Qodariyyah merupakan suatu kelompok yang telah keluar dan menyimpang dari ajaran islam. Bagaimana tidak, pada awal kemunculannya saja, sekitar tahun 70 H, sudah menggegerkan keadaan umat dalam pemahaman agama masalah qodar. Kesesatan kelompok ini telah Nabi ﷺ sebutkan dalam hadisnya, yaitu HR. Hakim, 286. Baihaqi, 21391.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضِي الله عنْهُما عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْقَدَرِيَّةُ مَجُوسُ هَذِهِ الْأُمَّةِ ، إِنْ مَرِضُوا فَلا تَعُودُوهُمْ وَإِن مَاتُوا فَلا تَشْهَدُوهُمْ
“Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma dari Nabi sallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Al-Qadariyah adalah majusi umat ini, kalau mereka sakit jangan dikunjungi. Kalau mereka meninggal dunia, jangan disaksikan (jenazahnya).”
Kelompok yang dirintis dan dipelopori oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghilan ad-Dimsyiqi ini muncul di akhir masa kepemimpinan Khulafa’ Rasyidin dan awal masa dinasti Umayyah. Kelompok ini hadir sebagai penolakan dan kebalikan sekte jabariyyah yang mengatakan bahwa seorang hamba tidak memiliki kuasa atas perbuatannya dan menyandarkan semua pekerjaan hanya pada Allah semata.[1]
Secara umum, penyimpangan yang didoktrin Qadariyyah hanyalah satu, yakni semua perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba adalah murni dari kuasa hamba tersebut dan semua itu terlepas dari kuasa Allah ﷻ(qudrah). Pemikiran semacam ini juga diadopsi oleh sekte muktazilah yang memiliki pemikiran bahwa semua perbuatan baik dan buruk, yang dilakukan manusia maupun hewan itu terlepas dari kuasa Allah ﷻ dan hanya dinisbatkan pada seorang hamba tersebut.[2]
Dr. Mahmud Mazdu’ah dalam kitabnya, Dirâsah fil-Firoq al-Islamiyyah [hlm.86], memaparkan dalil aqli dan naqli yang diafiliasikan pada sekte Qodariyyah. Diantarannya:
Dalil aqli;
Menurut paham mereka, jika sebuah perbuatan disandarkan pada Allah ﷻ, maka seharusnya seorang hamba tidak dihisab atas segala perbuatannya. Namun, fakta yang ada, di akhirat kelak seorang hamba pasti dimintai pertanggung jawaban atas setiap amal perbuatannya, yang mengindikasikan bahwa amal perbuatan tersebut adalah murni dari kehendak seorang hamba.
Dalil naqli;
terdapat beberapa ayat yang menurut mereka adalah dalil bahwa seorang hamba memiliki otoritas penuh atas amal perbuatannya. Dalam ayat-ayat tersebut Allah menyandarkan perbuatan pada hamba-Nya dengan redaksi mampu (istithaah), ingin (irâdah), dan kehendak (masyi’ah) seperti dalam Q.S an-Nisa [4] (25):
(النساء :25) وَمَنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا اَنْ يَّنْكِحَ الْمُحْصَنٰتِ الْمُؤْمِنٰتِ فَمِنْ مَّا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ مِّنْ فَتَيٰتِكُمُ الْمُؤْمِنٰتِ ࣖ
“Siapa di antara kamu yang tidak mempunyai biaya untuk menikahi perempuan merdeka yang mukmin (boleh menikahi) perempuan mukmin dari para hamba sahaya yang kamu miliki”(QS.An-Nisā’ [4]:25)
Allah ﷻ berfirman dalam surah al-Kahfi:
(الكهف :79 )اَمَّا السَّفِيْنَةُ فَكَانَتْ لِمَسٰكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِى الْبَحْرِ فَاَرَدْتُّ اَنْ اَعِيْبَهَاۗ وَكَانَ وَرَاۤءَهُمْ مَّلِكٌ يَّأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبًا
“Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut. Maka, aku bermaksud membuatnya cacat karena di hadapan mereka ada seorang raja (zalim) yang mengambil setiap perahu (yang baik) secara paksa.”(QS.Al-Kahf [18]:79)
Di lain tempat Allahﷻ berfirman;
(التكوير :28 )لِمَنْ شَاۤءَ مِنْكُمْ اَنْ يَّسْتَقِيْمَۗ
“(yaitu) bagi siapa di antaramu yang hendak menempuh jalan yang lurus.”(At-Takwīr [81]:28)
Pemahaman sedemikian tentu tidak dibenarkan menurut ulama kita. Dr. Mahmud Mazdu’ah dalam kitab (Dirasah fil-Firoq al-Islamiyyah) menolak pemahaman ini dengan ayat lain yang menerangkan bahwa Allah lah yang menciptakan setiap perbuatan atas kehendak dan kekuasaan-Nya. Seperti yang tertera dalam penggalan Q.S ar-Ra’du [13] (8); وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهٗ بِمِقْدَارٍ dan Q.S al-Qomar[54] (49); اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ . Seharusnya ayat-ayat inilah yang lebih diperhatikan dan diprioritaskan. Bahkan orang-orang awam pun sudah banyak yang hafal ayat ini, yaitu; اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌࣖ
Makna majusi dalam hadis;
Dalam hadis yang telah disebutkan di atas, Nabi ﷺ telah mengisyaratkan bahwa terdapat sekte sempalan Islam yang sama dengan majusi, yaitu golongan Qadariyyah. Lalu apa makna hadis tersebut?
Sebagaimana maklum, Majusi adalah agama yang tidak diragukan lagi kekafirannya. Hal tersebut, sebab mereka menetapkan dua pencipta yang mengatur alam semesta. yaitu pencipta kebaikan dan pencipta keburukan, yang masing-masing dari pencipta ini tidak melakukan apa yang tidak menjadi pekerjaanya. Hal sedemikian juga seperti apa yang telah ditetapkan Qadariyyah, bahwa pekerjaan dan perbuatan hanya dinisbatkan pada seorang hamba yang dalam hal ini Allah ﷺ tidak ikut serta dan andil. Pernyataan ini dipaparkan oleh Dr. Mahmud Mazdu’ah yang termaktub dalam Dirâsah fil-Firaq al-Islamiyyah [hlm.83].
Maka dengan demikian, ada baiknya bagi kita untuk lebih berhati-hati kita tidak semata-mata menisbatkan perbuatan pada makhluk yang hingga mentiadakan sifat Allah ﷺ seperti iradah, qudrah dan seterusnya, dan agar selalu berpedoman pada apa yang telah diajarkan oleh ulama Ahlusunah, sehingga tidak keluar dari koridor ajaran Ahlusunnah wal Jamaah.
Moch Rizky Febriansyah | Annajahsidogiri.id
[1] As-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal (dar al-fikr), hlm.43
[2] Al-Isfirayini, al-Farqu baina al-Firoq, hlm.79