Istilah Hak asasi Manusia (HAM) adalah istilah yang tidak asing lagi di telinga masyarakat terutama masyarakat muslim. Perbincangan tentang masalah HAM bukanlah hal baru bagi mereka. Hal itu disebabkan banyaknya diskursus permasalahan yang terjadi di tengah mereka dan mereka yang mereka ketahui -baik dari sosial media atau surat kabar, selalu dibenturkan dengan HAM. Namun sayangnya tak sedikit dari mereka tidak tahu bagaimana HAM dalam Islam itu sendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Hak Asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan mendapatkan perlindungan atau juga diartikan dengan hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya. Istilah HAM ini muncul dari dunia Barat yang memang sangat menjunjung tinggi hak-hak manusia hingga di atas segalanya.
Islam sebagai agama rahmat, pastinya sudah mengatur hak-hak makhluk secara real, tak terkecuali manusia. Sehingga, dengan hak-hak itu, semua makhluk dapat menjalani kehidupannya dengan sempurna. Dengan artian, sebelum terbentuknya HAM di Barat, Islam sudah mengatur sedemikaian rupa tentang hak-hak manusia. Hal itu bisa kita lihat di dalam al-Quran yang mana memang telah mem-backup segala hak manusia sebagai hamba. Seperti dalam QS. Al-Isra’ [17]:33 dan QS. Al-An’am [06]:151 yang menjelaskan akan hak manusia untuk hidup. QS. Asyura’ [42]:15 yang menjelaskan akan hak manusia dalam mendapatkan keadilan dan masih masih banyak yang lainnya.
Di Barat, HAM banyak digunakan untuk menerjang suatu aturan yang menyalahi keinginan manusia; baik aturan politik maupun aturan agama. Sebab, HAM versi mereka dibangun atas dasar pemikiran filosofi yang lebih menitikberatkan terhadap pandangan yang bersifat anthroposentris yang berarti menjadikan manusia sebagai tolok ukur dalam berbagai permasalahan. Segala aturan tak berarti bagi mereka selagi aturan tersebut menyalahi hak-hak mereka.
Pandangan yang semacam itupun dibawa ke dalam Islam. Sehingga tak sedikit dari orang Islam malah membela pelaku kemaksiatan dengan dalih HAM. Seakan mereka melegalkan segala macam kemaksiatan bagi semua manusia sebab mereka mempunyai hak dalam hal itu. pendapat mereka sungguh berbahaya, lebih-lebih jika sampai dicerna mentah-mentah oleh orang awam. Sebab, HAM seakan merusak semua tatanan syariat yang telah tersusun rapi oleh agama di dalam al-Quran dan Hadis.
Baca Juga: Islam Liberal, Gerakan Anti Penegakan Syariat
Padahal, HAM dalam Islam tidaklah sama dengan versi Barat. HAM versi Islam dibangun atas dasar yang bersifat theosentris, yaitu tuhan Yang Maha Kuasa adalah tolok ukur dari segala permasalahan yang ada di dunia ini. Dengan artisan, yang mengatur segala urusan manusia di muka bumi adalah syariat agama yang telah disampaikan oleh Allah SWT di dalam al-Quran dan Hadis.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَهۡدِي لِلَّتِي هِيَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرٗا كَبِيرٗا
Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (QS. Al-Isra’ [17]: 09)
Jadi, benar tidaknya pekerjaan manusia itu tergantung pandangan syariat tentang pekerjaan itu, bukan malah melihat pada keinginan dan nafsu manusia semata. Sebab, di dalam Islam manusia bukanlah hanya memiliki hak yang harus mereka dapatkan namun mereka juga memiliki kewajiban yang harus mereka laksanakan.
Hak dan kewajiban bagi manusia bagaikan dua sisi koin yang saling melengkapi. Keduanya merupakan satu-kesatuan yang tidak bisa terpindahkan. Yang mana, jika kita berbicara hak manusia, maka seharusnya kita juga harus memikirkan kewajiban mereka sebagai hamba Allah SWT, yaitu melakukan apa yang diperintah dan menjauhi segala sesuatu yang dilarang. Begitu pula sebaliknya.
Termasuk kewajiban manusia yang wajib dilakukan ialah seperti yang disampaikan oleh Allah SWT dalam al-Quran yang berupa:
قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡيَ بِغَيۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُواْ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ يُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَٰنٗا وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. (Al-A’raf [07]: 33)
Dari ayat ini kita bisa melihat bahwa termasuk kewajiban manusia sebagai makhluk Allah ialah meninggalkan perbuatan keji, melakukan perbuatan dosa menyekutukan Allah dan yang lainnya. Di samping, mereka juga berhak mendapatkan hak mereka yang semestinya. Tidak cukup dengan itu, banyak lagi dalam al-Quran yang mengisyaratkan akan kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia.
Maka, tidaklah diperbolehkan bagi siapapun mengerjakan kemaksiatan dan sesuatu yang melanggar hukum syara’ hanya dengan alasan mereka mempunyai hak dalam pekerjaan itu. Sebab, selain memiliki hak manusia juga memiliki kewajiban yang harus dilakukan. Karena sejatinya, HAM dalam Islam merupakan anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada setiap individu manusia, oleh karenanya setiap individu harus memiliki tanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang diatur oleh Tuhan dengan melaksanakan yang diperintah dan menjauhi yang dilarang. Wallâhu a’lamu bisshawâb.
Nuris Syamsi Sifyan | AnnajahSidogiri.id