Bagi pengikut Syiah, hanya ada tiga shahabat yang masih suci dan setia pada keluarga Nabi. Mereka adalah al-Miqdad bin al-Aswad, Salman al-Farisi, dan Abu Dzar al-Ghifari. Selain tiga orang tadi, terutama tiga khalifah awal umat Islam, dianggap menyimpang, sesat dan penghianat.
Tidak hanya itu saja, istri-istri Beliau –selain ibunda Sayidah Fatimah az-Zahra— bahkan disebut sebagai wanita jala yang patut diumpat dan dilaknat. Naudzubillâh min Dzâlik. Dan yang paling ekstrim adalah, kebencian mereka yang membuncah itu tertuang dalam ‘Syahadat’ versi Syiah, seperti terungkap dalam banyak video yang bertebaran di Youtube.
Untuk membenarkan ideologinya, Syiah kemudian merilis banyak pernyataan yang mereka afiliasikan kepada para imam. Salah satunya, al-Kisyi meriwayatkan dari Abu Jakfar, beliau berkata, “Sepeninggal Rasulullah, manusia (shahabat) murtad semua, kecuali tiga orang (ketiga shahabat yang mereka anggap masih suci).” Juga, Muhammad bin Abu Bakar kala membaiat Sayidina Ali berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah imam yang wajib ditaati dan sesungguhnya ayahku (Abu Bakar) masuk neraka.”1
Celakanya, bukan hanya pembesar dan gembong Syiah dunia yang berani berbicara negatif soal shahabat, Ketum (Ketua Umum) HIJABI (Himpunan Jamaah Ahlil-Bait Indonesia), Jalaluddin Rahmat, turut meramaikan cacian kepada shahabat. Ia berkata, “Konsep udûlush-shahâbah (keadilan shahabat) hilang ketika ditemukan shahabat yang tidak udûl (jujur),” bermaksud menyamakan pangkat shahabat dengan umat Islam pada umumnya, menyimani pendapat al-Musyawi kalau shahabat adalah manusia biasa.
Sebagai bahan renungan, ada baiknya orang-orang Syiah meresapi sabda Nabi berikut, “Jangan kau cela shahabatku! Seandainya salah satu kalian menyedekahkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya (pahalanya) tidak akan menyamai sedekah shahabat semud (biji gandum).” (HR. al-Bukhari).
Baca juga: Konsep Imamah dan Kebingungan Syiah
Juga, jaminan langsung dari Rasulullah, bahwa Sayidina Abu Bakar, Sayidina Umar, dan Sayidina Utsman akan masuk surga, seperti dituturkan Beliau kepada Abu Musa al-Asy‘ari ketika menyampaikan izin ketiganya agar diperkenankan masuk ke tempat bersantai Rasulullah di sumur Arîs. (HR. al-Bukhari)2
Saharudin Yusuf/Annajah.co
Referensi:
- Al-Kisyi, Rijâl, halaman 60-61
- Ahmad bin Ahmad bin Abdul-Lathif, at-Tajrîd ash-Sharîh, II/56-57, al-Haramain