Menyoal Tantangan Abu Janda Perihal Hukum Selamat Natal
Seminggu yang lalu, sempat ada video IG singkat dari Abu Janda. Video itu berisi tantangan Abu Janda kepada siapa pun yang berhasil menampilkan dalil al-Quran dan hadis yang mengarah kepada keharaman mengucapkan selamat hari natal. Anehnya, lima hari yang lalu, Abu Janda malah merasa menang, seraya memposting berikut ini:
โClear ya! 1 hari saya tungguin, tidak ada yang bisa tunjukan ayat Al-Quran atau Hadits nabi yang melarang mengucapkan selamat Natal ๐ argumen yang diberikan semua DALIL COCOKLOGI dicocok cocokan dipas paskan menyesuaikan NAFSU yang menafsirkan.. semuanya dapat dipatahkan mudah pakai logika.
Maaf saya nulis panjang dikit ๐ karena saya perlu luruskan kesesatan logika dalil asal asalan, agar bisa mengedukasi..
โโ DALIL COCOKLOGI 1: akun farezazra_ kasih argumen: Hamba2 Allah yang maha kasih sayang, yaitu orang yang tak mau MENGHADIRI atau menyaksikan UPACARA agama kaum musyrik (Az-zuur). Jika lewat TEMPAT yang sedang digunakan upacara agama, segera lah berlalu dengan sikap baik (QS Al Furqon, 72).
โ๏ธ dalil Ini jelas urusan HADIR DI UPACARA, jelas BEDA dengan mengucapkan selamat. dalil asal asalan COCOKLOGI NGAWUR ๐
โ DALIL COCOKLOGI 2: adalagi yang pakai argumen Hadits Rosulullah SAW bersabda:
ูุงู ุชูุจูุฏูุกููุง ุงูููููููุฏู ูููุงู ุงููููุตูุงุฑูู ุจูุงูุณูููุงูู ู
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam.” (HR. Muslim no. 2167)
โ DALIL COCOKLOGI 3: ini salah satu argumen paling CACAD ๐ : barangsiapa menyerupai satu kaum termasuk bagian dari kaum
โ๏ธ mengucapkan “selamat” cuma bentuk Adab Santun Tata Krama. TIDAK berarti kita menyetujui/mengakui, TIDAK JUGA berarti kita ikut meyakini. kalo ngucapin selamat dianggap pindah agama itu OTAKNYA GOBLOG! ๐คฃ
โ DALIL COCOKLOGI 4: (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan (QS. Al-Ikhlas, 3). adalagi argumen TOLOL kalo kita ngasih selamat Natal sama saja kita setuju Allah punya anak ๐
โ๏ธ mengucapkan “selamat merayakan” artinya ya SELAMAT MERAYAKAN SAJA! TIDAK berarti kita menyetujui/mengakui, TIDAK JUGA berarti kita ikut meyakini.
KESIMPULAN: ISLAM TIDAK MELARANG mengucapkan selamat Natal. yang melarang itu manusia yang menafsirkan dalil pakai nafsu, bukan agamanya.
jelas ya? ๐โ
Dari postingan tersebut, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi:
Pertama, kaidah dasarnya, bila seseorang ingin menghukumi sesuatu, maka orang itulah yang harus menampilkan dalilnya. Dalam kaidah dasar kajian ilmiah adalah:
ุงููู ููููุชู ููุงูููุงู ููุงูุตููุญููุฉู ุงููู ู ูุฏููุนููุงู ููุงูุฏูููููููู
โApabila engkau menukil, pastikan tukilannya sahih. Bila mengklaim, sertakan dalil.โ
Hal ini bertolak-belakang dengan Abu Janda yang malah menyimpulkan bahwa Islam tidak melarang mengucapkan โSelamat Natalโ. Ia jelas tidak berlandaskan apa pun. Alih-alih merasa menang, pada taraf dasar standar ilmiah, sama-sekali tidak masuk. Serta tantangan tersebut, seharusnya tidak menelurkan sebuah kesimpulan. Bila menganggap tantangan tersebut sebuah dalil, maka masuk kategori dalil nakal.
