Menjawab Syubhat Hadis Jariyah
Pada bagian pertama, telah kami jelaskan panjang-lebar perihal Isra-Mikraj yang mengindikasikan keberadaan Allah ﷻ di langit serta jawaban tentang syubhat-syubhatnya. Nah, pada artikel ini, akan kami bahas seputar dalil-dalil lain yang mengandung syubhat dan kerap kali dijadikan argumentasi bahwa Allah berada di atas. Simak penjelasan di bawah ini.
Dalam sebuah hadis riwayat Sayidina Muawiyah -atau yang lebih dikenal dengan hadis jâriyah– disebutkan:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ: بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللهُ، فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ. فَقُلْتُ: وَاثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ؟ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيْهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي، لَكِنِّي سَكَتُّ. فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، فَوَاللهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي. قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ، إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ. أَوْ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ، وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ! قَالَ فَلَا تَأْتِهِمْ. قَالَ وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ! قَالَ ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلَا يَصُدَّنَّهُمْ. – قَالَ ابْنُ الصَّبَّاحِ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ -. قَالَ قُلْتُ وَمِنَّا رِجَالٌ يَخُطُّونَ! قَالَ كَانَ نَبِيٌّ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ يَخُطُّ فَمَنْ وَافَقَ خَطَّهُ فَذَاكَ.
قَالَ وَكَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى غَنَمًا لِي قِبَلَ أُحُدٍ وَالْجَوَّانِيَّةِ، فَاطَّلَعْتُ ذَاتَ يَوْمٍ فَإِذَا الذِّيبُ قَدْ ذَهَبَ بِشَاةٍ مِنْ غَنَمِهَا، وَأَنَا رَجُلٌ مِنْ بَنِي آدَمَ آسَفُ كَمَا يَأْسَفُونَ لَكِنِّي صَكَكْتُهَا صَكَّةً، فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَظَّمَ ذَلِكَ عَلَيَّ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا أُعْتِقُهَا؟ قَالَ: ائْتِنِي بِهَا. فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَقَالَ لَهَا: أَيْنَ اللهُ؟. قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ: مَنْ أَنَا؟ قَالَتْ: أَنْتَ رَسُولُ اللهِ. قَالَ: أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ
“Dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami, ia berkata, ‘Ketika aku salat bersama Rasulullah ﷺ tiba-tiba ada seseorang yang bersin. Kemudian aku berdoa, ‘Yarhamukallâh.’ Kemudian orang-orang mengarahkan pandangannya kepadaku. Lalu aku berkata, ‘Celaka aku, kenapa kalian memandangiku seperti itu?’ Kemudian mereka menepukkan tangan ke paha mereka (sebagai isyarat agar aku diam). Maka akupun diam. Seusai melaksanakan salat, Rasulullah ﷺ memanggilku -demi ayah dan ibuku- aku belum pernah menemui seorang pengajar, sebelum dan sesudahnya, yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak pernah membentakku, memukulku dan mencelaku. Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya salat ini tidak layak di dalamnya ada sesuatu dari ucapan manusia, selain tasbih, takbir, dan bacaan al-Quran.’ Atau, apa yang seperti sabda Rasullullah ﷺ.’
Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang baru keluar dari jahiliyah. Lalu Allah membawa agama Islam kepada kami, namun di antara kami ada yang suka mendatangi dukun.’ Beliau menjawab, ‘Janganlah kalian mendatangi mereka.’ Muawiyah berkata, ‘Dan di antara kami masih ada yang suka tathayyur (meramal nasib dengan suatu hal).’ Rasulullah bersabda, ‘Itu hanya ilustrasi hati mereka saja, karena itu janganlah hal itu menghalangi mereka.’ Ibnush-Shabah berkata (dalam riwayat lain), ‘Janganlah hal itu menghalangi kalian.” Aku (Muawiyah) bertanya, ‘Di antara kami ada juga beberapa yang meramal nasib dengan membuat garis.’ Beliau bersabda, ‘Ada di antara para nabi yang meggunakan praktek itu, maka siapa saja yang garisnya tepat dengan garis nabi itu, tepatlah ia.’[1] (HR. Muslim, 381).
