Dalam kitab Fath al-Qarib disebutkan bahwa di antara yang dapat membatalkan puasa adalah haid. Bersih dari haid merupakan salah satu syarat sahnya puasa. Perempuan haid tidak sah dan haram melakukan puasa. Ini sudah menjadi konsensus ulama.
Baca Juga: Poligami dan Diskriminasi Terhadap Perempuan
Namun demikian, belakangan kaum liberalis menginisiasi mazhab baru dan menyatakan bahwa perempuan haid tetap boleh melakukan puasa. Alasanya, karena di dalam al-Quran sendiri tidak ditemukan dalil yang melarang perempuan haid berpuasa dan dalam puasa tidak ada syarat harus suci. Yang ada hanya keharusan mampu melakukannya. Dan perempuan haid, menurut mereka, termasuk orang yang mampu melakukan puasa.
Ulil Abshar Abdalla, pentolan Jaringan Islam Liberal, menyebut pendapat baru tersebut sebagai “ijtihad yang menarik”. Akan tetapi, ketika ditelaah dengan saksama, pendapat tersebut hanyalah bagian dari kegenitan dalam berpikir alih-alih ijtihad yang menarik. Bahkan tidak layak disebut sebagai sebuah ijtihad.
Pertama, memang betul di dalam al-Quran tidak ditemukan ayat spesifik yang melarang perempuan haid berpuasa. Akan tetapi, dalil larangan puasa bagi perempuan haid dapat ditemukan dalam Sunnah Nabi. Al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim meriwayatkan hadis:
عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
Dari Muadzah, dia berkata: “Aku bertanya kepada Siti Aisyah, ‘Kenapa wanita haid mengqada puasa dan tidak mengqada shalat?’ Siti Aisyah berkata, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah?’ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, aku hanya bertanya’. Siti Aisyah menjawab, ‘Kami dahulu mengalami haid, lalu kami diperintahkan untuk mengqada puasa dan tidak diperintahkan mengqada shalat’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain disebutkan:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى قَالَ فَذَلِكِ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا
“Bukankah seorang wanita bila sedang haid dia tidak shalat dan puasa?” Kami jawab, “Benar.” Beliau berkata: “Itulah yang dimaksud dengan kekurangan agamanya.” (HR Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, ulama fikih sepakat bahwa perempuan haid tidak boleh berpuasa dan haid dapat membatalkan puasa perempuan. Imam asy-Syaukani, dalam kitab Nail al-Awthâr (1/348), menegaskan:
وَالْحَدِيْثُ يَدُلُّ عَلَى عَدَمِ وُجُوْبِ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ عَلَى الْحَائِضِ حَالَ حَيْضِهَا وَهُوَ إِجْمَاعٌ
“Hadis tersebut menunjukkan atas ketidakwajiban puasa dan salat bagi perempuan saat haid dan hal itu merupakan konsensus ulama.”
Syaikh Ibnu Taimiyah menyebutkan:
ثَبَتَ بِالسُّنَّةِ وَاتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ أَنَّ دَمَ الْحَيْضِ يُنَافِي الصَّوْمَ فَلا تَصُومُ الْحَائِضُ لَكِنْ تَقْضِي الصِّيَامَ
“Telah diputuskan dengan as-Sunnah dan kesepakatan umat Islam bahwa darah haid dapat membatalkan puasa dan perempuan haid tidak boleh berpuasa, tetapi wajib mengqadanya.” (Majmû’ al-Fatâwâ: 25/219).
Baca Juga: Sejarah Liberalisasi di Indonesia
Al-Imam an-Nawawi, dalam kitab Syarh Shahîh Muslim (4/26), menegaskan:
هَذَا الْحُكْمُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ أَجْمَع الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ الْحَائِض وَالنُّفَسَاء لا تَجِب عَلَيْهِمَا الصَّلاة وَلا الصَّوْم فِي الْحَال وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ لا يَجِب عَلَيْهِمَا قَضَاء الصَّلاة وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ يَجِب عَلَيْهِمَا قَضَاء الصَّوْم.
“Hukum ini telah disepakati umat Islam bahwa perempuan yang sedang haid dan nifas tidak wajib salat dan puasa. Umat Islam juga sepakat bahwa perempuan haid dan nifas tidak wajib qada salat, hanya wajib qada puasa.”
Al-Imam Ibnu Abdil Bar menyebutkan:
وَهَذَا إِجْمَاعٌ أَنَّ الحَائِضَ لَا تَصُوْمُ فِيْ أَيَّامِ حَيْضَتِهَا، وَتَقْضِيْ الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِيْ الصَّلاَةَ، لَا خِلَافَ فِيْ شَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَمَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَيْهِ فَهُوَ الحَقُّ وَاْلخَبَرُ الْقَاطِعُ لِلْعُذْرِ
“Ini merupakan ijmak ulama bahwa perempuan yang sedang haid tidak boleh berpuasa dan wajib mengqada puasa dan tidak wajib mengqada salat. Alhamdulillah! Tidak ada perbedaan pendapat sama sekali. Dan apa yang telah disekapati umat Islam maka ia adalah yang benar.” (Al-Tamhîd: 22/107).
Imam Ibnu Qadamah al-Maqdisi menyatakan:
أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الْحَائِضَ وَالنُّفَسَاءَ لا يَحِلُّ لَهُمَا الصَّوْمُ، وَأَنَّهُمَا يُفْطِرَانِ رَمَضَانَ، وَيَقْضِيَانِ، وَأَنَّهُمَا إذَا صَامَتَا لَمْ يُجْزِئْهُمَا الصَّوْمُ
“Semua ahli ilmu telah sepakat bahwa perempuan haid dan nifas tidak boleh melakukan puasa, mereka wajib tidak puasa dan wajib mengqadanya. Jika maksa berpuasa maka puasanya tidak sah.” (Al-Mughnî: 3/39.)
Moh. Nadi el-Madani | Peneliti Annajah Center Sidogiri