Madzhab Ahlu-Bait, begitu syiah biasa menyebut diri mereka sendiri. Mereka beranggapan bahwa mereka adalah pembawa panji-panji ahlul bait, berdalih karena mereka adalah satu-satunya pecinta ahlul-bait. Namun sekarang pertanyaannya, apakah Syiah benar-benar mencintai ahlul bait atau sebenarnya ahlul bait hanyalah tameng yang digunakan untuk memuluskan ideologinya?.
Sebelum membahas apakah Syiah mencintai ahlul bait atau tidak, perlu bagi kita untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang dinamakan ahlul bait agar kita tidak termakan tipu daya Syiah.
Imam al-Munawi berkata bahwa arti kata ahlu secara etimologi adalah keluarga yang seatap atau senasab dengan orang tersebut dengan artian secara bahasa ahlul bait Nabi ﷺ lebih cocok diarahkan kepada istri-istri Nabi[1] ﷺ, hal ini senada dengan pendapat az-Zabidi dalam menafsiri ayat “ وسار بأهله “ bahwa ahlu Ibrahim dalam ayat ini adalah Sayyidah Sarah yang merupakan istri Nabi Ibrahim. bukan hanya itu, bahkan banyak kita temui redaksi ahlu dalam al-Quran yang lebih cocok jika diarahkan kepada istri diantaranya :
قَالُوْٓا اَتَعْجَبِيْنَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ رَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِۗ اِنَّهٗ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ ٧٣
“Mereka (para malaikat) berkata, “Apakah engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah (yang) dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”
Baca Juga: Sekte Al-Kaysaniyyah: Antara Politik, Pembalasan, dan Penyimpangan
Meski demikian bukan berarti Sayyidina Ali, Fatimah & kedua putranya ternafikan dari gelar ahlul bait, karena ahlul bait juga tercangkup secara tersirat kepada mereka. Hal itu terbukti pada ayat :
اِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ٣٣
“Sesungguhnya Allah hanya hendak menghilangkan dosa darimu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Dalam menafsiri QS. al-Ahzab: 33 ini, Syekh Nawawi al-Bantani[2] menceritakan ketika ayat ini turun Rasulullah ﷺ mendoakan Fatimah, Ali, dan kedua putranya dengan doa “ أللهم هؤلاء أهل بيتي” yang semakin menjustifikasi bahwa Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan kedua putranya juga terkandung dalam lafadz ‘ahlul bait’. Namun jika ayat ini diarahkan kepada mereka saja juga salah total karena pada pembahasan sebelumnya khitab ahlul bait justru lebih cocok jika diarahkan kepada istri Nabi ﷺ:
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًاۚ ٣٣
Jika kita amati pada pembahasan pertama pada ayat ini ulama Syiah pasti sepakat kalau yang dimaksud ahlul bait di sana adalah istri Nabi ﷺ, sehinga untuk mengumpulkan dua cara pandang diatas, paling pas mengarahkan ahlul bait pada dzurriyah rasul tanpa menafikan gelar itu terhadap istri-istrinya.
Baca Juga: Kewajiban Kita Kepada Ahlu Bait
Dari sini kita dapat ketahui bahwa Syiah tidak layak menyandang sebutan pecinta ahlul bait karena hal ini sangat kontras sekali dengan ideologi mereka yang notabenya mengafirkan istri-istri Nabi yang sebenarnya juga termasuk dari ahlul bait, bahkan ada yang riwayat Syiah menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ harus memasukan dzakarnya ke neraka karena telah bersetubuh dengan wanita kafir, sungguh hina golongan ini. Mereka lebih cocok dinamakan pengagum buta Sayyidina Ali, Sayyidah Fatimah dan kedua putranya yang hanya sebagian kecil dari ahlul bait.
Lantas apakah mereka benar-benar mencintai Sayyidina Ali dan keluarganya?
Jawabannya adalah tidak, karena jika mereka mencintai Sayyidina Ali maka mereka juga akan mencintai orang yang dicintai Sayyidina Ali. Sejarah mencatat bahwa antara Khulafaur Rasyidin & Sayyidina Ali terdapat ikatan yang kuat, bahkan disebutkan bahwa Sayyidina Ali menikahi janda dari Abu Bakar yang bernama Asma’ binti Uwais. Hal ini menunjukan hormat beliau yang amat tinggi kepada Abu Bakar. Jika memang hal ini dilandasi oleh taqiyah tidak mungkin Sayyidina Ali sampai menikahi janda musuhnya, bahkan beliau menambahkan bahwa Muhammad bin Abu Bakar merupakan putra beliau yang berasal dari Abu Bakar[3].
Bukan cuman sang kakek, cicit beliau Muhammad al-Baqir tercatat juga mempersunting cicit Abu Bakar yang bernama Ummu Farwah. Lalu apakah hubungan seindah ini masih bisa dikategorikan taqiyah?, sudah jelas ini adalah hormat yang sudah berevolusi jadi cinta.
Jika Syiah mengaku sebagai pencinta Sayyidina Ali seharusnya mereka juga mencintai Abu Bakar bukan malah mengutuk dan mengafirknnya. Hal ini semakin memperjelas bahwa cinta ahlul bait bukan murni akidah mereka, ini hanyalah sekedar tameng yang mereka gunakan untuk memuluskan akidah mereka.
Ahmadul Jawwad | Annajahsidogiri.id
[1] Mamduh farhan al-Bahiri, Asy–Syiah Minhum Alaihim, hal. 21
[2] Syekh Nawawi al-Bantani, Murâhil labîd, hal. 254
[3] Mamduh Farhan al-Bahiri, Asy-Syiah Minhum Alaihim, hal. 48