Keberadaan Nabi Khidir memang menjadi perdebatan di kalangan ulama. Jumhur ulama berpendapat bahwa Nabi Khidir masih hidup hingga saat ini, bahkan hingga hari Kiamat. Sebagian kecil ulama lainnya berpendapat bahwa Nabi Khidir telah wafat. Begitu juga dengan Wahabi yang berpendapat bahwa keberadaan Nabi Khidir saat ini adalah ilusi yang diciptakan oleh kalangan sufi.
Memang, semua dalil yang menyatakan bahwa Nabi Khidir masih hidup hingga sekarang ataupun tidak bersifat dzanni (dugaan) dan tidak bisa dipastikan kebenarannya. Namun, pendapat jumhur ulama yang meyakini bahwa Nabi Khidir masih hidup memiliki referensi yang cukup kuat, baik dari atsar ulama salaf maupun kesaksian dari sejumlah ulama terpilih yang mengklaim sering bertemu dan berkumpul dengan Nabi Khidir. [1]
Syekh Izzuddin bin Abdis Salam pernah ditanya tentang Nabi Khidir, lalu beliau pun menjawab dengan tegas:
“Apa yang akan kalian katakan jika seorang ulama besar seperti Ibnu Daqiq al–’id menyatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Khidir dengan mata kepalanya sendiri? Demi Allah ﷻ aku telah mendapatkan kabar dari tuju puluh orang-orang jujur yang juga melihat Nabi Kidir dengan mata kepalanya sendiri, yang mana setiap satu dari mereka lebih mulia dari pada Ibnu Daqiq al–‘Id. Maka, tidak diragukan lagi bahwa siapa pun yang mempercayai kewalian para wali dan meyakini adanya karomah yang dianugerahkan kepada mereka, pasti juga akan meyakini bahwa Nabi Khidir masih hidup hingga saat ini. Sebab, banyak kisah tentang para wali dan orang-orang saleh yang melihat dan berkumpul dengan Nabi Khidir, yang kemudian kisah-kisah tersebut diriwayatkan oleh para ulama terpercaya dalam kitab-kitab mereka.” [2]
Baca Juga; Membantah Konsep Trinitas #2
Bahkan, Syekh Abdul Haq al-Badiji menyatakan bahwa melihat Nabi Khidir merupakan salah satu tanda kewalian. Setiap orang yang melihat beliau, sesungguhnya melihat Nabi Khidir dalam bentuk atau sifat yang berbeda dengan apa yang pernah dilihat oleh orang-orang sebelumnya.[3]
Berbeda halnya dengan kelompok Wahabi, yang dikenal sangat keras terhadap ajaran tasawuf dan bahkan sering mencela dan merendahkan para ulama sufi. Mereka berpendapat bahwa siapa pun yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup hingga saat ini, sudah pasti berdusta. Bahkan, mereka menuduh bahwa pengakuan tersebut hanyalah akibat dari wasawis (bisikan-bisikan) semata.
Pandangan mereka ini sejalan dengan pernyataan Syekh Abu al-Faraj Ibn al-Jauzi dalam salah satu kitabnya yang menyatakan bahwa Nabi Khidir telah wafat, di mana beliau menyebutkan dalil al-Quran, yaitu firman Allah ﷻ:
وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ ٱلْخُلْدَ ۖ
“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia manapun sebelum kamu (Muhammad)” (QS. al-Anbiya :34)
Menanggapi hal tersebut, Syekh Ibnu ‘Athaillah menyatakan bahwa konteks kata al-khulūd (kekekalan) dalam ayat tersebut bukanlah kekal mutlak tanpa kematian, melainkan kekekalan yang tidak disertai dengan kematian dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, ayat tersebut tidak bisa dijadikan dalil untuk menafikan keberadaan Nabi Khidir, karena para ulama sepakat bahwa Nabi Khidir pada akhirnya juga akan meninggal. Hanya saja, kehidupan Nabi Khidir berlangsung dalam rentang waktu yang sangat lama. Beliau kemudian berkata,“Saya sangat heran terhadap seseorang yang mempercayai lamanya kekekalan Iblis di dunia, namun mengingkari dan tidak mempercayai lamanya kehidupan Nabi Khidir di dunia.”
