Istilah “Dzat” yang disematkan kepada Allah sebenarnya bukan sesuatu yang patut untuk dipertanyakan, karena kata Dzat yang disematkan kepada Allah jelas berbeda dengan “zat” yang dimaksud dalam ilmu-ilmu sains atau eksakta. Makna tersebut dapat kita pahami dengan merujuk pada kamus-kamus bahasa, baik bahasa Arab atau bahasa Indonesia, di mana kata zat dalam bahasa Indonesia memang diserap dari kata “Dzat” (الذات) dalam bahasa Arab.
- Louis Ma’luf al-Yasu’i (seoarang pakar bahasa beragama Katolik dari Lebanon) dalam karyanya, Kamus al-Munjid, juga membenarkan bahwa Allah adalah Nama bagi Tuhan Sang Pencipta dan merupakan Dzat. Beliau berkata:
الله : اسْمُ الذَّاتِ الْوَاجِبِ الْوُجُودِ.
Allah: Ialah nama suatu Dzat yang Maha Ada dan wajib ada keberadaan-Nya.[1]
Juga, seorang pakar bahasa Arab yang bernama Hans Wehr, dari Kristen Protestan, dalam karyanya yang bernama, Arabic-English Dictionary The Hans Wihr Dictionary of Modern Written Arabic, berkata:
ذات ج : ذوات
Essence, Nature, Self, Person, Personality.[2]
Jadi, makna “Dzat” yang disematkan kepada “Allah” itu bukanlah zat yang pahami oleh ahli sains sebagai “bahan yang merupakan pembentuk suatu benda” atau zat yang bermakna “unsur-unsur benda”, akan tetapi maknanya adalah “esensi”, “wujud”, atau “hakikat”. Jadi, kata “Zat Allah” bermakna wujud Allah, atau esensi Allah, atau hakikat keberadaan Allah.
Makna yang sudah terang benderang seperti itu sebenarnya dapat dengan mudah kita temukan penjelasannya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB). Di sana dijelaskan bahwa kata “zat” itu memiliki beberapa makna, sebagai berikut:
- Bermakna wujud, hakikat (Allah); — Allah.
- Bermakna yang menyebabkan sesuatu menjadi ada.
- Bermakna bahan yang merupakan pembentuk (bagian-bagian yang mendukung) suatu benda; unsur.
Tentu saja, kata “Dzat Allah” merujuk pada makna yang pertama dalam KBBI tersebut, yakni bermakna wujud atau hakikat Allah. Dan ternyata, paham ini juga dikonfirmasi oleh kitab suci Kristen, yaitu Bible/al-Kitab,
- Maka Ialah menjadi cahaya kemuliaan Allah dan ZAT Allah yang kelihatan. (Ibarani 1: 3 TL)
- Dialah cahaya kemuliaan Allah, perwujudan yang sempurna dari ZAT (Ibrani 1: 3 Shellabear 2011)
- Maka oleh sebab kita dijadikan Allah, tiadalah patut kita menyangkakan ZAT Allah itu serupa dengan emas atau perak atau batu yang berukir dengan kepandaian dan akal manusia. (Kisah para rasul 17: 29 TL).
Komparasi
Benarkah “Tuhan adalah roh” adalah sebuah doktrin mutlak dalam Bible? Apakah doktrin tersebut berasal dari ajaran Yesus sendiri? Ataukah hanya interpretasi spekulatif yang lahir dari keputusasaan teologis? Kita akan bedah melalui bahasa aslinya, tafsir para rabi Yahudi, dan kritik teks dari Bible sendiri.
- Kejadian 1: 2, Roh Allah atau Angin dari Allah?
Kristen sering kali mengambil frasa dari Perjanjian Lama untuk membenarkan ajarannya, termasuk istilah “Roh Allah” dalam Kejadian 1:2. Mereka mengklaim, “Lihat! Tuhan adalah Roh!” Padahal, teks Ibrani mengatakan:
וְהָאָ֗רֶץ הָיְתָ֥ה תֹ֙הוּ֙ וָבֹ֔הוּ וְחֹ֖שֶׁךְ עַל־פְּנֵ֣י תְה֑וֹם וְר֣וּחַ אֱלֹהִ֔ים מְרַחֶ֖פֶת עַל־פְּנֵ֥י הַמָּֽיִם׃
The earth being unformed and void, with darkness over the surface of the deep and a wind from God sweeping over the water.
Bumi belum terbentuk dan kosong, dengan kegelapan menutupi permukaan samudra, dan angin dari Tuhan bertiup di atas permukaan air.[3]
Baca Juga; Allah Maha Penyesat?
Kata רוּחַ (ruach) bukan berarti “roh” saja. Ia juga berarti angin, napas, atau hembusan. Rabi Abraham Ibn Ezra menjelaskan bahwa ini bisa berarti “angin dari Tuhan” yang berembus di atas air, bukan roh sebagai entitas makhluk atau pribadi Tuhan.[4]
AND THE SPIRIT OF GOD. Ru’ach (wind) is in the construct with Elohim (God) because it was the medium employed by God to dry the land.
