Relasi antar manusia amat perlu dijunjung tinggi dalam kehidupan bersosial. Apalagi kita sadar bahwa kita tidak hidup sendirian di dunia ini. Kita adalah manusia yang merupakan makhluk sosial, makhluk yang saling menyalurkan kebutuhan satu sama lain. Tetapi, perlu diingat bahwa menjalani relasi antar sesama manusia masih perlu melihat latar belakang dan agama, agar tidak menabrak rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Relasi ini lebih dikenal dengan nama Ukhuwah; hubungan kita dengan sesama muslim bernama Ukhuwah Islamiyah, hubungan kita dengan sesama umat bangsa bernama Ukhuwah Wathaniyah, sementara kalau dengan manusia secara umum bernama Ukhuwah Basyariah.
Ulama telah menetapkan ketiga ukhuwah tersebut dan tidak lebih. Namun, dalam perkembangannya, muncullah ke permukaan satu ukhuwah baru yang dengan ngaco menafikan Ukhuwah Islamiyah, yaitu Ukhuwah Imaniyah (Menjalin persaudaraan dengan orang yang tidak seagama). Padahal, Al-Quran sendiri sudah menjelaskan eksistensi Ukhuwah Islamiyah dalam QS. At-Taubah (9): 11:
فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِۗ وَنُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ
Dan di dalam QS. Al-Ahzab (33): 5, Allah ﷻ menambahkan:
ٱدۡعُوهُمۡ لِأٓبَآئِهِمۡ هُوَ أَقۡسَطُ عِندَ ٱللَّهِۚ فَإِن لَّمۡ تَعۡلَمُوٓاْ ءَابَآءَهُمۡ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِ وَمَوَٰلِيكُمۡۚ وَلَيۡسَ عَلَيۡكُمۡ جُنَاحٞ فِيمَآ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمًا
Baca juga: Pentingnya Ukhuwah Islamiyah
Dari dua ayat di atas, bisa kita pahami tentang adanya saudara seagama, sekaligus anjuran kepada kita agar merajut ikatan persaudaraaan atas dasar agama. Sedangkan yang dimaksud agama di sini adalah agama Islam, yang merupakan satu-satunya agama yang diakui oleh Allah c. Dalam QS. Ali Imran: 85 Allah c berfirman:
وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ
Dewasa ini, ada yang mendengungkan ikatan hubungan persaudaraan antar umat beragama. Dengan artian, menjalani hubungan dengan seseorang disertai dengan segala kepercayaan dan keimanan kepada tuhan apapun, baik dia beragama Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu, dll. Asal, dia masih beriman kepada yang namanya tuhan, maka dia orang beriman. Jalinan persaudaraan seperti ini lebih dikenal dengan Ukhuwah Imaniyah.
Adanya Ukhuwah tandingan tersebut merupakan kesalahan yang amat fatal, karena dapat menimbulkan keyakinan bahwa semua umat beragama selain Islam juga termasuk orang beriman. Pemahaman ini secara otomatis, baik disengaja atau tidak, akan menyeret para pemikirnya jatuh ke dalam lubang kesesatan paham Pluralisme agama; percaya bahwa semua agama itu benar. Padahal, kita sudah tahu secara pasti siapapun yang tidak beriman kepada Allah ﷻ, sudah jelas dia adalah orang kafir.
Ibnu Hajar al-Haitamy dalam al-‘I’lâm bi Qawâthi’il Islâm menegaskan:
أَنَّ مَنْ لَمْ يُكَفِّرْ مَنْ دَانَ بِغَيْرِ الْإِسْلَامِ كَالنَّصَارَى أَوْ شَكَّ فِي تَكْفِيْرِهِمْ أَو صَحَّحَ مَذْهَبَهُمْ فَهُوَ كَافِرٌ وَإنْ أَظْهَرَ مَعَ ذَلِكَ الْإِسْلَامَ وَاعْتَقَدَهُ
Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang beragama selain Islam seperti orang-orang Nasrani, ataupun ia masih ragu mengenai kekafirannya, atau malah membenarkan keyakinan mereka, maka ia adalah orang kafir meski percaya dan meyakini Islam.
Oleh karena itu, berawal dari Ukhuwah imitasi tersebut, kini banyak sejumlah orang yang keliru dalam memahami hubungan antar umat beragama. Intinya, jika ia menyembah selain Allah ﷻ, adakah opsi lain yang bisa melepasnya dari kata kafir?
Abrari Ahmadi|Annajahsidogiri.id