Kedua, Abu Janda melakukan tantangan langsung menampilkan dalil al-Quran dan hadis. Hal ini bertolak-belakang dengan falsafah Aswaja sendiri. Pandangan Aswaja mengenai hukum syariat, haruslah meniscayakan pandangan ulama dan penafsiran ulama. Bukan malah menuduh ulama menafsirkan dalil pakai nafsu, sebagaimana yang diucapkan Abu Janda. Dalam kitab Imtรขโul-Asmรขโ bimรข lin-Nabรฎ minal-Ahwรขl wal-Amwรขl wal-Hafadah wal-Amwal (14/ 449) disebutkan dengan jelas mengenai posisi ulama dan syariat. Lebih jelasnya, sebagaimana berikut:
ูููููููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู ู : ุฅูุฐูุง ุงุฌูุชูููุฏู ุงููุญูุงููู ู ููุฃูุตูุงุจู ูููููู ุฃูุฌูุฑูุงูู ููุฅูุฐูุง ุงุฌูุชูููุฏู ููุฃูุฎูุทูุฃู ูููููู ุฃูุฌูุฑู ููุงุญูุฏูุ ุฏููููููู ุนูููู ุฃูููููู ููููููู ุจูููุงูู ุจูุนูุถู ุงููุฃูุญูููุงู ู ุฅูููู ุงุฌูุชูููุงุฏู ุงููุนูููู ูุงุกู ููุฃูููููู ุฃูุญูุฑูุฒู ู ููู ุฃูุตูุงุจู ู ูููููู ู ุงููุฃูุฌูุฑููููู ุงููู ูููุนูููุฏููููู: ุฃูุญูุฏูููู ูุง ุจูุงููุงูุฌูุชูููุงุฏู ููุงููุขูุฎูุฑู ุจูุฅูุตูุงุจูุฉู ุงููุนููููู ุจูู ูุง ุนูููููููุง ู ููู ุงูุฏููููุงููุฉู ูููู ุงููููุชูุงุจู ููุงูุณูููููุฉู ููุฅูููููู ุฃูุญูุฑูุฒู ู ููู ุงุฌูุชูููุฏู ููุฃูุฎูุทูุฃู ุฃูุฌูุฑุงู ููุงุญูุฏุงู ุจูุงุฌูุชูููุงุฏููู ููุฑูููุนู ุฅูุซูู ู ุงููุฎูุทูุฃู ุนููููู ููุฐููููู ูููู ุฃูุญูููุงู ู ุงูุดููุฑูููุนูุฉู ุงูููุชููู ููู ู ููุฃูุชู ุจูููุงููููุง ููุตููุง ููุฅููููู ูุงููุฑูุฏู ุฎููููููุง. ููุฃูู ููุง ู ูุณูุงุฆููู ุงููุฃูุตููููู ููููุฏู ููุฑูุฏู ุจูููุงููููุง ุฌููููููุง
โSabda nabi yang berbunyi: bila hakim berijtihad dan ijtihadnya bernar, maka ia mendapatkan dua pahala, bila ijtihadnya salah maka mendapatkan satu pahala. Hadis ini menjadi dalil bahwa para nabi mewakilkan penjelasan sebagian hukum kepada ijtihad ulama. Ulama yang benar ijtihadnya memperoleh dua pahala. Pertama, pahala ijtihad. Kedua, karena perkara tersebut cocok dengan al-Quran dan sunah. Ulama yang ijtihadnya salah, mendapatkan satu pahala, lantaran ia berijtihad. Sedangkan kesalahannya tidak mendapatkan dosa. Hal tersebut terjadi dalam hukum syariat yang tidak ada nash yang menjelaskannya, hanya saja warid secara samar. Adapun masalah usul, penjelasannya sudah warid secara terang.โ
Dari penjelasan di sana, ulama mengambil peran besar dalam menjelaskan apa-apa yang ada di al-Quran dan hadis. Karena ulama telah diwakilkan untuk menyampaikan hukum yang belum jelas keterangannya di dalam al-Quran.
Ketiga, ulama yang mengharamkan tahniโah bi-aโyรขdil-kuffรขr memiliki alasan yang kuat, yang jelas berangkatnya dari dalil, bukan dari tantangan. Pertimbangan ulama antara lain:
Secara besar tahniโah merupakan ungkapan suka cita terhadap kebaikan, berbeda dengan takziah yang merupakan ungkapan duka cita terhadap musibah. Nah, jika kita mengucapkan selamat kepada perayaan natal, yang jelas mungkar, itu sama-saja dengan bersuka-cita dengan kemungkaran.