Salah satu hadis yang dijadikan rujukan oleh para ulama dalam menyatakan bahwa Nabi Khidir telah wafat adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Rasulullah ﷺ bersabda:
”أَرَأَيْتُمْ لَيْلَتَكُمْ هَذِهِ؟ فَإِنَّهُ عَلَى رَأْسِ مِائَةِ سَنَةٍ مِنْهَا لاَ يَبْقَى مِمَّنْ هُوَ عَلَى ظَهْرِ الأَرْضِ أَحَدٌ”
“Tahukah kalian malam kalian ini? Sesungguhnya, pada akhir seratus tahun dari malam ini, tidak akan ada seorang pun yang masih hidup di muka bumi ini.” (HR. Bukhari [no. 116], Muslim [no. 2537], dan Abu Dawud [no. 348]).
Maksud dari hadis ini adalah bahwa tidak akan ada satu pun manusia yang hidup pada masa Nabi Muhammad ﷺ yang masih hidup setelah seratus tahun kemudian. Oleh karena itu, sebagian ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa Nabi Khidir telah wafat, karena jika beliau masih hidup pada masa Nabi ﷺ, maka ia termasuk dalam cakupan sabda tersebut.
Namun, Syekh Sulaiman menyatakan bahwa Nabi Khidir tidak termasuk dalam konteks orang-orang yang disebut dalam hadis ini. Menurut beliau, Nabi Khidir tidak hidup di tengah-tengah manusia secara umum saat itu, melainkan berada di lautan (menempati wilayah yang tidak berinteraksi langsung dengan masyarakat). Oleh karena itu, beliau tidak termasuk dalam cakupan sabda Nabi ﷺ tersebut.
Dan adapun makna dari sabda Nabi:
“لاَ يَبْقَى مِمَّنْ تَرَوْنَهُ وَتَعْرِفُونَهُ“
“Tidak akan ada yang tetap hidup dari orang-orang yang kalian lihat dan kenal.”
Maka, objek dari hadis ini adalah orang-orang yang disaksikan langsung oleh para sahabat dan hidup bersama mereka pada saat itu, bukan orang-orang yang tidak terlihat dan tidak dikenal oleh mereka, seperti Nabi Khidir.[4]
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fath al-Bari juga menyatakan bahwa hadis ini diperuntukkan untuk selain Nabi Khidir. Sebagaimana pula, hadis ini diperuntukkan untuk selain Iblis. Hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama (Ittifaq al-Ulama), karena keduanya bukan bagian dari manusia yang hidup dan berinteraksi bersama umat manusia pada waktu itu. [5]
Adapun menurut Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang dikenal sebagai salah satu ulama rujukan Wahabi sendiri , beliau memiliki dua pendapat mengenai status kehidupan Nabi Khidir. Namun, dalam telaah yang lebih mendalam, pendapat yang beliau anggap paling sahih (rajih) adalah bahwa Nabi Khidir masih hidup. Ibnu Taimiyah mengakui bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hal ini, tetapi beliau cenderung kepada pendapat bahwa Nabi Khidir masih hidup hingga sekarang, meskipun tidak berinteraksi secara langsung dengan manusia sebagaimana umumnya. Seperti yang beliau katakan ;
الصحيح إنه كان حيا موجودا , على عهد النبي صلى الله عليه وسلم وهو باق إلى اليوم وكان في جزيرة من جزائر البحر
“Yang sahih, disebutkan bahwa dia (Nabi Khidir) masih hidup dan ada pada masa Nabi ﷺ, dan dia tetap ada hingga hari ini, serta berada di sebuah pulau di lautan.”[6]
Muhammad Hafidz | Annajahsidogiri.id
[1] Al Kawasyif al Jaliyyah Fi al Raddi Ala al Wahhabiyyah, Hal. 627
[2] Al Qaul al Dal Fi Hayati al Khidir Wa Wujudi al Abdal, Hal. 28
[3] Al Maq’ad al Syarif Wa al Manza’ al Latif Fi al Ta’rif Bi Sulaha’irraif, Hal. 46
[4] Al Raudah al Maksudah Wa al Hilal al Mamdudah, Hal. 337
[5] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al Bari, juz .5, hal. 1590
[6] Ibnu Taimiyah, Majmu’u al Fatawa li ibni Timiah, juz 4, hal. 714