Muncul cuitan yang berisikan bahwa mendewa-dewakan keturunan nabi merupakan sebuah perbudakan spritual. Berikut cuitan lengkapnya:
Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakan spiritual. Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengeritik keras fenomena yang tidak sehat ini. Ahmad Syafii Maarif pic.twitter.com/gcRTK2olxL
— Serambi Buya (@SerambiBuya) November 21, 2020
Bagaimana pun menisbatkan sifat tuhan (uluhiyah) kepada makhluk sangat tidak pantas. Jangankan kepada keturunan nabi, kepada nabi saja kita dilarang keras untuk menisbatkan sifat ketuhanan, layaknya yang dilakukan kaum Nasrani. Dalam kasidah Burdah bait ke-44 diterangkan:
دَع مـا ادَّعَتهُ النصارى في نَبِيِّهِـمِ واحكُم بما شئتَ مَدحَاً فيه واحتَكِـمِ
“Tinggalkan pengkultusan Nasrani kepada nabi mereka. Tetapkan untaian puji kepada nabi dengan apapun yang engkau suka”
kasidah Burdah bait ke-44
Hal ini selaras dengan sabda Nabi Muhammad yang berbunyi:
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ، فَقُوْلُوْا: عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
”Janganlah kaliah berlebih-lebihan memuji (menyanjung) diriku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Ibnu Maryam (Nabi Isa). Sesungguhnya aku adalah hamba, maka katakanlah, ’Hamba Allah dan Rasul-Nya”
(HR. Bukhari)
Benarkah Kita Mendewakan Keturunan Nabi?
Mendewakan berarti menganggap/memuja seseorang menjadi dewa, alias menisbatkan sifat ketuhanan (uluhiyah). Ini sangat berbeda jauh dengan sikap Aswaja kepada ahlul bait. Kita wajib hormat, tetapi sama-sekali tidak mendewakan. Kepada Nabi Muhammad saja kita tidak mendewakan, apalagi kepada keturunannya.
“Jangan kemudian didewakan keturunan nabi. Keturuanan nabi bukan nabi. Keturunan Nabi Muhammad bukan Nabi Muhammad… Loh, Harus menghormati? Wajib menghormati! Tapi kalau diikuti seakan-akan seperti nabi, tidak ada salahnya, ya, nanti dulu. Kalau salah, ya, harus salah. Kalau benar, ya, harus benar,”
begitu cuplikan dakwah Habib Husin Nabil as-Seggaf.
Namun, hal ini bukan berarti memperbolehkan kita untuk tidak mencintai keturunan nabi. Kita semua, wajib menghormati serta mencintai keturunan nabi. Itu sudah merupakan kelaziman dari mencintai Nabi Muhammad. Mencintai Nabi Muhammad, ya, harus mencintai keturunannya.
Alhasil, bila klaim mendewakan yang diarahkan kepada Aswaja, tentu meleset dari sasaran. Lebih tepat malah diarahkan kepada kaum Nasrani yang mendewakan nabi mereka.
Dalam Syarah Burdah karya Imam Bajuri (49) beliau menghatakan: bila ditanya kepada mereka, apakah Nabi Isa merupakan nabi? Tentu mereka sepakat menjawab bahwa Nabi Isa merupakan nabi. Namun, anehnya mereka mengkultuskan Nabi Isa sebagai sebagai tuhan, atau mengatakan Nabi Isa sebagai anak tuhan sebagaimana firman Allah:
وَقَالَتِ ٱلنَّصَٰرَى ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ ٱللَّهِ
“Dan orang-orang Nasrani berkata: al-Masih itu putera Allah.”
(QS. At-Taubah [9]:30)
Oleh karenanya, kaum Nasranilah yang seharusnya oleh Buya Syafii Maarif diklaim sebagai perbudakan spritual. Wallahu a’lam!
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id