Muawiyah berkata, ‘Aku memiliki seorang budak wanita yang menggembalakan beberapa ekor kambingku ke arah Uhud dan Jawaniyah. Suatu ketika, aku pergi menemuinya, tiba-tiba waktu itu ada seekor serigala yang menerkam dan membawa lari seekor kambing (yang dikembala olehnya). Aku adalah anak Adam yang memiliki belas kasihan kepada orang lain sebagaimana mereka (orang lain). Akan tetapi, aku (tidak tahan dan) memukul budak wanita itu. Lalu aku mendatangi Rasulullah dan berkata, ‘Tidakkah aku merdekakannya saja?’ Beliau bersabda, ‘Bawalah ia kepadaku’. Lalu aku bawa dia menghadap beliau, kemudian beliau bersabda, ‘Dimanakah Allah?’ Dia menjawab, ‘Di langit.’ Nabi melanjutkan, ‘Siapakah aku?’ Budak wanita itu menjawab, ‘Engkau adalah Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Merdekakanlah dia, karena dia telah beriman’.”
Redaksi terakhir pada hadis di atas seakan-akan mengindikasikan akan keberadaan Allah di langit. Hadis ini sering disebut sebagai hadis jâriyah (budak wanita). Jawaban budak wanita milik sahabat Muawiyah bin al-Hakam di atas kerap kali dijadikan dalil oleh kelompok Wahabi akan keberadaan Allah di langit.
Untuk mengupas paham sesat akan syubhat dalam hadis ini, simak pembahasan berikut:
Redaksi Hadis
Jika kita telisik hadis jâriyah di atas, maka akan banyak kita dapati hadis serupa dengan menggunakan redaksi yang berbeda, yang mana antara satu redaksi dengan yang lain terdapat perbedaan yang mencolok. Pertama, hadis yang redaksinya diucapkan langsung oleh perawi sendiri yakni shahabat Muawiyyah bin al-Hakam yang menceritakan tentang pertemuannya dengan Rasulullah ﷺ, sebagaimana riwayat dimuka dan riwayat dari jalur Atha’ bin Yasar. Kedua, adalah matan hadis yang tidak diredaksikan oleh sahabat Muawiyyah, melainkan dari shahabat lain yang mengetahui kejadian itu, sebagaimana riwayat darijalur Ibnu Juraij dan hadis setelahnya. Sebagaimana berikut:
عَن عَطاء بن يسَار قَالَ حَدَّثَنِي صَاحِبُ الْجَارِيَةِ نَفْسَهُ قَالَ-صَاحِبُ الجَارِيَةِ- كَانَتْ لِي جَارِيَةٌ تَرْعَى -الْحَدِيث وَفِيهِ- فَمَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ إِلَيْهَا وَأَشَارَ إِلَيْهَا مُسْتَفْهِمًا مَنْ فِي السَّمَاءِ قَالَتْ اللَّهُ قَالَ فَمَنْ أَنَا قَالَتْ أَنْتَ رَسُولُ اللَّه قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُسْلِمَةٌ
“Dari Atha’ bin Yasar, dia berkata, ‘Pemilik budak (sahabat Muawiyyah) memberi tahuku dan berkata: ‘Aku mempunyai seorang budak wanita -lalu menyebutkan hadis sebagai mana di atas dan di dalam riwayat ini terdapat redaksi- lalu Nabi mengulurkan tangan padanya (budak wanita) seraya mengisyaratkan sebuah pertanyaan ‘Siapakah yang berada di langit?’ budak itu menjawab, ‘Allah’. Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Siapa aku?’ Dia berkata: ‘Kamu adalah Utusan Allah’. Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Bebaskanlah dia, dia adalah wanita Muslimah’.”[2]
Ada juga hadis serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dalam kitab al-Mushannaf, namun menggunkan redaksi yang berbeda. Sebagaimana hadis berikut:
عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ أَنَّ رَجُلًا كَانَتْ لَهُ جَارِيَةٌ فِي غَنَمٍ تَرْعَاهَا، وَكَانَتْ شَاةُ صَفِيٌّ، يَعْنِي غَزِيرَةً فِي غَنَمِهِ تِلْكَ، فَأَرَادَ أَنْ يُعْطِيَهَا نَبِيّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَجَاءَ السَّبُعُ فَانْتَزَعَ ضَرْعَهَا، فَغَضِبَ فَصَكَّ وَجْهَ جَارِيَتِهِ، فَجَاءَ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ، وَذَكَرَ أَنَّهَا كَانَتْ عَلَيْهِ رَقَبَةٌ مُؤْمِنَةٌ وَافِيَةٌ، قَدْ هَمَّ أَنْ يَجْعَلَهَا إِيَّاهَا حِينَ صَكَّهَا، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ايْتِنِي بِهَا! فَسَأَلَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: أَتَشْهَدِينَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ؟ قَالَتْ:نَعَمْ، وَأَنَّ الْمَوْتَ وَالْبَعْثَ حَقٌّ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ حَقٌّ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: أَعْتِقْ أَوْ أَمْسِكْ؟
“Dari Ibnu Juraij, dia berkata, ‘Atha’ bin Yasar menceritakan padaku bahwasanya seorang lelaki mempunyai budak wanita yang menggembala kambingnya, dan kambing itu bagus. Kemudian lelaki itu hendak memberikannya pada Nabi, lalu serigala datang merobek perut kambing itu hingga lelaki itu marah lalu memukul keras wajah budak wanita tersebut. Kemudian dia datang pada Rasulullah lalu menceritakan kejadian itu lalu dia berkata bahwa dia punya kewajiban memerdekakan budak wanita Mukminah yang mencukupi syarat untuk dia merdekakan. Ia memiliki niatan untuk memerdekakan budak tersebut di kala memukulnya. Nabi lalu berkata, ‘Bawa dia kemari’. Lalu Nabi bertanya pada budak tersebut, ‘Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya’. ‘Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya’. ‘Dan bahwa kematian dan bangkit dari mati adalah benar?’ Dia menjawab, ‘Ya’. ‘Dan bahwa surga dan neraka adalah nyata?’ Dia menjawab, ‘Ya’. Setelah selesai, Nabi bersabda, ‘Silakan merdekakan dia atau boleh juga tidak kamu merdekakan[3]’.”