Analoginya, semisal ada orang mengkonsumsi minuman keras, kita mengatakan, โSelamat, ya, atas keberhasilan kamu mengonsumsi minuman kerasโ. Itu janggal banget. Selaras dengan itu dalam Ahkรขmu Ahlidz-Dzimmah (II/400) dijelaskan:
ููุฃูู ููุง ุงูุชููููููุฆูุฉู ุจูุดูุนูุงุฆูุฑู ุงููููููุฑู ุงููู ูุฎูุชูุตููุฉู ุจููู ููุญูุฑูุงู ู ุจูุงููุงูุชููููุงููุ ู ูุซููู ุฃููู ูููููููุฆูููู ู ุจูุฃูุนูููุงุฏูููู ู ููุตูููู ูููู ูุ ูููููููููู: ุนูููุฏู ู ูุจูุงุฑููู ุนูููููููุ ุฃููู ุชูููููุฃู ุจูููุฐูุง ุงููุนูููุฏู ููููุญูููููุ ููููุฐูุง ุฅููู ุณูููู ู ููุงุฆููููู ู ููู ุงููููููุฑู ูููููู ู ููู ุงููู ูุญูุฑููู ูุงุชู ูููููู ุจูู ูููุฒูููุฉู ุฃููู ูููููููุฆููู ุจูุณูุฌูููุฏููู ูููุตููููููุจู ุจููู ุฐููููู ุฃูุนูุธูู ู ุฅูุซูู ุงู ุนูููุฏู ุงููููููุ ููุฃูุดูุฏู ู ูููุชุงู ู ููู ุงูุชููููููุฆูุฉู ุจูุดูุฑูุจู ุงููุฎูู ูุฑู ููููุชููู ุงููููููุณู ููุงุฑูุชูููุงุจู ุงููููุฑูุฌู ุงููุญูุฑูุงู ู ููููุญููููู
โUngkapan suka cita terhadap syiar yang khusus kepada orang kafir, itu haram secara ittifaq ulama. Seperti, ungkapan selamat terhadap hari raya orang kafir dan puasanya. Sepertu ucapan, โHari raya yang berkah untukmuโ, โSelamat dengan hari raya ini,โ dan ungkapan sesamanya. Ungkapan semacam ini, bila pengucapnya selamat dari kekafiran, maka tergolong perkara haram. Hal itu sama halnya, ungkapan selamat terhadap orang yang sujud ke salib, bahkan dosa tersebut lebih parah di sisi Allah, dan lebih dibenci dari pada ungkapan suka cita terhadap peminum khamr, pembunuh, pelacur, dan sesamanya.โ
Selain karena ada unsur suka cita terhadap maksiat, terdapat unsur memuliakan terhadap hari yang menjadi syiar orang kafir. Imam Ibnu Hajar dalam Fathul-Bรขrรฎ (II/13) mengutip pandangan Imam an-Nasafi al-Hanafi, yang berbunyi:
ู ููู ุฃูููุฏูู ูููููู ุจูููุถูุฉู ุฅูููู ู ูุดูุฑููู ุชูุนูุธูููู ุงู ููููููููู ู ููููุฏู ููููุฑู ุจูุงูููููู ุชูุนูุงููู
โBarang siapa yang memberi hadiah telur kepada orang musyrik, lantaran memuliakan terhadap hari (raya orang kafir) maka orang itu telah kafir.โ
Pendapat semacam ini berangkat dari hadis Nabi Muhammad yang berbunyi:
ุนููู ุฃูููุณู ููุงูู ููุฏูู ู ุฑูุณูููู ุงูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุงููู ูุฏููููุฉู ููููููู ู ููููู ูุงูู ููููุนูุจูููู ูููููู ูุง ููููุงูู ู ูุง ููุฐูุงูู ุงููููููู ูุงูู ููุงูููุง ูููููุง ููููุนูุจู ูููููู ูุง ููู ุงููุฌูุงูููููููุฉู ููููุงูู ุฑูุณูููู ุงูููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ุฅูููู ุงูููู ููุฏู ุฃูุจูุฏูููููู ู ุจูููู ูุง ุฎูููุฑูุง ู ูููููู ูุง ููููู ู ุงููุฃูุถูุญูู ููููููู ู ุงููููุทูุฑู. ุฑูุงู ุฃุจู ุฏุงูุฏ ูุงููุณุงุฆู
โDiriwayatkan dari Anas Ibnu Malik ia berkata: Rasulullah tiba di Madinah (dan beliau melihat) mereka mempunyai dua macam hari yang mereka meriahkan dengan permainan. Beliau bertanya: Hari apa ini? Mereka menjawab: Di zaman Jahiliyah kami memeriahkannya dengan permainan. Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari ini untuk kamu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adlha dan Idul Fitri.โ
(HR. Abu Dawud dan an-Nasaโi)
Selain itu, ulama mempertimbangkan konsep tasyabuh dengan orang kafir. Namun, ini tentu tidak sesuai dengan logika cacat Abu Janda yang menyebutkan, โkalo ngucapin selamat dianggap pindah agama itu otaknya goblog!โ Tentu konsep tasyabuh tidak semacam itu.
