Konon, Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam pernah mengemukakan sebuah fatwa yang cukup menggegerkan. Pentolan ulama syafiiyah itu berpendapat bahwa segala bentuk bacaan yang dikirimkan kepada ahli kubur dianggap sia-sia.
Hanya saja, sebagaimana keterangan dari Imam al-Qurthubi dalam kitab al-Fauz al-‘Adzim Fii Liqail-Kariim, tepat ketika Syekh ‘Izzuddin mengembuskan napas terakhirnya, beberapa saat kemudian salah satu santri beliau bermimpi. Santri tersebut bertanya “Wahai Syekh, apakah benar pahala dari bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu tidak sampai?” Lalu dijawablah oleh beliau “Tidak begitu, pendapatku saat di dunia itu salah, ternyata pahala-pahala itu sampai kepada mayit”
Baca Juga: Tidak Mau Ziarah Kubur, Ketinggalan Zaman!
Akan tetapi, bagaimana dengan firman Allah SWT yang berbunyi;
وَاَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Artinya; dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya (an-Najm {39})
Terkait makna yang tersirat dalam surat di muka, persis hanya Imam Syafii sajalah yang bertendensi bahwa pahala bacaan alquran yang ditransfer kepada mayit sama sekali tidak sampai. Sebab hemat beliau, pemahaman yang terkandung dalam ayat tersebut menyatakan bahwa seorang manusia hanya mendapatkan apa yang menjadi usahanya pribadi, dengan kata lain, pahala orang lain tidak serta merta sampai kepadanya.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar Imam Syafii hanya mencukupkan pada pendapat di muka? Atau adakah pendapat kedua yang menjurus pada kata boleh sebagaimana pendapat Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam? Dan bagaimana sebenarnya pendapat ulama berkenaan dengan ayat di muka?
Senada dengan keterangan yang ditulis oleh Imam Jalaluddin asy-Syuyuti, ternyata Imam Syafii memiliki pendapat kedua (qaul jadid) seputar bacaan alquran. Ketika beliau ditanya oleh Imam az-Za’farani terkait hukum membaca alquran di kuburan, beliau menjawab tidak apa-apa. Lalu dari pendapat kedua inilah, Imam an-Nawawi menuangkan perspektifnya dalam kitab Syarh Muhadzab, bahwa sunah hukumnya bagi peziarah kubur agar membacakan ayat-ayat alquran dan mendoakan mayit dengan doa-doa yang baik.
Adapun pemahaman yang benar ihwal ayat di atas, ulama masih bersilang pendapat. Menurut Imam Rabi’ bin Anas, lafal الإنسان dalam ayat tersebut khusus kepada orang kafir. Sebab itulah orang kafir selamanya tidak akan menperoleh hadiah pahala dari orang yang masih hidup. Sedangkan menurut sahabat ‘Ikrimah, ayat tersebut khusus kepada umat Nabi Ibrahim dan Nabi Musa AS. Maka dari kekhususan ayat tersebut, umat Nabi Muhammad SAW tetap bisa merasakan siraman pahala dari orang yang masih hidup. Wallahu ‘a’lam.
Khoiron Abdullah | Annajahsidogori.id