Nikah Mutah adalah nikah yang dibatasi oleh waktu yang telah ditentukan oleh salah satu suami istri atau terkenal dengan nikah kontrak.
Kaum Syi’ah sepakat nikah Mutah diperbolehkan secara mutlak dalam agama. Pemuka ulama Syi’ah menulis teks bahwa Mut’ah bukan saja halal, namun memiliki keutamaan bagi pelakunya dan ancaman bagi yang meninggalkannya.
Baca Juga:
Berikut sekilas gambaran beberapa hal penting seputar ajaran Mut’ah dalam Syi’ah:
Hakikat Nikah Mut’ah
Mut’ah diposisikan sebagai amalan agama yang tinggi nilainya, dan yang mengingkari berarti telah mengingkari agama. Sebagaimana terdapat dalam kitab Syi’ah; Man La yahduruhul Faqih dan Tafsir Manhaj al-Shodikin :
Diriwayatkan dari Ja’far as-Shadiq : “Sesungguhnya nikah Mut’ah itu agamaku dan agama nenek moyangku, maka barangsiapa yang mengamalkannya, sungguh dia mengamalkan agama kami. Dan barangsiapa yang mengingkari, maka dia telah mengingkari agama kami dan telah memeluk agama selain kami. Mut’ah dijadikan ibadah oleh ulama salaf dan aman dari kesyirikan. Anak yang dihasilkan dari nikah Mut’ah lebih utama daripada anak yang dihasilkan dari nikah biasa. Orang yang mengingkari kafir dan murtad, dan yang mengakui mukmin yang mengesakan tuhannya”.
Hadist versi Syi’ah di atas sangatlah jelas sebagai bukti kecurangan dan kekerasan kaum Syi’ah. Hingga sampai taraf kafir orang yang mengingkarinya.
Ahlusunah mengharamkan Mut’ah, seperti penjelasan Abuya Sayid Muhammad al-Maliki dalam kitabnya; Syari’atullah al-Kholidah :
نكاح المتعة هُوَ نِكَاحٌ إلَى أَجَلٍ يَشْتَرِطُهُ أَحَدُ الزَّوْجَيْنِ ، وَكَانَ مُبَاحًا لِضَرُوْرَةِ الْغَزْوِ وَالسَّفَرِ ثُمَّ نُهِيَ عَنْهُ فِى غَزْوَةِ خَيْبَرَ ثُمَّ أُبِيْحَ ثُمّ نُهِيَ عَنْهُ فِى غَزْوَةِ الْفَتْحِ ثُمَّ أُبِيْحَ فِى غَزْوَةِ أَوْطَاسٍ بَعْدَهَا ثَلاَثَةَ أيَّامٍ ثُمَّ مُنِعَ ، وَكَانَ ذَلِكَ سَنَةَ ثَمَانٍ فَلَمْ يُبَحْ بَعْدَ ذَلِكَ
“Nikah Mut’ah adalah nikah yang dibatasi oleh waktu yang telah disyaratkan oleh salah satu dari suami istri. Dulu nikah Mut’ah diperbolehkan karena ada darurat perang dan perjalanan (jauh), kemudian diperbolehkan, kemudian dilarang ketika peristiwa perang Khaibar, kemudian diperbolehkan, kemudian dilarang ketika peristiwa penaklukan kota Mekkah (al-Fathu), kemudian diperbolehkan selama 3 hari setelah perang Authas, kemudian dilarang. Larangan itu pada tahun 8 hijriah dan tak pernah diperbolehkan setelahnya”
Namun Syi’ah menganggap larangan itu bukan berasal dari Rasulullah tapi dari Umar bin Khattab, seperti yang dinukilkan al-Kulayni berikat ini :
Muhammad bin Isma’il dari al-Fadl bin Shadhan, dari Sofwan bin Yahya, dari Ibnu Muskan, dari Abdullah bin Sulaiman, berkata: Saya mendengar Abu Ja’far as berkata: Ali bin Abi Thalib berkata: “Seandainya Umar bin Khattab tidak mendahuluiku pasti akan aku perintahkan untuk Mutah dan tidak akan ada yang berzina kecuali orang yang celaka “
Dalam kitab-kitab hadist sahih sangat jelas larangan itu bersumber dari Rasulullah :
Rasulullah bersabda : “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kalian nikah mut’ah. Ketahuilah, sekarang Allah te;ah mengharamkannya sampai hari kiamat. Maka baragsiapa telah memiliki istri mut’ah, maka lepaskanlah janganlah kalian mengambil sedikit pun dari apa yang telah kalian berikan (HR. Muslim)
Dikalangan Syi’ahMut’ah tidak sekedar halal mutlak, namun memiliki keutamaan yang tinggi sebagaimana dalam kitab induk Syi’ah. Diantaranya:
Pahalanya setara dengan 70 kali haji atau umrah
مَنْ تَمَتَّعَ مِنِ امْرَأَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَكَأَنَّهُ زَارَ الْكَعْبَةَ سَبْعِيْنَ مَرَّةً (محمد باقر المجلسي، رسالة متعة. ص : 16)
“Barang siapa melakukan Mut’ah dengan wanita beriman maka dia seperti menziarahi ka’bah (Haji atau Umrah) 70 kali” (Muhammad Baqir al-Majlisi, Risalah Mut’ah, hal. 16.)
Diampuni dosa-dosa-Nya, terlebih bagi pasangan wanita
قَالَ أَبُو جَعْفَرْ : أَنَّ النَّبِيَّ لَمَّا أَسْرَى إِلَى السَّمَاءِ قَالَ : لَحِقَنِي جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُوْلُ : “أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِلْمُتَمَتِّعِيْنَ مِنْ أُمَّتِكَ مِنَ النِّسَاءِ”
Abu Ja’far berkata, bahwa ketika Nabi melakukan Isra’ Mi’raj, beliau bersabda : “Saya dijumpai Jibril a.s. dan ia berkata: Wahai Muhammad sesungguhnya Allah berfirman : Aku telah mengampuni dosa-dosa wanita dari umatmu yang melakukan mut’ah.
Sebagi pengganti diharamkannya Khamr
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى شِيْعَتِنَا الْمُسْكِرَ مِنْ كُلِّ شَرَابٍ وَعَوَّضَهُمْ مِنْ ذَلِكَ الْمُتْعَةَ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan Syi’ah kita segala minuman yang memabukkan, tetapi sebagai gantinya adalah dibolehkannya Mutah”
Moh Kholilur Rohman | Annajahsidogiri.id