Kristiani
Dalam iman kami, kesesatan datang dari Iblis, bukan dari Tuhan. Sesat adalah sebuah perkara yang buruk, dan Tuhan mustahil mendatangkan keburukan kepada hambanya. Lain halnya dengan Islam, yang secara tegas dalam al-Quran disebutkan, Allah adalah Maha Penyesat.
Muslim
Allah mendatangkan kesesatan bukan tanpa sebab, melainkan efek dari kefasikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Fasik adalah orang yang merehkan dosa dan berani melanggar aturan-Nya. Secara tegas Allah g menyampaikan bahwa kesesatan akan Allah datangkan bagi mereka yang fasik, sebagaimana dalam ayat berikut:
وَمَا يُضِلُّ بِهٖٓ اِلَّا الْفٰسِقِيْنَۙ (البقرة: 26)
Namun, tidak ada yang Dia sesatkan dengan (perumpamaan) itu, selain orang-orang fasik. (QS. Al-Baqarah: 26).
Iblis didatangkan kepada kesesatan karena kefasikannya. Dia menentang aturan Allah untuk sujud kepada Nabi Adam. Dengan sifat kesombongannya ia berkata, bahwa dirinya tercipta dari api sedangkan Nabi Adam dari tanah. Ia memahami seolah kemuliaan datang dari bahan apa ia diciptakan, bukan dengan menjalani perintah Allah dan menjauhi larangannya (takwa).
Pertanyaan yang mungkin terlintas dibenak kita adalah, mengapa Nabi Adam Allah ampuni kekhilafannya, sedangkan Iblis tidak? Dalam hal ini, al-Imam as-Samarqandi menjelas-kan sebagai berikut:
قُبِلَتْ تَوْبَةُ آدَمَ n لِخَمْسِ خِصَالٍ، وَلَمْ تُقْبَلْ تَوْبَةُ إِبْلِيْسَ لَعَنَهُ اللهُ لِخَمْسِ خِصَالٍ: فَآدَمُ أَقَرَّ عَلَى نَفْسِهِ بِالذَّنْبِ، وَنَدَمَ عَلَيْهِ، وَلَامَ نَفْسَهُ وَأَسْرَعَ بِالتَّوْبَةِ وَلَمْ يَقْنُطْ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ تَعَالىَ. وَإِبْلِيْسُ ﻟَﻌَﻨَﻪُ اﻟﻠﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻘِﺮَّ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻪِ، وَﻟَﻢْ ﻳَﻨْﺪَمَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ، وَﻟَﻢْ ﻳَﻠُﻢَّ ﻧَﻔْﺴَﻪُ، وَﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺮَعْ ﻓِﻲ اﻟﺘَّﻮْﺑَﺔِ، وَﻗَﻨَﻂَ ﻣِﻦْ رَﺣْﻤَﺔِ اﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ.
Tobat Adam diterima karena lima alasan. Dan tobat Iblis tidak diterima oleh Allah karena lima hal. Adam mengakui dosanya, menyesalinya, mencela dirinya sendiri, dan segera bertaubat serta tidak putus asa dari rahmat Allah c.
Sedangkan Iblis laknatullah tidak mengakui dosanya, tidak menyesalinya, tidak mencela dirinya sendiri, tidak segera bertaubat, dan putus asa dari rahmat Allah c.[1]
Perbandingan antara Adam dan Iblis dalam hal tobat ini menunjukkan bahwa penerimaan tobat oleh Allah sangat bergantung pada kesediaan seseorang untuk mengakui kesalahan, menyesali, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Iblis, sebaliknya, menunjukkan sikap sombong dan putus asa, yang membuatnya tidak diterima tobatnya.
Baca Juga; Allah Menggunakan Kata Kami
Maksud dari “Allah menyesatkan seorang hamba” dalam al-Quran dan ajaran Islam dapat dipahami dalam beberapa konteks:
- Hukuman atas kesombongan dan keingkaran: Allah menyesatkan seseorang sebagai hukuman atas kesombongan, keingkaran, atau penolakan terhadap kebenaran yang telah jelas. Dalam hal ini, Allah membiarkan orang tersebut terjerumus dalam kesesatan sebagai konsekuensi dari pilihan dan perbuatannya sendiri. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Baqarah ayat ke 10:
فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًاۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ. (البقرة: 10)
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya dan mereka mendapat azab yang sangat pedih karena mereka selalu berdusta. (QS. Al-Baqarah: 10).
- Ujian dan cobaan: Allah juga dapat menyesatkan seseorang sebagai bentuk ujian atau cobaan untuk melihat bagaimana respons dan sikap orang tersebut dalam menghadapi kesulitan atau ketidakpastian, seperti dalam surah al-Anbiya ayat ke 35:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةًۗ وَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ. (الأنبياء: 35)
Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS. Al-Anbiya: 35).
- Konsekuensi dari perbuatan manusia: Dalam banyak kasus, penyesatan dari Allah merupakan konsekuensi langsung dari perbuatan manusia itu sendiri. Ketika seseorang secara sengaja menolak petunjuk dan kebenaran, Allah dapat membiarkannya terjerumus dalam kesesatan sebagai bentuk keadilan Ilahi. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam surah Yunus ayat ke 100 berikukut:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ اَنْ تُؤْمِنَ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِۗ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يَعْقِلُوْنَ. (يونس: 100)
Tidak seorang pun akan beriman, kecuali dengan izin Allah, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang yang tidak mau mengerti. (QS. Yunus: 100).
