Amar makruf nahi mungkar adalah jihad yang akan terus dilakukan oleh umat Islam, karena merupakan salah satu pokok dasar tegaknya peradaban Islam. Amar makruf nahi mungkar merupakan poros bagi Islam, dan sebagai dalil kemuliaan umat ini. Meskipun demikian, tidak semua yang melakukannya sudah sesuai dengan aturan. Akibatnya, tidak sedikit umat yang melakukan amar makruf nahi mungkar secara serampangan tanpa kenal prosedur dan aturan. Lantas, bagaimana sebenarnya tahap penegakannya?
Dalil Amar Makruf Nahi Mungkar
Salah satu perintah penting dalam ajaran Islam adalah amar makruf nahi mungkar. Allah ﷻ dengan jelas menyatakan bahwa umat Nabi Muhammad ﷺ adalah umat terbaik. Salah satu alasannya Allah ﷻ menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik adalah karena mereka beramar makruf nahi mungkar. Disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran; [03]: 110) .
Pada ayat sebelumnya dalam surat yang sama Allah ﷻ berfirman,
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh untuk berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran [03]: 104).
Dua ayat di atas sudah sangat cukup untuk menjadi dalil pentingnya menegakkan amar makruf nahi mungkar. Namun, agar dapat di jalankan dengan benar tentunya harus ada prosedur dan cara-cara untuk menegakkannya.
Tahapan Amar Makruf Nahi Mungkar
Dalam pelaksanaan amar makruf nahi mungkar kita tidak boleh bertingkah serampangan, akan tetapi tetap harus melalui dari tahapan yang paling ringan, baru kemudian melangkah pada hal yang agak berat. Mengenai hal ini Syekh Abdul Hamid asy-Syarwani berkata di dalam kitabnya, Hȃsyiyah asy-Syarwȃni (VII/217),
وَالْوَاجِبُ عَلَى الْآمِرِ وَالنَّاهِي أَنْ يَأْمُرَ وَيَنْهَى بِالْأَخَفّ ثُمَّ الْأَخَفّ. فَإِذَا حَصَلَ التَّغْيِيْرُ بِالْكَلَامِ الَّيِّنِ فَلَيْسَ لَهُ التًّكَلُّمُ بِالْكَلَامِ الْخَشنِ وَهَكَذَا كَمَا قَالَهُ الْعُلَمَاءُ.
“Wajib bagi orang yang melakukan amar makruf nahi mungkar untuk bertindak yang paling ringan, kemudian yang lebih ringan lagi. Sehingga, ketika kemungkaran sudah bisa hilang dengan ucapan yang halus, maka tidak boleh dengan ucapan yang kasar. Dan begitu seterusnya sebagaimana dikatakan oleh para ulama”.
Etika Amar Makruf Nahi Mungkar
Dalam kitab Ihyâ’ Ulûmiddin (II/333), al-Imam al-Ghazali menegaskan:
Ada tiga etika yang harus dimiliki seorang yang menegakkan amar makruf dan nahi mungkar.
Pertama, Berilmu. Dengan ilmunya, ia dapat mengetahui secara pasti hal-hal yang dilarang (mungkar) dan hal-hal yang baik, dianjurkan atau diwajibkan (makruf).
Kedua, Wira’i, yaitu hidup secara benar dan berada dalam rel syariat.
Ketiga, Memiliki etika yang baik (husnul-khuluq), dengan berkarakter lemah lembut dan welas-asih. Etika yang baik ini adalah pondasi amar makruf nahi mungkar yang paling dasar dan paling asasi bagi mereka yang menegakkan amar makruf nahi mungkar.
Ach. Shafwan Halim | Annajahsidogiri.id