Ulama Ahlusunah sepakat, bahwa berjabat tangan adalah suatu anjuran untuk dilakukan ketika saling bertemu. Tidak sedikit hadits yang menjelaskan tentang kesunahan berjabat tangan, selagi tidak ada hal-hal yang diharamkan oleh syariat, seperti bersalaman dengan bukan mahram, menimbulkan syahwat dan sebagainya. Hanya saja, tradisi baik yang sesuai dengan anjuran Nabi ini, diklaim sebagai bidah oleh saudara kita kaum Salafi. Oleh karena itu, berikut kami paparkan dalil-dalil dianjurkannya berjabat tangan seusai shalat.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa berjabat tangan seusai shalat itu baik untuk dilakukan. Beliau menganggapnya sebagai bidah yang mubah, karena tidak bertentangan dengan syariat. Berikut penjelasan beliau dalam kitabnya Al-Adzkâr An-Nawawiyah hal 184:
وَاعْلَمْ أَنَّ هَذِهِ الْمُصَافَحَةَ مُسْتَحَبَّةٌ عِنْدَ كُلِّ لِقَاءٍ ، وَأَمَّا مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ مِنْ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ ، فَلَا أَصْلَ لَهُ فِي الشَّرْعِ عَلَى هَذَا الْوَجْهِ ، وَلَكِنْ لَا بَأْسَ بِهِ، فَإِنَّ أَصْلَ الْمُصَافَحَةِ سُنَّةٌ ، وَكَوْنَهُمْ حَافَظُوا عَلَيْهَا فِي بَعْضِ الْأَحْوَالِ ، وَفَرَّطُوا فِيهَا فِي كَثِيرٍ مِنْ الْأَحْوَالِ أَوْ أَكْثَرِهَا ، لَا يَخْرُجُ ذَلِكَ الْبَعْضُ عَنْ كَوْنِهِ مِنْ الْمُصَافَحَةِ الَّتِي وَرَدَ الشَّرْعُ بِأَصْلِهَا
Ketahuilah bahwa bersalaman itu disunahkan di setiap perjumpaan. Adapun bersalaman yang biasa dilakukan orang-orang setelah shalat Subuh dan Asar itu tidak ada dasarnya dalam syariat Akan tetapi, hal itu boleh dikerjakan, karena pada dasarnya bersalaman itu sunah. Adapun fakta yang menjelaskan bahwa mereka selalu mengerjakannya dalam sebagian kondisi, tapi dalam kondisi yang lain mereka kebanyakan mengabaikannya, itu tidak menafikan mushafahah yang disyariatkan.
Dalam kitab Syarhut-Thariqah al-Muhammadiyah karya salah satu ulama Hanafi; Syeikh Abd. al-Ghani al-Nabulsi, disebutkan:
صَرَّحَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ بِكَرَاهَةِ الْمُصَافَحَةِ بَعْدَ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ بِإِدْعَاءِ انِّهَا بِدْعَةً مَعَ أَنَّهَا دَاخِلَةٌ تَحْتَ عُمُومِ سُنَّةِ الْمُصَافَحَةِ مُطْلَقًا
Sebagian ulama madzhab Hanafi menjelaskan, bahwa dimakruhkan bersalaman setelah shalat Subuh dan Asar dengan berdalih bahwa hal tersebut adalah bidah. Padahal, musafahah setelah Subuh dan Asar itu termasuk dalam keumuman dalil disunahkan bersalaman secara mutlak.
Redaksi di atas menyangsikan pendapat ulama Hanfiyah yang menyatakan makruhnya berjabat tangan seusai shalat Subuh dan Asar, padahal hal tersebut tercakup oleh keumuman hadits akan kesunnahan berjabat tangan.
Setidaknya, dua pendapat di atas cukup untuk dijadikan sandaran bagi amalan yang jamak dilakukan oleh masyarakat, terlebih masyarakat Indonesia. Sedangkan dalil yang digunakan para ulama sebagai landasan diperbolehkan bersalaman setelah shalat adalah hadits berikut:
عَنِ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَثَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا.
Diriwayatkan dari sahabat Al-Barra’, beliau berkata; Rasulullah bersabda: “Tidak ada dua orang Muslim yang bertemu lalu berjabat tangan kecuali keduanya telah diampuni sebelum keduanya berpisah.” (HR. Tirmidzi: 2804, Abu Daud: 5207, Ibnu Majah: 3786, Ahmad: 18199, 18348, Baihaqi: 13746)
وَقَالَ أَسْوَدُ : أَخْبَرَنِي يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ ، قَالَ : سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ يَزِيدَ بْنِ الْأَسْوَدِ السَّوَائِيَّ ، عَنْ أَبِيهِ : أَنَّهُ صَلَّى مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ ، فَذَكَرَ الْحَدِيثَ . قَالَ : ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ بِيَدِهِ يَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ ، قَالَ : فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِي ، فَوَجَدْتُهَا أَبْرَدَ مِنْ الثَّلْجِ ، وَأَطْيَبَ رِيحًا مِنْ الْمِسْكِ
Aswad berkata: Ya‘la bin ‘Atha’ memberitahuku, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Yazid bin al-Aswad al-Sawa’i, dari ayahnya: Dia shalat Subuh bersama Nabi saw, lalu dia menyebutkan hadits. Dia berkata: Kemudian orang-orang berebut mengambil tangan Nabi dan menyeka wajah mereka dengan itu. Lalu berkata: aku mengambil tangan Nabi saw dan menyeka wajahku dengan itu, dan ternyata tangan belau lebih dingin dari salju, dan lebih manis dari kasturi. (HR.Ahmad)
Dari pemaparan di atas, bisa kita tarik benang merah bahwa berjabat tangan setelah shalat merupakan suatu kebaikan, toh meskipun tidak ada dalil sharih yang menjelaskan tentang kesunnahannya seusai shalat. Sebagaimana pendapat Imam Nawawi di atas, cukuplah keumuman dalil-dalil tentang kesunahan berjabat tangan sebagi dalil bermushafahah seusai shalat. Kalaupun mau dikatakan bidah, maka hal itu termasuk bidah hasanah.
Ekholil | annajahsidogiri.id