Berbicara tentang Syiah dan al-Qur’an, maka sangat erat kaitannya atau bahkan tidak boleh dilewatkan adalah mengenai distorsi, interpolasi atau tahrif (perubahan) al-Qur’an yang diyakini oleh sekte Syiah. Sebenarnya bagaimana al-Qur’an menurut pandangan sekte Syiah?
Mengenai al-Quran, umat Islam telah bersepakat bahwa al-Quran yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW memang terpelihara orisinalitasnya. Berbeda dengan Syiah yang menganggap al-Quran tak lagi otentik dan telah mengalami perubahan.
Dalam kitab mereka, Usulul-Kafi disebutkan bahwa al-Quran yang dibawa malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW ada 17 ribu ayat, namun yang tersisa sekarang hanya 6666 ayat. Artinya al-Quran Syiah itu tiga kali lebih tebal dari al-Quran yang ada sekarang. Sekte ini menganggap al-Quran yang benar-benar otentik adalah al-Quran yamg dihimpun oleh Sayidina Ali, yang kini berada pada imam Ghaib (imam Mahdi yang menurut mereka menghilang dan akan muncul pada hari kiamat).
Demi memperkokoh argumentasinya, Syiah menciptakan hadis-hadis palsu yang sekaligus menjadi pembeda antara kita dengan mereka. Sebagaimana yang ditampilkan oleh an-Nu’man dalam kitabnya al-Ghaibah:
Dari Sayidina Ali beliau berkata: “Seakan-akan aku berada di kemah-kemah orang-orang non-Arab di masjid Kufah. Mereka mengajarkan al-Quran kepada orang-orang sebagaimana diturunkan.” Aku (perawi) bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah ia sebagaimana diturunkan?” Sayidina Ali menjawab: “Tidak, telah dihapus darinya 70 nama orang Quraisy beserta nama nenek moyang mereka, dan tidaklah nama Abu Lahab dibiarkan (tidak dihapus) melainkan dengan tujuan menghina kepada Rasulullah SAW dan keluarga beliau, sebab ia adalah paman beliau.”
Namun, problematikanya, jika Sayyidina Ali memiliki mushaf yang lengkap, mengapa ketika Sayidina ‘Utsman bin Affan menghimpunnya, beliau tidak memberitahukan hal itu dan tidak menunjukkan kepada umat Islam pada waktu itu? Beliau bahkan memuji kebijakan Khalifah Utsman yang membakar mushaf-mushaf selain yang dikodifikasi mushaf Utsmani, “Jika Utsman tidak melakukannya, maka saya yang akan melakukan itu,” tegas Sayidina Ali.
Sebenarnya jika diteliti, pernyataan Syiah ini sama dengan orang yang berkata “Alam ini gelap” di bawah teriknya matahari. Sebab banyak sekali dalil-dalil definitif (qat’i) yang menjamin keorisinalan al-Quran. Salah satunya ayat berikut:
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ
“Sesungguhnya kami (Allah) telah menurunkan al-Quran dan kami pula yang menjaganya.” (QS. Al-Hijr: 9)
Dengan demikian, terungkaplah kekafiran Syiah, sebab mereka telah menyalahi firman Allah di atas, dan mengingkari kebenaran al-Quran. Dijelaskan dalam kitab as-Syifa bi Ta’rif Huquq al-Musthafa, aL-Qadhi Iyadh menukil pernyataan Abu Utsman al-Haddad bahwa semua ahli tauhid sepakat atas kekafiran orang yang mengingkari satu huruf dari al-Quran.
Senada dengan ayat di atas, hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahih–nya tentang penolakan Sayidina Ali atas tuduhan orang-orang yang menuding beliau telah menerima wahyu selain al-Quran:
Dari abu Juhaifah, bahwa ia bertanya kepada Sayidina Ali, “Apakah Anda menyimpan wahyu selain al-Quran?” Beliau menjawab: “Tidak, demi Allah yang membelah biji dan menciptakan jiwa, aku tidak mengetahui hal itu, kecuali pemahaman al-Quran yang diberikan Allah pada seseorang, dan isi lembaran ini.” Ia bertanya: “Apa isi lembaran itu?” Sayidina Ali menjawab: “ Diyat aqilah, pelepasan tawanan dan seorang Muslim tidak dibunuh sebab (membunuh) orang kafir.”
Walhasil, dengan paradigma tersebut maka pernyataan, riwayat, pandangan, negasi, afirmasi atau apapun yang ditawarkan Syiah, selamanya tidak bisa diterima. Sebab sekte, kelompok atau orang yang berusaha menyentuh wilayah kesucian al-Quran dengan tuduhan-tuduhan negatif, berarti telah terlalu jauh melenceng dari rel agama Islam, sebab telah berusaha menghancurkan Islam dari akar tunjangnya. Wassalam.
Ulin Nuha|AnnajahSidogiri.id