![Daurah Annajah Ramadhan 1446 H](https://annajahsidogiri.id/wp-content/uploads/2025/01/Iklan-Web.jpg)
Setiap tahun, biasanya seseorang akan merayakan hari dimana umurnya bertambah satu tahun, pada tanggal ketika dia dilahirkan. Di Indonesia sendiri, masyarakat terbilang rutin dalam melaksanakan perayaan ini. Lumrahnya mereka akan mengundang keluarga, tetangga, kerabat dan juga teman sebaya.
Akhir-akhir ini terdapat tulisan meresahkan masyarakat yang dinisbatkan kepada Syekh Abdul Aziz bin Baz, mengenai ulang tahun yang kerap kita lakukan. Dengan berlandaskan beberapa hadis mereka menghukumi perayaan ulang tahun bidah dan haram, karena merupakan tradisi yang dilakukan oleh Nasrani dan Yahudi. Pendapat ini pun didasarkan pada sabda Nabi Muhammad ﷺ:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka”.[1]
لَتَتَّبِعَنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُم شِبْرًا شِبْرًاوَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْدَخَلُوْا جُحْرَضُبٍّ تَبَعْتُمُوْهُم، قُلنَا يَا رَسُوْلَ اللَّهِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biawak pun kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Ya Rasulullah, itu kaum Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata, “Siapa lagi. ”
Namun sebelum berhukum haram, harus kita ketahui bahwa perayaan ulang tahun tidak semuanya berhukum demikian. Sebab dalam beberapa riwayat Rasulullah pernah melakukan ulang tahun meski tidak sama persis seperti perayaan pada zaman sekarang. Yaitu dengan cara berpuasa pada hari senin.Diantaranya, hadis yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah al-Anshari
Baca Juga: Memahami Apa Itu Ilmiah?
:عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ ؛ إن رسول الله ﷺ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ؟ فَقَالَ “فِيهِ وُلِدْتُ. وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ “
Diriwayatkan dari Abi Qatadah al-Anshari, bahwa Rasulullah dimintai keterangan terkait puasa hari Senin, lalu beliau menjawab “di hari Senin aku dilahirkan dan di hari itu pula aku menerima wahyu”.[2]
Lalu, dengan merayakan ulang tahun, seseorang dapat mensyukuri akan nikmat kehidupan, dan pada saat itu adalah merupakan moment yang dianjurkan bagi yang berulang tahun untuk melantunkan doa, seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Isa alaihi as-salâm:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS Maryam: 33).
Baca Juga: Tradisi Mitoni: Mengupas Legalitas
Sedangkan kebiasaan sebagian kita yang membagikan makanan dan semacamnya ketika merayakan hari jadi adalah hal yang dianjurkan. Rasulullah ﷺ bersabda:
عن أبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: “سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: { تُدْخِلُ عَلَى أَخِيكَ الْمُؤْمِنِ سُرُورًا، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا، أَوْ تُطْعِمُهُ خُبْزًا }
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw ditanya: “Amal apa yang paling utama?” Beliau bersabda, “Hendaknya kamu membahagiakan saudaramu yang mukmin, melunasi hutangnya, atau memberinya sepotong roti”.[3]
Terkait problematika ini, para ulama pun juga memberikan tanggapan, di antaranya syekh as-Syatiri dan syeikh sa’id ramdhan al-Buthi.
وَهُنَاكَ أَعْيَادُ مِيلَادٍ قَدْ يَفْرَحُ الْإِنْسَانُ وَيَتَذَكَّرُ مِيلَادَهُ, إِنَّمَا عَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَجْعَلَ مِيلَادَهُ مُنَاسَبَةً لِمُحَاسَبَةِ نَفْسِهِ وَيَعْمَلَ مُقَارَنَةً بَيْنَ عَامٍ وَعَامٍ هَلْ إِزْدَادَ وَتَقَدَّمَ أَمْ نَقَصَ وَتَأَخَّرَ ؟ هَذَا شَيْءٌ جَمِيلٌ وَلَا يَكُونُ ذَلِكَ لِمُجَرَّدِ التَّقْلِيدِ وَلَا لِلسَّرَفِ.
Bagi seorang muslim, hari ulang tahun selayaknya menjadi momen untuk mengevaluasi diri. Apakah kebaikannya bertambah atau justru berkurang. hal ini sangatlah bagus. bukan hanya murni ikut-ikutan dan berhura-hura.[4]
هَلِ الْإِحْتِفَالُ بِأَعْيَادِ الْمِيلَادِ حَلَالٌ أَمْ حَرَامٌ بِالنِّسْبَةِ لِلصِّغَارِ ؟ لَا أُحِبُّ أَنْ تَشِيعَ فِي الْبَيْتِ الْمُسْلِمِ عَادَاتٌ غَرْبِيَّةٌ لَا إِسْلَامِيَّةٌ إِذْ إِنَّ لَهَا عَلَى الْمَدَى الْبَعِيدِ اثَارًا ضَارَّةً مَعْرُوفَةً.
“Apakah merayakan ulang tahun untuk anak kecil hukumnya diharamkan atau tidak?” aku tidak suka ada budaya barat yang dilakukan di rumah seorang muslim. Karena jauh di balik budaya tersebut terdapat dampak buruk yang muncul nantinya.[5]
Baca Juga: Tiga Sifat Mustahil Allah
Kesimpulan
Merayakan ulang tahun dalam Islam tidak serta-merta dihukumi haram atau bidah, melainkan bergantung pada niat dan pelaksanaannya. Jika dijadikan momen untuk bersyukur, introspeksi diri, dan berbagi kebaikan, maka hal itu dapat bernilai positif. Sebaliknya, jika hanya meniru budaya asing, berlebihan, atau dilakukan tanpa makna, maka sebaiknya dihindari.
Seorang muslim dianjurkan memanfaatkan hari jadinya sebagai kesempatan untuk merenungi perjalanan hidup, memperbaiki diri, dan mensyukuri nikmat Allah. Dengan cara ini, perayaan ulang tahun dapat menjadi lebih bermakna dan sesuai dengan ajaran Islam.
LUBBIL LABIB | ANNAJAHSIDOGIRI.ID
[1]Sunan Abi Daud, hal.391, Jamiul Kutub al-Islamiyah
[2]ShahÎh Muslim, juz 2, hal.820, Jam’ul Kutub al-Islamiyah
[3] Ibnu Syahin, At-Targhîb fi Fadail al-A’mal, juz1, hal.320, Jami’ul kutub al-Islamiyah
[4] Muhammad asy-Syatiri, Syarh al-Yaqut an-Nafis, juz.1 hal.175, Dar el-Minhaj
[5] Sa’id ramdhon al-Buthi, Ma’a an-Naas Masyuraat wa Fatawa juz.2, hal.223, Dar el-Fikr