Syariat merupakan ketetapan dan ketentuan dari Allah ﷻ yang ditunjukkan kepada umat manusia ketika sudah baligh. Sedangkan intisari dari syariat adalah maqam hakikat. Namun belakangan ini ada yang berusaha memisahkan antara syariat dan hakikat. Mereka berkeyakinan bahwa orang yang sudah mencapai makamhakikat maka tuntutan syariat-Nya telah gugur dari dirinya, hingga boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Lantas bagaimana kita menyikapi keyakinan seperti itu? Simak hasil wawancara Moh. Fakhri As Shiddiqy dari Buletin Tauiyah dengan Gus Ahmad Biyadi Busyrol Basyar, M.Pd.I, Dewan Pengasuh PP. Miftahul Ulum, Malang.
Sebenarnya apa definisi dari makam hakikat?
Hakikat adalah inti dari suatu ajaran dan ibadah. Kalau diambil intinya saja tentu tidak akan bisa. Selain itu, sebenarnya cara berpikir yang mengedepankan hakikat dan menggugurkan syariat juga telah cacat secara logika. Bahkan hidup kita sehari-hari saja tidak begitu. Seperti contoh, kita ingin mempunyai anak akan tetapi kita tidak menikah, atau kita ingin tenang dengan minum kopi, akan tetapi kita tidak mau minum kopinya.
Artinya, tidak bisa kemudian hanya diambil intinya saja, sedangkan aspek aplikatifnya tidak dilakukan. Memang kewajiban inti dari manusia adalah beribadah, tunduk dan patuh kepada Allah ﷻ. Bagaimana bisa dikatakan tunduk dan patuh jika mekanisme syariat Allah ﷻ tidak diikuti?
Mungkinkah hakikat bisa dicapai tanpa syariat?
Tentu tidak mungkin. Logikanya gini; syariat itu dari Allah ﷻ, jadi yang menyuruh ibadah juga Allah ﷻ. Tujuan kita adalah kembali kepada Allah ﷻ. Bagaimana kita bisa kembali dan diterima oleh Allah ﷻ sedangkan aturan dari Allah ﷻ tidak dilakukan? Karena syariat itu tidak ditentukan dan dipilih oleh manusia, melainkan sudah ditetapkan oleh Allah ﷻ sendiri.
Seperti kita ingin pergi haji yang memiliki syarat dan pra syarat. Bagaimana kita bisa naik haji kalau syarat dan pra syaratnya tidak diikuti? Bagaimana mungkin kita ingin kembali kepada Allah ﷻ, ingin menggapai ridho Allah ﷻ akan tetapi kita tidak melakukan sesuatu yang telah diperintahkan dan ditetapkan oleh Allah ﷻ?
Lantas bagaimana sikap kita?
Sikap kita ada dua; Sikap yang pertama, kita tunjukkan kepada mereka bahwa dengan bersyariat kita menjadi baik. Karena, kadang mereka beranggapan bahwa orang yang bersyariat itu justru tambah buruk. Maka kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa syariat itu merupakan hal yang benar dan baik.
Kedua, kita harus berdakwah atau berdialog dengan mereka. Karena dakwah itu bisa memberikan uswah dan bisa mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.
Moh. Fakhri As Shiddiqy | Annajahsidogiri.id