Secara fitrah, manusia terlahir dari nenek moyang yang sama, dari pasangan Nabi Adam dan Siti Hawa. Akan tetapi, meski terlahir dengan fisik yang sama, manusia bakal memiliki garis akhir yang berbeda; antara surga dan neraka. Mereka dibedakan oleh sebuah cara pandang dan keyakinan. Di tanah air tercinta kita, semua masyarakat menganut agama yang bermacam-macam. Meskipun demikian, mereka tetap rukun dan damai dalam menjalani keyakinan hatinya. Mereka disatukan oleh sebuah kesepakatan bersama antarumat beragama, yang biasa kita kenal dengan istilah toleransi beragama. Namun bagaimana jadinya jika toleransi yang sejatinya diciptakan untuk tidak mencederai agama lain, justru ditabrak dengan hawa nafsu dan selera dirinya. Kajian berikut akan mengupas permasalahan tersebut.
Memahami Kembali Batasan Toleransi
Indonesia, negara majemuk yang kini kita tempati, memiliki agama yang bermacam-macam. Meski berbeda keyakinan, antara satu sama lain tidak saling berselisih dalam memperjuangkan keyakinannya. Mereka diikat oleh satu jargon yang mampu merangkul semua umat beragama, yaitu jargon “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu jua). Berawal dari jargon ini, lahirlah sebuah kesepakatan yang dipegang oleh semua umat beragama di Indonesia, yang lebih kita kenal dengan istilah “Toleransi Beragama”.
Toleransi antarumat beragama adalah suatu sikap saling menghargai atas keyakinan yang dimiliki orang lain. Belakangan ini, sering kali kita dengar pernyataan kontroversial yang membuat umat Islam gaduh. Mulai dari toleransi beragama yang dilabrak sebebas-bebasnya, pelaksanaan kegiatan-kegiatan islami di tempat peribadatan non-muslim, turut andil dalam perayaan hari besar kaum non-muslim, dan lain sebagainya.
Dilansir dari Ihram.co.id, ada salah seorang penceramah kondang yang tidak sungkan menghadiri undangan ke sebuah gereja dalam rangka silaturahmi. Tak heran, jika aksi ini menunai banyak kecaman dari masyarakat. Dari kejadian tersebut, timbullah sebuah pertanyaan. Sebenarnya, sampai mana batasan toleransi yang perlu kita pegang bersama? Apakah toleransi juga menyangkut dalam hal-hal sensitif dalam agama?
Baca Juga : Toleransi Abal-Abal
Ada beberapa poin yang perlu kita ketahui bersama. Pertama, Rasulullah ﷺ merupakan suri tauladan dalam urusan toleransi. Contohnya, saat Perjanjian Hudaibiyah, empat kebijakan dalam perjanjian tersebut justru terkesan menyudutkan umat Islam. Meskipun demikian, Baginda Nabi ﷺ tetap menerimanya, dengan alasan tidak melukai syariat Islam. Kedua, Allah ﷻ memperingatkan Nabi ﷺ untuk tidak ikut campur dalam urusan akidah dan keyakinan di luar Islam. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman dalam surah al-Kafirun ayat 1-6. Ketiga, selain tidak boleh ikut campur dalam urusan agama lain, kita dilarang untuk melantik pemimpin non-Muslim dan memberikan rasa empati dan cinta kepadanya. Hal ini termaktub dalam firman Allah ﷻ dalam surah al-Mumtahanah ayat 1. Allah ﷻ berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا عَدُوِّيْ وَعَدُوَّكُمْ اَوْلِيَاۤءَ تُلْقُوْنَ اِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia sehingga kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang. (QS. al-Mumtahanah [60]; 1)
Imam ar-Razi dalam kitab Tafsîr Fakhruddin ar-Râzi menafsiri kata mawaddah. Menurut beliau, orang Islam sudah seharusnya tidak menaruh rasa cinta kepada orang kafir, sebab orang Islam merupakan musuh orang kafir. Sedangkan cinta dan musuh adalah dua hal yang saling bertentangan. Imam al-Harrari dalam kitab Hadâ’iqur-Rûh war-Raihân juga berpendapat bahwa rasa empati kepada orang kafir sangatlah dilarang. Beliau mencontohkan bagaimana Nabi Ibrahim yang menolak keras ajakan orang kafir untuk menyembah berhala-berhala mereka.
Dari sini dapat kita simpulkan, bahwa konteks toleransi beragama itu tidak sampai ikut campur dalam urusan agama dan cinta. Toleransi berkisar kepada muâ’malah dhâhirah saja, seperti transaksi jual beli. Jadi, menghadiri undangan ke gereja atas dasar silaturahmi jelas telah menabrak rambu-rambu toleransi yang diajarkan oleh Allah ﷻ dan Baginda Nabi ﷺ, sebab diakui atau tidak, silaturahmi ke gereja merupakan bagian dari kegiatan agama dan cinta.
Ali Abdillah | Annajahsidogiri.id