وَلَوْ اَنَّا عَمِلْنَا كُلَّ حِينٍ # لِاَحْمَدَ مَوْلِدًا قَدْ كَانَ وَاجِبْ
Seandainya kami melakukan perayaan Maulid untuk Ahmad (Nabi Muhammad) setiap saat, maka itu memang sudah semestinya (wajib) demikianlah adanya.
Begitulah bunyi salah satu isi syair yang digubah oleh Imam Abdur Rahman ad-Daiba‘i di dalam kitabnya yang berjudul Maulid ad-Daiba‘i. Kitab ini sering dibaca oleh orang-orang NU, terutama saat malam Jumat tiba. Tak heran jika Imam ad-Daiba‘i mengatakan demikian. Sebab, kelahiran Nabi Muhammad merupakan salah satu anugerah terbesar yang Allah berikan kepada kita. Tanpa beliau, niscaya kita tidak akan merasakan nikmat Islam dan iman. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi kita, sebagai umatnya, untuk mengadakan maulid Nabi, karena dengan maulid Nabi, kita bisa mengingat kembali bagaimana perjuangan beliau demi umatnya.
Perlu diketahui, acara maulid itu tidak harus sama dengan tradisi yang ada di masyarakat pada umumnya, seperti harus ada makanan dan lain-lain. Tanpa ada makanan sekalipun, kita bisa merayakan maulid. Sebab, yang dimaksud maulid adalah mengungkapkan kebahagiaan akan kelahiran Baginda Nabi Muhammad ﷺ, sebagaimana yang dipaparkan oleh Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki di dalam kitabnya, Hawlal-Ihtifâl bi Dzikrâ Maulidin-Nabî asy-Syarîf.[1]
Adapun cara untuk mengekspresikan kebahagiaan tersebut bisa dengan berbagai macam cara. Di antaranya, dengan berpuasa hari Senin, mendengarkan sirah Nabi Muhammad ﷺ, mendengarkan sanjung madah yang dihaturkan untuknya, memberikan makanan, dan idkhâlus-surûr kepada hati masyarakat.[2]
Baca Juga; Komentar Ulama Mengenai Maulid Nabi
Dengan demikian, apa yang menjadi tradisi di kalangan NU, berupa acara diba’an dan lain sebagainya, itu merupakan salah satu cara untuk mengungkapkan rasa kecintaan mereka kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Kecintaan inilah yang membuat mereka rela mengeluarkan berapapun harta mereka demi terlaksananya maulid Nabi mereka. Bahkan, tak jarang jika bulan Maulid tiba, perayaan maulid Nabi justru lebih besar dibandingkan acara-acara lainnya. Itulah mengapa perayaan ini mendapatkan perhatian lebih di hati masyarakat.
Namun juga perlu digarisbawahi, bahwa perayaan semacam ini tidak tertentu dilakukan pada bulan Maulid saja. Bahkan, kalau bisa mengadakan acara di setiap saat, niscaya itu merupakan suatu keharusan yang wajib kita lakukan untuk Nabi Muhammad ﷺ sebagaimana yang telah dikatakan oleh Imam Abdur Rahman ad-Daiba‘i di atas. Sebab, memberikan perhatian lebih kepada Nabi Muhammad ﷺ, baik dengan mengadakan maulid beliau atau dengan membaca sirah beliau, itu harus dilakukan kapanpun dan dimanapun, karena hal tersebut tidak terikat oleh waktu dan tempat.[3]
Mengadakan Maulid pada Bulan Kelahiran Nabi
Merayakan maulid pada bulan Rabiul Awal itu lebih dianjurkan karena pendorong untuk mengadakannya itu lebih kuat. Di samping karena bulan Rabiul Awal merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, beliau juga sangat getol dalam memperhatikan peristiwa-peristiwa besar yang berhubungan dengan agama Islam. Umpamanya hari Asyura’. Suatu saat, ketika datang ke Madinah, Nabi Muhammad melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa Asyura’. Lalu beliau bertanya mengapa mereka berpuasa pada hari itu? Mereka menjawab bahwa alasan mereka berpuasa ialah karena pada hari itu, Nabi Musa diselamatkan oleh Allah. Dan pada hari itu pula, Allah menenggelamkan Firaun beserta pasukannya. Sehingga, mereka pun berpuasa pada hari itu untuk mensyukuri nikmat yang diberikan Allah ﷻ. Mendengar jawaban itu, Nabi bersabda kepada mereka:
نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ
“Kami lebih berhak dan lebih pantas untuk memuliakan Musa daripada kalian.”
Hingga pada akhirnya, Nabi Muhammad juga berpuasa dan menyuruh umatnya untuk berpuasa pada hari itu.[4]
Jika orang Yahudi saja bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Musa yang berupa selamat dari Firaun, lantas, nikmat manakah yang lebih besar daripada kelahiran Nabi Muhammad ﷺ?
Sebagai umatnya, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memperingati kelahirannya. Lebih-lebih saat bulan Rabiul Awal tiba, karena bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang bertepatan dengan kelahiran Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Sehingga, memperingati maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal harus lebih ditekankan. Wallâhu a‘lam.
Mohammad Ishaqi Al-Ayyubi | Annajahsidogiri.id
[1] Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Hawlal-Ihtifâl bi Dzikrâ Maulidin-Nabî asy-Syarîf, hlm. 15.
[2] Ibid, hlm. 9.
[3] Ibid, hlm. 8.
[4] Mukhtashar fîs-Sîrah an-Nabawiyyah, hal: 7.