- Sifat rahmat dan keadilan Allah: Konsep penyesatan dalam Islam juga seringkali dihubungkan dengan sifat rahmat dan keadilan Allah. Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, tetapi ini selalu dalam koridor keadilan dan hikmah Ilahi yang mungkin tidak sepenuhnya dapat dipahami oleh manusia. Dalam surah al-An‘am 39 ditegaskan:
وَالَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا صُمٌّ وَّبُكْمٌ فِى الظُّلُمٰتِۗ مَنْ يَّشَاِ اللّٰهُ يُضْلِلْهُ وَمَنْ يَّشَأْ يَجْعَلْهُ عَلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ. (الأنعام: 39)
Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami (seperti orang yang) tuli dan bisu, serta berada dalam berbagai kegelapan. Siapa yang dikehendaki Allah (dalam kesesatan), niscaya disesatkan-Nya. Siapa yang dikehendaki Allah (dalam petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus. (QS. Al-An‘am: 39).
Dalam teologi Islam, penting untuk diingat bahwa Allah c adalah Maha Adil dan Maha Bijaksana dalam setiap keputusan dan tindakan-Nya. Oleh karena itu, penyesatan dari Allah selalu dalam konteks yang lebih luas dari sekadar tindakan sewenang-wenang, akan tetapi lebih merupakan konsekuensi dari pilihan manusia dan hikmah Ilahi yang kompleks.
Komparasi
Hemat kami, sebelum kalian melontarkan tuduhan buruk kepada Allah hanya dengan bermodal terjemahan dan kesimpulan cabang pribadi, sebaiknya mari kita lihat keterangan yang tertera dalam kitab suci kalian, dengan standar yang sama, yaitu menggunakan terjemahan dan memaknainya secara literal.
Perjanjian Lama
- Keluaran 4:21 (TB)
“Firman TUHAN kepada Musa: ‘Pada waktu engkau berjalan pulang untuk kembali ke Mesir, ingatlah segala mujizat yang telah Kutugaskan kepadamu. Harus kauperbuat di hadapan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi’.”
Berdasarkan penjelasan ini, Tuhanlah yang mengeraskan hati Firaun supaya dia tidak taat, dan agar dia tidak membiarkan bangsa Israel pergi. Siapa yang mematikan kehendak bebas? Tuhan mereka sendiri!
- Ulangan 2:30 (TB)
“Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau membiarkan kita lewat padanya, sebab TUHAN, Allahmu, telah mengeraskan hatinya dan membuat hatinya keras, supaya Ia menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.
Baca Juga; Betis dan Kaki Allah
Lagi-lagi, Tuhan mengeraskan hati seorang raja — kali ini Raja Sihon — supaya ia akhirnya dihancurkan. Jadi bukan semata-mata kejahatan Raja Sihon, tapi karena Tuhan mendesain jalannya.
- 1 Samuel 6:6 (TB)
“Mengapakah kamu mengeraskan hatimu seperti orang Mesir dan Firaun mengeraskan hati mereka? Bukankah setelah TUHAN mempermainkan mereka, mereka membiarkan orang Israel pergi, sehingga mereka dapat pergi?”
Ayat ini menjelaskan, bukan hanya Firaun yang keras kepala, tapi Tuhan mempermainkan mereka dulu sebelum akhirnya membiarkan Israel keluar.
- Yesaya 63:17 (TB)
“Mengapa Engkau, ya TUHAN, membuat kami tersesat dari jalan-Mu, membuat hati kami keras sehingga kami tidak takut kepada-Mu? Kembalilah oleh karena hamba-hamba-Mu, suku-suku milik pusaka-Mu!”
Yesaya sendiri mengakui: “Engkau, Tuhan, membuat kami tersesat!” Bahkan Tuhan yang membuat hati mereka keras?
- Yehezkiel 14:9 (TB)
“Apabila nabi itu dibiarkan terbujuk untuk mengatakan sesuatu, maka Aku, TUHAN, telah membujuk nabi itu; Aku akan mengacungkan tangan-Ku melawan dia dan melenyapkan dia dari tengah-tengah umat-Ku Israel.”
Tuhan mengaku: “Akulah yang membujuk nabi itu!” Bayangkan, Tuhan sendiri yang menjebak, lalu menghukum nabi yang Dia buat salah.
Perjanjian Baru
- Roma 11:8 (TL 1954) [2]
“Seperti ada tertulis: ‘Allah telah memberikan kepada mereka suatu roh peniduran, mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar, sampai hari ini’.”
Paulus berkata dengan jelas: “Allah memberikan roh peniduran supaya mereka tidak bisa melihat dan tidak bisa mendengar”. Bukankah ini artinya kebutaan dan ketulian datang dari Tuhan juga?
- 2 Tesalonika 2:11-12 (TB)
“Itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta, supaya dihukum semua orang yang tidak percaya akan kebenaran dan yang suka kejahatan.”
Allah sendiri mendatangkan kesesatan, supaya mereka percaya kebohongan, supaya mereka dihukum. Apakah ini bukan Tuhan yang “menyesatkan siapa yang Dia kehendaki” seperti yang mereka tuduhkan pada Allah Islam?
- Fuad Abdul Wafi | Annajahsidogiri.id
[1] As-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, hal. 179. Cet. Darul Fikri.
[2] https://alkitab.sabda.org/verse.php?book=45&chapter=11&verse=8