DAN ANGIN DARI TUHAN. Ru’ach (angin) ada dalam konstruksi dengan Elohim (Tuhan) karena itu adalah media yang digunakan oleh Tuhan untuk mengeringkan tanah.
Dalam komentar Rashi (Rabi Shalomo Yitzchaki) atas Kejadian 1: 2 di Sefaria, ia menafsirkan “Roh Allah” sebagai kemuliaan ilahi (Shekhinah) yang melayang-layang seperti burung merpati di atas sarangnya, atas perintah Allah, bukan sebagai entitas independen atau pribadi Tuhan itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa istilah “Ruach Elohim” dalam pemahaman Yahudi tidak mendukung ide personifikasi roh sebagai pribadi ilahi. [5]
The throne of Divine Glory was standing in space, hovering over the face of the waters by the breath of the mouth of the Holy One, blessed be He, and by His command, even as a dove hovers over its nest.
Singgasana Kemuliaan Ilahi berdiri di angkasa, melayang di atas permukaan air oleh hembusan mulut Yang Maha Kudus, terberkatilah Dia, dan oleh perintah-Nya, seperti seekor merpati yang melayang di atas sarangnya.
Dalam diskusi para rabi Yahudi, frasa ini dikaitkan dengan kekuatan ciptaan, bukan sebagai sifat esensial Tuhan. Tidak ada konsensus rabinik bahwa Tuhan adalah “roh” secara ontologis.[6]
וְאָמַר רַב יְהוּדָה אָמַר רַב: עֲשָׂרָה דְּבָרִים נִבְרְאוּ בְּיוֹם רִאשׁוֹן, וְאֵלּוּ הֵן: שָׁמַיִם וָאָרֶץ, תֹּהוּ וָבֹהוּ, אוֹר וָחֹשֶׁךְ, רוּחַ וּמַיִם, מִדַּת יוֹם וּמִדַּת לַיְלָה.
The Gemara continues to discuss Creation: Rav Yehuda said that Rav said: Ten things were created on the first day of Creation, and they are as follows: Heaven and earth; tohu and vohu, i.e., unformed and void; light and darkness; wind and water; the length of day and the length of night.
Gemara melanjutkan pembahasan tentang Penciptaan: Rav Yehuda berkata bahwa Rav berkata: Sepuluh hal diciptakan pada hari pertama Penciptaan, dan mereka adalah sebagai berikut: Langit dan bumi; tohu dan vohu , yakni tak berbentuk dan kosong; terang dan gelap; angin dan air; lamanya siang dan lamanya malam.
Jika Kristen bersikeras bahwa dalam kejadian 1: 2, diyakini bahwa esensi Tuhan mereka adalah roh, maka hal fatal yang mereka harus terima adalah, רוּחַ (ruach) itu diciptakan pada hari pertama, dengan begitu TUHAN MEREKA DICIPTAKAN!
Baca Juga; Buletin Tuiyah 305
Umat Kristen atau Katolik juga gemar mengutip Yohanes 4: 24 sebagai dalil dogmatis bahwa “Allah adalah roh.” Mereka menjadikan ayat ini sebagai dalil ontologis, bahwa hakikat Tuhan adalah roh, bukan jasmani, bukan fisik. Namun, jika kita kembali ke teks asli bahasa Yunani, yang secara eksplisit, maka kita akan menemukan sesuatu yang sangat mengherankan, seperti dalam biblehub:[7]
πνεῦμα ὁ θεός
pneuma ho theos
secara harfiah: “Roh [-] Allah” atau “Allah [-] roh.”
Kata “adalah” (εστιν / Estin) tidak muncul dalam teks Yunani asli.
Artinya: “Allah adalah roh” bukan kalimat absolut, melainkan tafsiran gramatikal yang disisipkan oleh para penerjemah. Dengan kata lain, terjemahan “Allah adalah roh” bukan pernyataan teologis mutlak.
Jika fondasi keimanan dibangun dari kata yang tidak tertulis, maka siapa yang sebenarnya sedang beriman? Umat Kristen atau penerjemah kitabnya?
M Fuad Abdul Wafi | Annajahsidogiri.id
[1] FT. Louis Ma’luf al-Yasu’i, Kamus al-Munjid, hal. 16.
[2] Hans Wehr, Arabic-English Dictionary The Hans Wihr Dictionary of Modern Written Arabic.
[3] https://www.sefaria.org/Genesis.1.2?lang=bi&aliyot=0.
[4] https://www.sefaria.org/Ibn_Ezra_on_Genesis.1.2.4?lang=bi.
[5] https://www.sefaria.org/Rashi_on_Genesis.1.2.5?lang=bi.
[6] https://www.sefaria.org/Chagigah.12a.5?lang=bi&with=all&lang2=en.
[7] https://biblehub.com/interlinear/john/4-24.htm.