Pembahasan tentang tema khilafah selalu menjadi perbincangan yang menarik, terutama ketika dikaitkan dengan konteks saat ini, khususnya dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat ini dalam konteks perpolitikan di tanah air, terdapat beragam gerakan yang orientasinya pada penegakan syariat Islam secara total seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), demi membangun dan menegakkan sistem khilafah Islamiyah atau daulah Islamiyah.
Khilafah merupakan salah satu bentuk pemerintahan yang pernah eksis dalam lintas sejarah dan peradaban umat Islam di dunia, sayangnya banyak orang yang salah paham tentang konsep khilafah, sehingga pembahasan seputar khilafah banyak menuai kontroversi. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kita akan mengkaji tentang konsep khilafah dan bagaimana relasinya dengan negara dan agama.
Definisi Khilafah
Khilafah secara etimologi berasal dari kata khalafa yang berarti menggantikan. Sedangkan secara istilah, Ibnu khaldun mendefinisikannya sebagaimana berikut:
حَمْلُ الكَافَّةِ عَلَى الأَحْكَامِ الشَّرْعِيِّةِ فِيْ أَحْوَالِ دُنْيَاهُمْ وَاُخْرَتِهِمْ
“Sistem pemerintahan yang membawa seluruh manusia pada hukum agama dalam segala aktivitas, baik dunia ataupun akhirat.”
lebih lanjut, Ibnu khaldun menjelaskan tentang hakikat dari khilafah dengan perkataannya:
هِيَ خِلاَفَةٌ عَنْ صَاحِبِ الشَّرْعِ فِيْ حِرَاسَةِ الدِّيْنِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا
Khilafah adalah kepemimpinan yang mewakili Nabi sebagai pemilik syariat dalam menjaga agama dan mengatur dunia[1].
Senada dengan pernyataan Ibnu khaldun di atas, Imam Taqiyuddin al-Nabhani dalam kitab asy-Syakhsiyah al-Islâmiyah menyampaikan: “Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan syariat Islam dan mengemban dakwah Islam ke segenap penjuru dunia.”[2] Sedangkan menurut Imam al-Mawardi dalam kitab al-Ahkām as-Sultâniyah ialah, “Khilafah adalah pengganti Nabi dalam menjaga agama dan memimpin dunia.”
Dengan melihat beberapa definisi di atas, tidak salah jika pemerintahan khilafah Islam lebih identik dengan sistem teokrasi; menjadikan agama sebagai titik pijakan hukum undang-undang negara[3], sebab agama -dalam hal ini adalah Agama Islam- memiliki peran dominan dalam gerak laju suatu negara. Sehingga, negara akan menjadi basis sebuah agama yang paling dominan di dalammya. Sistem khilafah ini berbeda dengan sistem-sistem tata negara yang lain seperti sistem monarki, republik, kekaisaran maupun federasi. Perbedaan itu bisa ditemukan dari berbagai macam aspek seperti, asas yang menjadi landasan berdirinya, pemikiran, konsep, serta standar hukum yang digunakan.
Syarat seorang khalifah
Dalam sistem khilafah, seorang yang menjadi khalifah (pemimpin) tidaklah sembarang orang, setidaknya ada enam syarat yang harus ada dalam diri khalifah sebagaimana berikut: 1. Islam 2. Taklif 3. Laki laki 4. Mempunyai kecukupan ilmu dalam segala hal baik dalam peperangan, politik, penegakan hukum-hukum Islam, dll 5. Merdeka 6. Selamatnya panca indra dan anggota badan yang mencegah khalifah untuk melestarikan segala urusan penting kepemimpinan.
Tugas-tugas khalifah
Dalam masa jabatannya, seorang khalifah memiliki dua ragam tugas khilafah yang harus ia realisasikan, yakni tugas yang berkaitan dengan keagamaan dan tugas yang berkaitan dengan urusan kenegaraan dengan rincian sebagai berikut:
1. Menjaga agama atas pondasi-pondasinya sesuai dengan al-Qur‘an, hadis, Ijmak, dan Qiyas.
2. Memerangi pemberontak.
3. Membagi harta rampasan.
4. Melaksanakan syiar-syiar Agama Islam seperti salat, zakat, azan, ikamah, dll.
Adapun tugas kenegaraan meliputi:
1. Menjaga keamanan dan tatanan negara dengan menjadikan syariat Islam sebagai pondasinya.
2. Menjaga negara dari pemberontak.
3. Mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri.
4. Menegakkan keadilan antar manusia baik yang Muslim ataupun non-Muslim.
5. Membuat sistem urusan anggaran keuangan negara.
6. Mengangkat dan menentukan menteri-menteri dan bawahannya.[4]
Anggota Semester IV ACS | Annajahsidogiri.id
[1] Abdurrahman bin Muhammad Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun
[2] Taqiyuddin al-Nabhani, asy-Syakhsiyah al-Islamiyah
[3] Muhammad Said Ramadhan al-Buthy, ad-Daulah Al-Islamiyah
[4] Doktor Taufik al-Wa’i, ad-Daulah al-Islamiah