Setidaknya ada tiga konsekuensi dalam tasyabuh. Pertama, apabila melakukannya sampai condong kepada agamanya, maka kafir. Kedua, jika sekadar menyerupai perayaan, asal tidak samapi condong, maka berdosa. Ketiga, bila tidak bermaksud apa-apa, berhukum makruh. Lebih jelasnya, Anda dapat mengecek di Bughyatul-Musytarsyidรฎn (I/528)
ู ุณุฃูุฉ : ู – ุญูุงุตููู ู ูุง ุฐูููุฑููู ุงููุนูููู ูุงุกู ูููู ุงูุชููุฒูููููู ุจูุฒูููู ุงูููููููุงุฑู ุฃููููู ุฅูู ููุง ุฃููู ููุชูุฒููููุง ุจูุฒููููููู ู ู ููููุงู ุฅูููู ุฏูููููููู ู ููููุงุตูุฏุงู ุงูุชููุดูุจูููู ุจูููู ู ูููู ุดูุนูุงุฆูุฑู ุงููููููุฑู ุ ุฃููู ููู ูุดููู ู ูุนูููู ู ุฅูููู ู ูุชูุนูุจููุฏูุงุชูููู ู ููููููููุฑู ุจูุฐููููู ููููููู ูุงุ ููุฅูู ููุง ุฃููู ูุงู ููููุตูุฏู ููุฐููููู ุจููู ููููุตูุฏู ุงูุชููุดูุจูููู ุจูููู ู ูููู ุดูุนูุงุฆูุฑู ุงููุนูููุฏู ุฃููู ุงูุชููููุตูููู ุฅูููู ู ูุนูุงู ูููุฉู ุฌูุงุฆูุฒูุฉู ู ูุนูููู ู ููููุฃูุซูู ู ููุฅูู ููุง ุฃููู ููุชูููููู ูููู ู ููู ุบูููุฑู ููุตูุฏู ููููููุฑููู ููุดูุฏูู ุงูุฑููุฏูุงุกู ูููู ุงูุตูููุงูุฉู
โAlhasil dari penuturan para ulama perihal berhias dengan atribut orang kafir, adakala berhiasnya karena condong kepada agamanya, dan menyerupai syiar kekafiran atau berjalan bersama mereka, maka status orang tersebut kafir. Adakala dia tidak bermaksud demikian, hanya saja ia bermaksud menyerupai perayaan atau menyampaikan kepada interaksi yang diperbolehkan, maka status orang tersebut berdosa. Atau hanya ketepatan saja, alias tidak bermaksud apa-apa, maka hal tersebut makruh, seperti kasus menarik jubah dalam salat.โ
Dari penjelasan tersebut, kita tahu bahwa konsep tasyabuh dalam Islam sebenarnya terbagi menjadi tiga. Jadi, bukan malah serta-merta menuduh pindah agama, layaknya yang diungkapkan Abu Janda. Karena dalam tasyabuh dikatakan pindah agama, bila condong kepada kekafiran. Bila tidak, maka haram. Bukan menuduh pindah agama. Bisa juga tidak sampai pada taraf haram, jika tasyabuh-nya hanya ketepatan saja, tanpa ada maksud menyerupai sedikit pun.
Keempat, tidak disebutkan di dalam al-Quran dan hadis secara jelas, bukan berarti tidak memiliki hukum. Apalagi jika malah dikatakan boleh, karena tidak disebutkan secara jelas di dalam nash al-Quran dan hadis. Karena khilafiyah muncul, lantaran tidak ada nash sarih. Jika ada, tentu tidak akan ada khilaf, dan yang menyalahi nash sarih tadi yang tergolong maโlรปm minad-dรฎn bidh-darรปrah, ya, jelas kafir.
Justru karena tidak ada dalil sarih dalam al-Quran dan hadis, di sanalah masih ada peluang khilaf. Khilafiyah yang terjadi, asalkan sama-sama memiliki pijakan yang kuat, maka tidak boleh kita ingkari, lรข yungkaru mukhtalaf fรฎh. Bukan malah menuduh bahwa ulama yang melarang itu manusia yang menafsirkan dalil pakai nafsu, layaknya tuduhan yang dilakukan Abu Janda. Tuduhan semacam itu jelas tuduhan buruk kepada ulama, serta telah mencoreng kemuliaan para ulama.
Muhammad ibnu Romli | AnnajahSidogiri.ID