
Kita semua mengetahui bahwa di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, terdapat berbagai pelajaran. Setiap pelajaran dikelompokkan ke dalam bagian-bagian tertentu. Yang kami maksud dengan “bagian” di sini adalah disiplin ilmu atau bidang studi.
Namun, apakah kita memahami apa itu ilmu? Bagaimana suatu pelajaran dapat dikatakan ilmiah? Artikel ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan tersebut.
Penulisan artikel ini bermula dari maraknya suara dari beberapa orang berpaham aneh yang menyatakan bahwa agama kita ini hanya doktrin belaka. Mereka mengutarakan bahwa dasar hukum agama Islam tidak valid dan tidak memiliki sandaran sumber yang konkrit. Hal ini terjadi karena perbedaan prespektif setiap mazhab dalam memandang ilmiah akan suatu pengetahuan. Dalam hal ini terdapat tiga mazhab dalam memahami ilmiah, sebagaimana berikut:
- Kaum Empiris
Mazhab empiris adalah aliran filsafat yang mengklaim bahwa semua pengetahuan dan ilmu hanya berasal dari pengalaman indrawi. Benda fisik bisa dikatakan ada apabila benda tersebut dapat dipersepsi.
Jika tidak, maka benda itu tidak ada. Hukum sebab akibat yang terjadi berulang kali hanyalah kebiasaan berfikir bukan hubungan nyata yang terverifikasi oleh pengalaman.
Baca juga: Nabi Ibrahim Enggan Berdoa?
Berikut kami kutip sedikit redaksi dari buku David Hume, seorang tokoh penganut mazhab empiris. Dalam bukunya yang berjudul An Enquiry Concerning Human Understanding (1748) ia menjelaskan secara spesifik bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat diperoleh dari pengalaman indrawi:
“All the objects of human reason or enquiry may naturally be divided into two kinds, to wit, Relations of Ideas, and Matters of Fact.”
(Semua objek dari nalar atau penyelidikan manusia secara alami dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu Relasi Ide dan Fakta-Fakta.)
Kemudian Ia menjelaskan bahwa pengetahuan dari Matters of Fact (fakta) hanya dapat diperoleh dari pengalaman indrawi.
“Matters of fact are not ascertained in the same manner; nor is our evidence of their truth, however great, of a like nature with the foregoing. The contrary of every matter of fact is still possible; because it can never imply a contradiction, and is conceived by the mind with the same facility and distinctness, as if ever so conformable to reality.”
(Fakta-fakta tidak dapat dipastikan dengan cara yang sama; dan bukti atas kebenarannya, betapapun besar, tidak sejenis dengan yang sebelumnya. Lawan dari setiap fakta tetap memungkinkan; karena hal itu tidak pernah menyiratkan kontradiksi, dan dapat dibayangkan oleh pikiran dengan kemudahan dan kejelasan yang sama seolah-olah fakta itu sesuai dengan realitas.)
Ia menyatakan bahwa semua yang kita ketahui tentang fakta dunia berasal dari pengalaman indrawi. Kita tidak bisa mengasumsikan kebenaran fakta-fakta tanpa dasar pengalaman.
Baca juga: Nabi Ibrahim Enggan Berdoa? – AnnajahSidogiri.id
- Kaum Rasionalis
Mazhab rasionalisme adalah aliran filsafat yang mengedepankan bahwa pengetahuan utama diperoleh melalui reason (akal budi). Rasionalisme berpendapat bahwa akal adalah alat utama untuk memperoleh kebenaran. Pengetahuan yang sesungguhnya tidak bergantung pada pengalaman indrawi, karena pengalaman sering kali menipu atau terbatas. Rasionalisme menekankan bahwa ada kebenaran-kebenaran yang bersifat apriori, yaitu kebenaran yang dapat diketahui tanpa memerlukan pengalaman. Contoh kebenaran apriori adalah prinsip matematika, seperti 2 + 2 = 4.
Rasionalisme sangat skeptis terhadap pengalaman indrawi sebagaimana keterangan Descartes dalam bukunya Meditations on First Philosophy (1641), berikut redaksinya:
“I will suppose, then, that everything I see is spurious. I will believe that my memory tells me lies, and that none of the things it reports ever happened. I will suppose that I have no senses and that body, shape, extension, movement, and place are fantasies of my mind. What is there, then, that can be taken as true? Perhaps only this one thing, that nothing at all is certain.”
(“Saya akan menganggap bahwa segala sesuatu yang saya lihat adalah palsu. Saya akan percaya bahwa ingatan saya berbohong kepada saya, dan bahwa tidak ada satu pun hal yang dilaporkannya benar-benar terjadi. Saya akan menganggap bahwa saya tidak memiliki indra, dan bahwa tubuh, bentuk, ekstensi, gerakan, dan tempat hanyalah fantasi pikiran saya. Jadi, apakah ada sesuatu yang dapat dianggap sebagai kebenaran? Mungkin hanya satu hal ini: bahwa tidak ada yang pasti.”).
