Dewasa ini, jagad dunia internasional dikejutkan oleh pandemi global virus Corona (Covid-19). Sebagaimana dilansir oleh alodokter.com (16/03), Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Virus ini pertama kali ditemukan pada Akhir Desember 2019 di kota Wuhan, China, dan menular dengan cepat. Kini virus ini telah menyebar ke wilayah lain di China dan ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Sudah lebih dari 118.596 kasus lebih yang terjadi (Kompas.com 11/03).
Covid-19 dan Rukun Iman
Dalam istilah kita, segala bentuk penyakit, termasuk Covid-19 yang mewabah bisa disebut ath-Thâ’ûn (Lihat:Tâjul-‘Ârûs min Jawâhiril-Qâmûs). Sehingga masuk dalam kategori ini adalah Coronavirus.
Baca: Kuasa Allah dalam Virus Corona
Akan tetapi sebagai Mukmin sejati, kita harus meyakini bahwa seluruh fenomena alam semisal Tsunami, Banjir Bandang, Gempa Bumi, Gunung Meletus, Gerhana Matahari dan Rembulan, penyakit Flu Burung, Flu Babi hingga Virus Corona sekalipun, sudah ditulis dan ditetapkan oleh Allah di Lauhil-Mahfûdz dan tidak akan menimpa kepada seorangpun kecuali berkesesuaian dengan catatan tersebut. Dalam al-Quran disebutkan,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (51) [التوبة: 51]
“Katakanlah (Muhammad) tidaklah segala sesuatu menimpa kecuali sudah ditetapkan (di Lauhil-Mahfûdz) oleh Allah keberadaannya. Dialah Penolong kita. Dan kepada-Nya lah kaum Mukmin berserah diri.” (QS. At-Taubah: 51)
Keyakinan semacam ini adalah pilar keenam rukun iman yang harus diyakini kebenarannya oleh segenap umat Islam. Bahwa, “…Iman adalah mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, Hari Akhir dan beriman kepada baik-buruknya Qadar” (HR. Muslim).
Jangan Lupa Berikhtiar Menghadapi Covid-19
Namun demikian, tetap bagi kita harus berikhtiar untuk bisa terhindar dari wabah ini. Suatu saat Khalifah Umar bin al-Kaththab t hendak berkelana ke Syam bersama sejumlah kaum Muslim. Namun di tengah perjalanan beliau dikabarkan terjadinya Tha’un di Syam. Beliau membatalkan keinginannya. Abu ‘Ubaidah berkata, “Apakah engkau hendak lari dari takdir Allah?”. Khalifah Umar menjawab, “Iya! kita lari dari takdir Allah ke takdir-Nya yang lain. Bagaimana misalkan kamu mengembala unta di suatu lembah; tepi lembah kanan subur dan tepi kiri tandus, manakah yang kamu pilih? Bukankah kamu memilih salah satunya dengan takdir Allah, baik jika keputusanmu di tanah yang subur atau di tanah yang tandus?”. Lalu ‘Abdurrahman bin ‘Auf t datang meriwayatkan hadis Nabi r, “Apabila kamu mendengar Tha’un di suatu daerah maka janganlah kamu datang ke tempat itu. Tapi apabila kamu berada di daerah yang terjangkit wabah Tha’un maka jangan keluar dari daerah tersebut”. (HR. Bukhari & Muslim). (Lihat: Syarî’atullah al-Khâlidah, hlm: 142)
Berikhtiar di sini, selain banyak berdoa meminta pertolangan kepada Allah, juga dengan mengikuti saran dokter ahli. Sebab yang paling mengerti persoalan ini hanyalah para dokter. Demikian ini adalah spirit Al-Quran,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43) [النحل: 43]
“…Maka bertanyalah kepada yang ahli apabila kalian tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl: 43)
Walau ayat ini sejatinya merujuk kepada ulama, namun dalam konteks penyakit jasmani, dokter adalah ahlinya. Dalam ayat lain, al-Quran juga mengingatkan, “Dan jangan kau lempar dirimu pada kebinasaan” (QS. al-Baqarah: 195). Maka hendaknya bagi siapapun supaya mengikuti resep dan keputusan dokter yang dianggap ahli, baik bagi yang belum terjangkit virus Corona atau –wal-‘Iyâdz bil-Lâh– yang sudah terjangkit.
Tidak Perlu Khawatir
Setelah kita berikhtiar akan Covid-19, sebagai umat Islam, kita tidak perlu takut atau terlalu khawatir menghadapi virus Corona. Dalam banyak hadis Nabi r memberikan berita menggembirakan bagi kaum Muslim yang tertimpa wabah semacam ini. Di antaranya dalam hadis,
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَانِي جِبْرِيلُ بِالْحُمَّى ، وَالطَّاعُونِ ، فَأَمْسَكْتُ الْحُمَّى بِالْمَدِينَةِ ، وَأَرْسَلْتُ الطَّاعُونَ إِلَى الشَّامِ ، وَالطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لأُمَّتِي ، وَرَحْمَةٌ لَهُم ، وَرِجْزٌ عَلَى الْكَافِرِ.
“Rasul r bersabda: ‘Telah datang kepadaku Malaikat Jibril dengan membawa penyakit demam dan Tha’un. Maka aku izinkan demam melanda kota Madinah dan aku kirim wabah Tha’un ke Negeri Syam. Bagi umatku, Tha’un adalah kematian syahid dan sebagai rahmat dari Allah. Namun bagi kaum kafir Tha’un adalah ancaman.” (HR. ath-Thabarani dan Ahmad)
Bahkan Shahabat Muadz bin Jabal t saat terjadi Tha’un di Negeri-nya, Syam, beliau berkhutbah di Daerah Homs di hadapan publik dan berkata: “Sesungguhnya wabah Tha’un ini adalah rahmat dari Tuhan kalian, doa Nabi kalian dan kematian para shalihin sebelum kalian. Ya Allah, masukkanlah keluarga Mu’adz dalam golongan rahmat ini!” (HR. Ibnu Abi Syaibah dan Ahmad).
Dalam hadis lain dijelaskan,
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ قَال قَالَ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم مَا تَعُدوْنَ الشهيد فيْكُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ الله مَنْ قَتَلَ في سَبيْل الله فَهُوَ شَهيْدٌ فَقَالَ إن شُهَدَاءَ أُمتي إذاً لَقَليلٌ قَالُوا فَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ الله قَالَ مَنْ قُتلَ في سَبيْل الله فَهُوَ شَهيد وَمَن مَاتَ في سَبيل الله فَهُو شهيد وَمَنْ مَاتَ في الطَاعُونَ فَهُو شَهيد وَمَنْ مَاتَ في البطن فَهُوَ شَهيدٌ . (رواه البخاري و مسلم)
“Rasul r bertanya: ‘Berapa orang yang bisa dikatakan mati syahid menurut kalian?’. Shahabat berkata: ‘Orang mati di jalan Allah adalah syahid’. Rasul r berkata: ‘Kalau begitu para syuhada di antara umatku sedikit’. Shahabat berkata: ‘Lantas siapa saja mereka wahai Rasulullah?’. Nabi menjawab: ‘Orang yang mati di jalan Allah adalah syahid. Orang yang mati sebab Tha’un adalah mati syahid. Orang yang mati sebab sakit perut adalah mati syahid.” Dalam riwayat lain terdapat tambahan, “Orang yang mati sebab tenggelam adalah mati syahid.” (Lihat: al-Jam’u Bainash-Shahihaini no.2681)
Fawaidul Hilmi | Annjahsidogiri.id