Dalam redaksi lain riwayat Ubaidillah bin Abdillah disebutkan:
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجَارِيَةٍ لَهُ سَوْدَاءَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةٌ مُؤْمِنَةٌ فَإِنْ كُنْتَ تَرَاهَا مُؤْمِنَةً أُعْتِقُهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَشْهَدِينَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدِينَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَتُوقِنِينَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْتِقْهَا
“Dari Ubaidillah bin Abdillah bin ‘Utbah bin Mas’ud berkata: ‘Seorang lelaki Ansar datang kepada Rasulullah ﷺ membawa budaknya yang hitam, kemudian dia berkata, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, saya mempunyai budak yang mukmin, jika Anda melihatnya beriman, maka akan saya bebaskan.’ Rasulullah ﷺ lalu bertanya kepada si budak wanita: ‘Apakah engkau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau percaya akan ada hari berbangkit setelah kematian?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah pun bersabda: ‘Bebaskan dia!’.[4]
Klarifikasi
Dari empat hadis-hadis yang telah kami paparkan, dapat kita simpulkan bahwa terdapat kejanggalan pada redaksi hadis riwayat sahabat Muawiyah. Meski datang dari orang yang sama, namun malah timbul redaksi hadis yang berbeda. Pada hadis pertama menggunakan redaksi أَيْنَ اللهُ (sebuah pertanyaan). Sedangkan, pada riwayat lain, untuk menanyakan si budak, Rasulullah hanya menggunakan isyarat saja sebagaimana redaksi pada hadis yang kedua. Oleh karenanya, sebagian ulama, seperti Dr. Syekh Umar Abdullah Kamil menanggapi hadis yang menggunakan redaksi فِي السَّمَاء dan berpendapat bahwa itu hanyalah penggambaran sahabat Muawiyah pada pahamnya sendiri.Opini ini juga didukung dengan realita bahwa ketika itu sahabat Muawiyah bukanlah termasuk dari sahabat yang memahami ilmu Agama secara mendalam. Terbukti, ketidaktahuan beliau perihal hukum mendoakan orang bersin dan berbicara dalam salat yang tidak diperbolehkan, disinggung pula bahwa beliau baru masuk Islam. Sebagaimana yang sudah tecantum dalam hadis pertama.[5]
Di sisi lain, redaksi yang disampaikan oleh selain beliau seperti riwayat dari jalur sahabat Atha’ bin Yasar dan Ubaidillah (hadis ketiga dan keempat) malah tidak sidikitpun menyebut lafaz فِي السَّمَاءِ sama sekali. Lebih janggal lagi, tidak ditemukan dalam al-Qur‘an dan hadis yang menyebutkan, bahwa untuk menyatakan keislaman seseorang bisa dengan cara menanyakan “Di mana Allah?” kecuali dari satu hadis ini.[6]
EKholil | Annajahsidogiri.id
[1] Al-Imam Muslim, Shahîh Muslim (1/537)
[2] Adz-Dzahabi, al-ʹUluwwu (hlm. 15)
[3] Abdu ar-Razaq as-șanʹany dalam kitab al-Musannaf (9/170)
[4] Al-Imam Malik, al-Muwața’: hlm.1471.
[5] Dr. Umar Abdillah Kamil dalam kitab Al-Inshâf (hlm. 337-342)
[6] Dr. Umar Abdillah Kamil dalam kitab Al-Inshâf (hlm. 344)