Rasionalisme memang mengedepankan akal budi untuk menyimpulkan sebuah ilmu. Namun, mereka tidak sepenuhnya menolak pengalaman indrawi, mereka menggunakannya sebagai pengumpul data, tetapi akal adalah sumber utama untuk memahami kebenaran universal. Sebagaimana keterangan Gottfried Wilhelm Leibniz dalam bukunya New Essays on Human Understanding:
“The senses, though necessary for all our actual knowledge, are not sufficient to provide it all; for the senses give us only examples, i.e., particular truths. But particular truths are insufficient to establish necessary truths, which reason does.”
(“Indra, meskipun diperlukan untuk semua pengetahuan aktual kita, tidak cukup untuk memberikannya sepenuhnya; karena indra hanya memberikan contoh, yaitu kebenaran partikular. Namun, kebenaran partikular tidak cukup untuk menetapkan kebenaran yang bersifat niscaya, yang dilakukan oleh akal.”)
- Mazhab Islam
Dalam Islam (Mazhab Ahlussunnah wal Jamaah) Ilmu pengetahuan bisa tercapai dengan dua cara dari dua mazhab di atas: panca indra dan akal budi. Akan tetapi, Ahlussunnah menambah satu cara lain yang tidak pernah diterima oleh kaum liberalis yaitu khabar shadiq (berita dari orang yang terpercaya). Ketiga dalil ini semua ada di dalam al-Quran, berikut kami paparkan:
- Pengalaman indrawi
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal” (Āli ‘Imrān [3]:190)
Dalam ayat ini nampak jelas, bahwa Allah mendorong manusia menggunakan indranya untuk mengamati alam semesta dan memahami tanda-tanda kekuasaan-Nya. Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa pengalaman indrawi merupakan langkah awal untuk menggali ilmu dan menggali tanda-tanda kekuasaan Allah.
Baca juga: Hidangan Cinta Maulid Nabi – AnnajahSidogiri.id
- Akal
يُنْۢبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُوْنَ وَالنَّخِيْلَ وَالْاَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untukmu tumbuh-tumbuhan, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.” (An-Naḥl [16]:11)
Akal adalah alat yang diberikan Allah kepada manusia untuk berfikir. Ayat ini menunjukkan bahwa akal di perlukan untuk mengolah informasi yang didapat oleh panca indra. Dengan berpikir manusia bisa mendapat kesimpulan logis akan keagungan, keberadaan, dan keesaan Allah.
- Berita terpercaya (khabar shadiq)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (Al-Ḥujurāt [49]:6)
Imam Fakhruddin ar-Razi dalam tafsir beliau Mafatihul-Ghaib mengatakan bahwa dalam ayat ini terdapat isyarat penerimaan terhadap berita yang dibawa oleh satu orang adil. Karena Allah memerintah untuk melakukan klarifikasi berita apabila si pembawa berita adalah orang fasik. Berikut redaksinya:
الْمَسْأَلَةُ الرَّابِعَةُ: مُتَمَسَّكُ أَصْحَابِنَا فِي أَنَّ خَبَرَ الْوَاحِدِ حُجَّةٌ، وَشَهَادَةَ الْفَاسِقِ لَا تُقْبَلُ، أَمَّا فِي الْمَسْأَلَةِ الْأُولَى فَقَالُوا عَلَّلَ الْأَمْرَ بِالتَّوَقُّفِ بِكَوْنِهِ فَاسِقًا، وَلَوْ كَانَ خَبَرُ الواحد الْعَدْلِ لَا يُقْبَلُ لَمَا كَانَ لِلتَّرْتِيبِ عَلَى الْفَاسِقِ فَائِدَةٌ، وَهُوَ مِنْ بَابِ التَّمَسُّكِ بِالْمَفْهُومِ.
“Masalah keempat: Pendapat para sahabat kami bahwa berita seorang individu (khabar al-wahid) adalah hujah (bukti), dan kesaksian orang fasik tidak diterima. Adapun dalam masalah pertama, mereka menjelaskan alasan penangguhan itu karena orang tersebut adalah fasik, dan jika berita dari seorang yang adil tidak diterima, maka tidak ada manfaatnya untuk memberikan urutan atau prioritas pada orang fasik tersebut. Ini termasuk dalam kategori berpegang pada pemahaman yang tersirat.”
Baca juga: Tinjauan Kritis Akidah Pokok Syiah – AnnajahSidogiri.id
Kesimpulan
Dalam memahami arti ilmiah terdapat perbedaan antara beberapa mazhab filsafat dengan epistimologi Islam. Islam mengakui keterlibatan panca indra sebagai alat untuk menerima data yang mana hal ini sesuai dengan prinsip empirisme. Akan tetapi Islam juga menerima pengetahuan dengan olahan rasio terhadap sesuatu yang tidak bisa diketahui dengan panca indra sebagaimana prinsip rasionalisme. Namun, hal yang satu-satunya ada dalam islam dan tidak bisa diterima oleh kaum liberal adalah berita yang dibawa oleh orang terpercaya (khabar shadiq). Dari hal inilah kita menyebutnya dengan iman, sesuatu yang tidak bisa diterima oleh indera dan akal, kita tetap menerimanya melalui proses ini. Sekian wassalam.
Moch. Salman Ar Ridlo| Annajahsidogiri.id