Adalah keharusan bagi setiap orang mukalaf meyakini bahwa Rasulullah ﷺ adalah pemberi syafaat, orang yang diterima syafaatnya, serta syafaat beliau mendahului syafaat nabi lain. Sebagaimana yang Ibnu Arabi kemukakan, bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah orang yang akan membuka pintu syafaat bagi yang lain kelak di akhirat. Hal ini sesuai dengan sabda beliau, bahwa beliau adalah orang pertama yang akan memberi syafaat dan diterima syafaatnya.
Tak sedikit orang yang berharap mendapat syafaat Nabi, karena mustahil seorang manusia luput dari kesalahan. Maka tak heran jika seorang manusia sangat menginginkan pertolongan dan penghapusan dosa atau kesalahan. Lantas, siapa yang berhak mendapatkan syafaat Nabi Muhammad ﷺ? Apa yang harus dilakukan untuk mendapatkannya?
Sebelum masuk ke pembahasan, di dalam kitab Tuhfatul-Murîd diterangkan, bahwa Rasulullah ﷺ memiliki sejumlah syafaat. Syafaat Rasulullah mencakup:
- Syafâ’atul-‘Udzma, yakni syafaat Rasulullah saat berada di padang mahsyar. Syafaat ini hanya tertentu kepada Nabi Muhammad, di mana pada saat itu seluruh nabi dan rasul selain beliau tak mampu melakukannya.
- Syafaat untuk memasukkan sekelompok orang ke dalam surga tanpa hisab.
- Syafaat untuk memasukkan sekelompok orang yang seharusnya masuk neraka ke dalam surga.
- Syafaat untuk mengeluarkan orang-orang yang bertauhid dari neraka.
- Syafaat untuk mengangkat derajat sekelompok orang di dalam surga.
Lalu, siapakah yang bisa mendapatkan syafaat Nabi Muhammad? Dan apa yang harus dilakukan untuk mendapatkannya? Syarat pertama untuk mendapatkan syafaat adalah mengucapkan Lâ ilâha illallâh. Rasulullah pernah ditanya oleh shahabat Abu Hurairah, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaatmu pada hari kiamat?” Rasulmenjawab, “Yang paling berbahagia dengan syafaatku nanti pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan ‘Lâ ilâha illallâh‘ dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya.” (HR. al-Bukhari)
Lebih dari itu, di dalam kitab Tuhfatul-Murîd dijelaskan, tidak boleh meyakini tercegahnya syafaat nabi bagi para pelaku dosa besar, baik sebelum masuk neraka maupun setelah masuk neraka. Artinya, syafaat Nabi Muhammad e juga diperuntukkan bagi pelaku dosa, selama dosa tersebut tidak berupa dosa syirik dan kekafiran.
Jadi, masih ada harapan bagi pendosa untuk mendapat syafaat Nabi. Hanya saja, dengan adanya kemungkinan pelaku dosa bisa mendapat syafaat bukan berarti ada kelonggaran untuk berbuat dosa sehingga ia bebas melakukan kemungkaran. Adanya syafaat Nabi untuk pelaku dosa ini adalah pertanda besarnya kasih sayang Nabi ﷺ kepada umatnya. Maka dari itu, tidak seyogyanya seseorang tenggelam dalam kemaksiatan lalu mengandalkan syafaat Rasulullah ﷺ tersebut.
Di samping itu, agar bisa mendapatkan syafaat Nabi Muhammad ﷺ tentu kita harus memiliki rasa cinta kepada beliau. Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Dzat yang berkuasa atas nyawaku, tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya dari anak dan orang tuanya.” (HR. Al-Bukhari).
Rasa cinta kepada Rasulullah ﷺ ini dapat diwujudkan dengan banyak cara. Di antaranya dengan bergembira atas kelahiran beliau dan mengucapkan shalawat setiap kali nama beliau disebut.
Rasulullah ﷺ bersabda:
أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
“Orang yang paling berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku.” (HR. At-Tirmidzi)
Akhiran, mari kita perbanyak membaca shalawat kepada Nabi ﷺ, utamanya di bulan kelahiran beliau ini. Semoga kita semua tercatat sebagai orang yang menerima syafaat Rasulullah ﷺ di akhirat kelak. Amin.
Moh Kanzul Hikam | Annajahsidogiri.id