Pada bulan maulid seperti saat ini, orang-orang muslim serentak merayakan hari kelahiran Rasulullah Saw dengan berbagai bentuk perayaan, bahkan ada yang asing bagi masyarakat setempat. Bagaimana syariat menanggapi pembacaan salawat yang telah di’inovasi’ tersebut? Berikut hasil wawancara A. Farid Muflihin dan Abrari Ahmadi dengan KH. Abd. Adzim Kholili, ulama kharismatik asal Bangkalan dan Wakil Rais Syuriah PWNU Jatim, di kediaman beliau.
Faedah Bersalawat kepada Baginda Nabi, Kiai?
Ada dua kenikmatan perihal membaca Salawat. Pertama atas diutusnya nabi. Kedua, atas kelahirannya nabi. Allah SWT berfirman: قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُون. Maksud dari بِفَضْلِ اللَّهِ adalah keutamaan dari Allah atas adanya Rasulullah SAW, sehingga terutusnya Nabi menjadi pokok rahmat dan kenikmatan sebagaimana juga dalam hadis Qudsi yang berbunyi لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ يَا مُحَمّد لما خَلَقْتَ الأَفْلَاك. Juga dalam ayat tadi yang dimaksud رَحْمَتِهِ adalah kenikmatan bagi kita semua atas terutusnya nabi sebagaimana dalam firman Allah Swt; وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Selain itu, pada bulan maulid saat ini ketika kita mengadakan acara maulid biasanya, shâhibul Hâjah (yang mengadakan Maulid) dan ayahnya didoakan oleh kiai, misalkan Zaid bin Umar. Lah, yang dapat pahala bukan hanya Zaid saja tapi juga ayahnya (Umar). Dari itu kan menandakan bahwa mengadakan maulid bisa juga menjadi Birrul Abi (Berbuat baik kepada ayah) bagi kita.
Pandangan Jenengan Ketika Ada Yang Memperbarui bacaannya?
Iya. Untuk masa kini itu tidak apa-apa. Salawat sekarang kan beraneka ragam, makanya sekarang ini banyak orang mendirikan majelis untuk membaca salawat Munjiyat, Nariyah, Fatih dan sebagainya. Itu kan supaya kita mengajak masyarakat bersalawat, misalkan mengajak para tetangga kita untuk membaca salawat Nariyah dengan imbuh supaya rezeki kita lancar, seakan-akan kita bersalawat tidak ikhlas gitu. Iya, mau gimana lagi? Secara perlahan, sekarang zamannya beda dengan dulu.
Bila Salawat tersebut diubah-ubah, Kiai?
Intinya selagi kita bisa menjaga adab.
Meskipun Salawat tersebut Bergenre Dangdut?
Makanya membaca salawat itu beda dengan ibadah lain, bahkan sebagian ulama berpendapat bersalawat dengan tujuan Riya’ (Ingin dipuji) itu boleh-boleh saja. Dan ini termasuk keutamaan serta kemuliaan Baginda Nabi. Saya sendiri tidak bisa menjawab bagaimana hukum bersalawat dibuat sama dengan genre ala lagu yang dibawakan penyanyi Indonesia, hatta yang sama dengan lagu dangdut. Padahal niatnya mereka baik, ingin mengajak para teman, kerabat, sanak famili hingga kaum muslim secara umum untuk ikut bersalawat. Iya, itu kita harus menjaga adab kepada baginda Nabi, jangan sampai kelewat batas.
Pernah suatu ketika ada salah satu vokalis tim salawat yang sering dimarahi karena banyak ‘salawat ciptaan’-nya yang kontroversi. Tetapi saya lihat, semuanya yang dibuat oleh dia (ketua) itu tidak separah yang antum sebutkan seperti menciptakan salawat versi Jaran Goyang. Lalu apa yang terjadi? Setelah orang tersebut sudah berhenti dari aktivitasnya menjadi vokalis, sekarang dia bekerja di Mekah. Selama di sana, dia sering kali bermimpi Baginda Nabi Muhammad Saw. Yang perlu kita ingat, selama kita bersalawat kepada Baginda Nabi Muhammad Saw adalah menjaga etika. Apapun yang kita buat katakanlah pembaruan salawat gitu, selama kita menjaga etika pada nabi, itu tidak apa-apa.