Sebagai umat Nabi Muhammad, wajib hukumnya kita mengenal beliau lebih dalam, supaya kadar kecintaan dan kekaguman kita kepada beliau kian bertambah. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib Bin Hasyim dari bangsa Arab golongan Quraisy Bani Hasyim. Ibundanya bernama Sayidah Aminah bin Wahb. Nasab beliau berdua bertemu di kakek kelima Nabi Muhammad Saw, yakni Kilab. Sayidah Aminah dengan sabar mengasuh Nabi Muhammad kecil tanpa adanya seorang ayah. Ya, Nabi kita yatim sejak dalam kandungan sang ibunda.
Setidaknya, terdapat tiga materi terkait nabi yang harus kita selami, agar kita tidak hanya kenal, tetapi juga dilandasi rasa cinta yang mendalam padanya. Pertama, kita harus mengetahui tentang sirah Nabi. Dalam materi pertama ini, kita bisa mengetahui cara nabi berdagang pada waktu kecil bersama paman tercintanya, juga tentang perjalanan dakwah beliau mulai dari periode Mekkah sampai Madinah. Overall, materi pertama menjelaskan kisah hidup Nabi Muhammad Saw.
Kedua, syamail-syamail nabawiyah. Yaitu kitab-kitab yang menerangkan tentang akhlak dan keadaan fisik beliau. Di antara kitab yang masuk dalam tema ini adalaha milik Imam Tirmidzi dan Imam An-Nabhani. Dengan mempelajari materi kedua ini, akan timbul keinginan atau kecintaan pada akhlak dan diri Nabi Muhammad. Kita juga tidak akan memiliki perspektif yang menyimpang pada nabi seperti komentar seorang tokoh beberapa waktu lalu pada salah satu ceramahnya, yang mengatakan bahwa Nabi Saw ketika kecil rembes atau ingusan seperti anak kecil pada umumnya. Dengan perspektif seperti ini menunjukan bahwa tokoh itu tidak pernah belajar mengenai syamail-syamail nabawiyah. Manfaat lain dari belajar syamail adalah kita lebih berhati-hati menyifati Nabi Saw. Karena jika kita menyifati Nabi Saw dengan sifat yang tidak pantas maka ancaman Allah akan menanti. Terkait hal ini, al-Imam al-Qadli ‘Iyad berkata;
إِعْلَمْ وَفَّقَنَا اللهُ وَإِيَّاكَ أَنَّ جَمِيْعَ مَنْ سَبَّ النَّبِيَ أَوْ عَابَهُ أَوْ أَلْحَقَ بِهِ نَقْصًا فِيْ نَفْسِهِ أَوْ نَسَبِهِ أَوْ دِيْنِهِ أَوْ خَصْلَةٍ مِنْ خِصَالِهِ أَوْ عَرَّضَهُ بِهِ أَوْ شَبَّهَهُ بِشَيْئٍ عَلَى طَرِيْقِ السَّبِّ لَهُ أَوْ الإِزْرَاءِ عَلَيْهِ أَوِ التَّصْغِيْرِ لِشَأْنِهِ أَوِ الغَّضِّ مِنْهُ وَالعَيْبِ لَهُ فَهُوَ سَابُّ لَهُ وَالْحُكْمُ فِيهِ حُكْمُ السَّابِّ يُقْتَلُ كَمَا نُبَيِّنُهُ
“Ketahuilah, semoga Allah memberikan taufik kepada kita dan Anda. Sesungguhnya semua orang yang menghina Nabi, mencela, menyandangkan kekurangan kepada diri Nabi, nasab, atau agamanya, atau salah satu kepribadiannya, menyindir, menyerupakannya dengan sesuatu atas dasar menghina, meremehkannya, mengecilkan derajat, atau merendahkan Nabi Muhammad Saw maka ia adalah orang yang menghina Nabi. Sedangkan hukum bagi orang yang menghina beliau, yaitu dibunuh.”
Baca Juga : Girah Tanda Cinta
Materi terakhir yang penting untuk kita ketahui adalah kekhususan Nabi Muhammad Saw (khasa’ish nabi). Ini sangat penting untuk kita pelajari karena kekhususan ini hanya diberikan Allah kepada Baginda Nabi. Misal, kekhususan Nabi diperbolehkan menikahi lebih dari empat wanita. Hal ini tidak boleh ditiru oleh umatnya. Sebab, kekhususan ini hanya diperuntukkan pada Nabi, maka kita sangat perlu untuk mempelajari materi yang terakhir ini, agar kita tahu apa saja yang harus kita ikuti dan apa saja yang harus kita hindari. Di antara kitab yang menjelaskan khasa’ish nabi adalah karya Sayid Muhammad Alwi al-Maliki yang berjudul Muhammad al-Insanul Kamil.
Apakah Tujuan Mempelajari Tiga Materi Tersebut?
Tujuan terpenting kita mempelajari tiga materi tersebut agar kita tidak hanya mengenal Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi, lebih dari itu agar kita timbul kecintaan pada nabi, serta iman yang kokoh dalam hati. Dalam kitab I’anatut-Thalibin, Syekh Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi menjelaskan bahwa orang tua harus memerintah terlebih dahulu mengajarkan anaknya biografi Nabi Muhammad Saw sebelum memerintah mengerjakan shalat pada anak. Tujuannya supaya iman mereka tertanam kuat dalam hati. Selain mengenalkan Nabi Muhammad, orang tua juga wajib mengajari anaknya tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah, serta arti dari semua sifat itu. (I’anatut-Thalibin, juz 1, hal. 35)
Jadi kewajiban mengenalkan akidah dasar atau akidah lima puluh, mencakup sifat Allah, sifat para nabi serta mengenalkan biografi Nabi Muhammad lebih dikedepankan daripada kewajiban mengajari memerintah melaksanakan shalat.
Deni Arisandi/annajahsidogiri.id