Hai sahabat #SerialAkidahAwam! Kali ini saya akan melanjutkan pembahasan kitab Aqidatul-Awam mengenai Allah Mahakaya. Hal ini terungkap dalam nazam yang sama, yang berbunyi:
وَقَـائِمٌ غَـنِـيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ ۞ قَـادِرٌ مُـرِيـْدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ
“Allah berdiri sendiri, Mahakaya, Maha Esa, Mahahidup, Mahakuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu”
Pada nazam di atas, kata Ghany merupakan sifat dari Qaim. Bisa dikata, bahwa Allah Mahakaya atau bisa diterjemah Allah tidak membutuhkan sesuatu apapun merupakan penjelas dari sifat Qiyamuhu bi Nafsihi. Hal ini tercantum dalam Fathul-Allam (36).
Maka dari itu, beberapa kitab, termasuk di antaranya Khulashatul-Kalam (15) mendefinisikan Qiyamuhu bi Nafsihi Allah tidak membutuhkan kepada yang lain. Allah Mahakaya, dan selain Allah butuh kepada Allah.
Mengapa Allah Mahakaya?
Allah pasti Maha kaya. Karena kalau sebaliknya, alias Allah masih membutuhkan sesuatu, maka Allah tidak kidam. Karena sesuatu yang masih membutuhkan yang lain, menandakan ketidakkidaman sesautu tersebut.
Allah pasti kidam, sebagaimana yang telah dibahas pada serial akidah awam episode lawas, maka berarti Allah juga Mahakaya dari yang lain. Alias tidak membutuhkan yang lain. Keterangan semacam ini bisa Anda temukan dalam kitab Ghayatul-Maram (11).
Lantas apa perbedaan antara kekayaan makhluk dengan kekayaan Allah?
Perbedaannya jelas sekali. Kekayaan makhluk masih bergantung kepada sebab. Bila penyebab kekayannya habis, maka seketika itu juga status “kaya” menghilang.
Semisal, dia dikatakan kaya karena mendapatkan uang sebesar 100 juta, lantaran kalah bermain catur. Nah, bila uang 100 juta itu ludes, maka status kayanya pun juga hilang. (Ini sekadar contoh, tidak lebih!)
Berbeda dengan kekayaan Allah. Kekayaan Allah tidak tidak bergantung kepada sebab. Oleh karenanya, dalam Hadits Arba’in, ada sebuah hadis yang bebunyi:
يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا, يَاعِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَانَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا,
“Wahai hamba-hamba-Ku, kalau seandainya orang-orang pertama di antara kalian dan orang-orang terakhir (belakangan) baik manusia atau jin semua berada pada satu hati yang paling bertakwa diantara kalian, tidaklah hal itu menambah atas kerajaan (kekuasaan)-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, jika orang-orang yang pertama dan terakhir dari kalian semua berada pada satu hati yang paling durhaka diantara kalian, tidaklah hal itu akan mengurangi kerajaan (kekuasaan)-Ku sedikitpun.”
(HR. Muslim)
Maka dari itu, jelaslah bahwa kekayaan Allah sama-sekali tidak bergantung kepada apapun. Kalau masih bergantung, ya, namanya tidak Mahakaya. Karena Mahakaya adalah ungkapan dari Allah tidak membutuhkan sesuatu apapun.
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id