Kematian adalah salah satu bukti akan kelemahan hamba di hadapan kedigdayaan Tuhan yang Maha Hidup dan Maha Kekal. Kematian menjadi simbol kuat bahwa manusia sama sekali tidak pantas menyombongkan diri. Setelah meninggal, manusia akan mempertanggungjawabkan setiap hal yang pernah dia lakukan saat di dunia. Ini adalah sesuatu yang wajib diyakini oleh umat Islam. Namun, kenyataan yang ada, kebanyakan umat Islam masih sering lalai dalam mempersiapkannya. Seolah mereka telah mengubur keyakinan itu hanya dalam dada, tanpa ada aksi nyata. Maka sangat penting menyegarkan kembali keyakinan yang mulai terkubur itu!
Jangan “Kabur” dari Fitnah Kubur
Meski semua orang yakin bahwa dirinya akan memasuki alam kubur, kebanyakan dari mereka berusaha mengubur keyakinan itu, bahkan enggan mempersiapkan diri. Faktor terbesar yang melahirkan rasa enggan tersebut adalah kecintaan mereka pada dunia. Padahal, seberapa banyak kita mengumpulkan dunia, tidak akan pernah mampu memuaskan hasrat kita, sampai kita masuk ke liang lahat, sebagaimana permulaan surat at-Takatsur:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِر
Berlomba-lomba dalam memperbanyak (dunia) telah melalaikan kalian. Sehingga kalian masuk ke liang lahat. (Q.S at-Takatsur [102]: 2)
Padahal, jika seseorang telah benar-benar menyadari bahwa dirinya akan meninggal, maka yang seharusnya dia lakukan adalah mempersiapkan bekal sebanyak-banyaknya, dan mengesampingkan hawa nafsunya. Jangan sampai kehidupan dunia membuatnya lalai dan terlena, sehingga lupa akan adanya fitnah di alam kubur, yang pada akhirnya, baru dia sadari setelah meninggal. Sebagaimana hadis yang dikutip oleh Hujjatul-Islȃm Imam al-Ghazali dalam kitab Ihyȃ Ulȗmiddȋn:
قَالَ صلى الله عليه وسلم النَاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا اِنْتَبَهُوْا
“Nabi Muhammad ﷺ bersabda “Manusia (di dunia) sedang terlelap dalam tidurnya. Ketika mereka sudah mati, baru mereka sadar” (Ihyȃ Ulȗmiddȋn juz 3, hlm. 214).
Padahal, keadaan seseorang di alam kubur menjadi penentu nasibnya. Jika dalam kubur dia lolos dan merasakan kenikmatan, maka ujian setelahnya akan dipermudah. Jika di alam kubur sudah merasakan kesulitan dan berbagai siksaan, maka cobaan setelahnya akan terasa lebih berat. Demikian ini sesuai dengan hadis riwayat Ibnu Majah:
كَانَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ إِذَا وَقَفَ عَلَى قَبْرٍ يَبْكِي حَتَّى يَبُلَّ لِحْيَتَهُ، فَقِيلَ لَهُ: تَذْكُرُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ، وَلَا تَبْكِي، وَتَبْكِي مِنْ هَذَا؟ قَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ الْقَبْرَ أَوَّلُ مَنَازِلِ الْآخِرَةِ، فَإِنْ نَجَا مِنْهُ، فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ، فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ» قَالَ: وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ
“Sayidina Utsman bin Affan pernah berhenti di salah satu kuburan sambil menangis, sehingga membasahi jenggotnya. Lalu ada yang berkata pada beliau, ‘Saat mengingat surga dan neraka kau tidak menangis, tapi mengapa saat melihat kuburan kau menangis’. Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda, ‘Sesungguhnya alam kubur adalah alam akhirat yang pertama, jika seseorang selamat dari fitnah kubur, maka setelahnya akan lebih ringan, jika tidak, maka setelahnya akan terasa lebih berat’. Sayidina Utsman menambah, ‘Rasulullah ﷺ juga bersabda ‘Aku tidak melihat suatu pemandangan melainkan alam kubur adalah yang paling menyeramkan” (Sunan Ibnu Majah juz 2, hlm. 426).
Jika muncul pertanyaan, mengapa masih ada siksaan atau nikmat di alam kubur (fitnah kubur)? Kiai Qoimuddin menegaskan dalam kitab Minhatul-Hamȋd (hlm. 328), setidaknya ada dua hikmah terkait hal tersebut. Pertama, membedakan mana yang benar dan mana yang sesat. Kedua, untuk mengungkap apa yang dulu disembunyikan oleh hamba saat masih di dunia, baik berupa ketaatan, keimanan, kekufuran, atau kemaksiatan.
Akmal Bilhaq | Annajahsidogiri.id