu ‘alal-‘Arsystawâ’,”
Lalu Ibnu Taimiyah memberi kesimpulan serampangan:
وَهَذَا تَصْرِيْحٌ مِنْ أَبِيْ حَنِيْفَة بِتَكْفِيْرِ مَنْ أَنْكَرَ أَن يَكُوْنَ اللهُ فِي السّمَاءِ
“Ini penjelas dari Imam Abu Hanifah akan kekafiran orang yang mengingkari Allah di langit.”
Baca Juga: Buletin Tauiyah 300
Jawaban
Perlu diketahui pertama bahwa akidah Imam Abu Hanifah merupakah Akidah Ahlusunah wal-Jamaah. Akidah tanzih dan tidak menyerupakan Allah dengan makhluknya. Hal ini bisa kita ketahui dari wasiat beliau terhadap muridnya yang tertuang dalam Kitab Washiyatul-Imam Abî-Hanîfah (hlm. 87). Beliau berkata:
وَالثَّالِثُ نُقِرُّ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى عَلَى اْلعَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أَنْ تَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ وَاِسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ
“Ketiga: Kita mengimani bahwa Allah istawa ‘alal-‘arsy tanpa butuh dan menetap pada arsy-Nya.”
Pada halaman selanjutanya (hlm. 88) pernyataan beliau lebih menampar lagi terhadap syubhat Wahabi. Beliau berkata:
وَذَهَبَتْ المُشَبِّهَةُ وَاْلمُجَسِّمَةُ وَاْلكَرَّامِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ تَعَالَى مُتَمَكِّنٌ عَلَى اْلعَرْشِ
“Musyabbihah, mujassimah, dan Karramiyah berpendapat bahwa Allah menetap di atas arsy-Nya.”
Jadi sangat jelas bahwa Imam Abu Hanifah menolak untuk mengatakan Allah di atas. Melainkan beliau mengimani apa yang telah Allah sampaikan terkait istiwa’ tanpa harus memahaminya sebagai menetap dan bersemayam.
Namun jika demikian, lalu bagaimana dengan nulikan Ibnu Taimiyah bahwa Imam Abu Hanifah mengkafirkan orang yang tidak mengimani bahwa Allah di atas?
Nah, sekarang coba kita cek kebenaran ucapan tersebut terhadap Imam Abu Hanifah. Ibnu Taimiyah dalam Majmû’-Fatâwâ (5/32) menjelaskan sanad ucapan tersebut:
وفي كتاب الفقه الأكبر المشهور عند أصحاب أبي حنيفة الذي رووه بالإسناد عن أبي مطيع الحكم بن عبد الله البلخي …
“Di dalam Kitab Fiqhul-Akbar yang masyhur di kalangan ashab Abu Hanifah yang diriwayatkan dari Abu Muthi’ al-Hakam bin Abdullah al-Balkhi…”
Baca Juga: Distorsi Wahabi Terhadap Kitab Ulama Sunni
Di sini, Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa sanad ucapan tersebut yang tertera dalam Kitab Fiqhul-Akbar, didapat dari Abu Muthi’ al-Hakam bin Abdullah al-Balkhi. Siapa Abu Muthi’ al-Balkhi?
Imam adz-Dzahabi dalam Kitab Mîzânul-I’tidal (2/239-240) menjelaskan terkait biografi Abu Muthi’ al-Balkhi:
وَقَالَ اْلبُخَارِي ضَعِيْفٌ صَاحِبُ الرَّأْىِ … قَالَ أَحْمَد لَا يَنْبَغِيْ أَنْ يَرْوِىَ عَنْهُ شَيْءً وَقَالَ أَبُوْ دَاوُد تَرَكُوْا حَدِيْثَهُ وَكَانَ جَهْمِيًا … وَقَالَ ابْنُ حِبَّان كَانَ مِنْ رُؤُسَاءِ اْلمُرْجِئَةِ مِمَّنْ يَبْغَضُ السُّنَنَ وَمُنْتَحِلِيْهَا
“Imam Bukhari berkata, ‘Lemah dan mengandalkan pendapat sendiri’ …</em> Imam ahmad berkata, ‘Tak seharusnya meriwayatkan suatu apapun darinya.’ Imam Abu Dawud berkata, ‘Para ulama meninggalkan hadisnya dan ia berakidah Jahmiyah’ … Imam Ibnu Hibban berkata, ‘Dia merupakan pimpinan Murjiah yang membenci hadis’.”
Dari kritikan para ulama di atas, sangat jelas bahwa sanad dari Abu Muthi’ al-Balkhi sama sekali tidak bisa dipakai. Lebih-lebih dia seorang Murjiah yang memang berakidah mujassimah.
Jadi sangat jelas bahwa ucapan yang dinisbatkan pada Imam Abu Hanifah di atas, bukanlah dari ucapan beliau. Maha suci Allah dari menyerupakan-Nya dengan makhluk.
Ghazali | Aktivis Annajah Center Sidogiri