لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَ {قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ}
Janganlah kalian membenarkan ahli kitab, dan jangan pula menyalahkan mereka. Katakanlah “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan” (HR. Imam Bukhori dari Abu Hurairah)
Jauh sebelum kemunculan Islam, kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa dan kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa adalah dua kitab yang terus dijadikan pegangan oleh para pengikut beliau berdua. Namun, tidak sedikit dari mereka yang berani untuk mengubah kitab-kitab tersebut hanya untuk kepentingan duniawi, sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firman-Nya:
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka(sendiri), kemudian berkata “Ini dari Allah” (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang merek perbuat (al-Baqarah [2] : 79)
Hal ini yang kemudian menjadi alasan mengapa Nabi melarang untuk langsung menerima kabar (Riwayat Israiliyat) yang diceritakan oleh ahli kitab. Tapi, sebelum masuk ke pembahasan riwayat Israiliyat, penting kiranya kita singgung sebab-sebab yang melatar belakangi masuknya riwayat tersebut dalam kajian tafsir al-Quran.
Ibnu Khaldun menjelaskan dalam kitab Muqoddimah Ibnu Khaldun hal 490 bahwa penyebab tersebut adalah Al-Qur’an turun kepada suku arab padang pasir yang rata-rata bukan penulis dan pembaca. Mereka sama sekali tidak mengenal sejarah Nabi dan orang-orang terdahulu. Al-Qur’an sebagai kitab Samawi terakhir mengisahkan kehidupan para Nabi dan kaum terdahulu melalui lisan Rasulullah yang mulia. Hanya saja, kisah mereka tidak disebutkan secara terperinci dalam al-Qur’an. Di antaranya seperti keberadaan surga, dan jenis pohon yang buahnya tidak boleh dimakan Nabi Adam dan Sayidah Hawa.
Baca Juga: Kronologi dan Motif Nabi Isa Turun di Akhir Zaman
Menurut Ibnu Khaldun, keadaan semacam itu secara alami membuat para shahabat seperti Ibnu Abbas dan Abu Hurairah penasaran untuk lebih tahu secara terperinci tentang kisah yang diceritakan dalam al-Qur’an. Hal yang menjadi sasaran pertanyaan shahabat saat itu adalah orang-orang ahlulkitab yang tentunya sudah masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, Ka’b al-Ahbar, Wahb bin Munabbah.
Namun para Sahabat tidak langsung menerima apa yang mereka kabarkan. Jika mereka salah, para shahabat tidak segan-segan menyalahkan dan menjelaskan yang benar, seperti yang dilakukan oleh Abu Hurairah kepada Ka’b al-Akhbar (Irsyadus Sari Syarh Shahih Bukhori 2/190). Karena sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di atas, Nabi tidak sepenuhnya membenarkan atau menyalahkan kabar yang mereka berikan. Perlu adanya kewaspadaan dan kehati-hatian. Alasan tidak langsung dibenarkan adalah khawatir termasuk dari kisah-kisah yang sudah mereka distorsi, dan tidak seketika disalahkan karena kemungkinan berita tersebut masih orisinal.
Hematnya, riwayat Israiliyat sudah ada sejak masa shahabat. Namun, para shahabat akan menerima riwayat tersebut setelah melewati penelitian yang ketat sehingga riwayat-riwayat Israiliyyat tidak begitu banyak mengisi penafsiran al-Qur’an pada era itu.
Redaksi | Annajahsidogiri.id
Comments 0