Di negara Indonesia banyak tersebar mitos-mitos yang menjamur di kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan penduduk meyakini bahwa pengaruh buruk dari mitos tersebut akan menimpa mereka. Salah satu mitos yang berulang-ulang terjadi di masyarakat adalah mitos malam Jumat Kliwon. Berikut penjelasan dan batasan-batasan dalam meyakini mitos tersebut.
Masyarakat Jawa seringkali meyakini sebuah mitos (semua kata “Mitos” dalam tulisan ini berarti pertanda buruk) sebagai akibat buruk yang akan menimpa mereka. Di antaranya adalah mitos malam Jumat Kliwon. Di malam Jumat Kliwon ini, sebagian mereka memercayai bahwa malam tersebut merupakan waktu para makhluk halus muncul ke permukaan. Hal ini membuat mereka takut untuk keluar rumah lantaran khawatir diganggu oleh makhluk-makhluk halus tersebut.
Al-Imam Ibnu Hajar al-Asqalâni dalam kitab Fathul-Bârȋ-nya (juz. 10 hlm. 213), menjelaskan bahwa mitos ini seringkali menjangkiti banyak manusia. Bahkan, pengaruh dari mitos juga ada pada kalangan orang-orang Arab Jahiliyah, di mana saat mereka hendak bepergian, mereka akan melihat ke mana arah seekor burung terbang. Apabila melihat burung terbang ke arah kanan, maka mereka pun akan melanjutkan perjalanan. Namun, mereka akan mengurungkan niatnya tatkala melihat burung terbang ke arah kiri. Sebab, hal itu merupakan pertanda buruk dalam perjalanan yang akan mereka lalui.
Jika itu hanya sebatas mitos, tapi kenapa kerapkali terbukti? Dalam hal ini, al-Imam Abdurrahman al-Mubarakfuri mengatakan bahwa mitos terjadi lantaran sangkaan buruk dari seorang hamba kepada Allah ﷻ, yang mana hal itu kemudian menjadi sebuah kenyataan. Para ulama mengaitkan hal ini dengan hadis qudsi berikut:
أنَا عِنْدَ ظَنِّيْ عَبْدِيْ بِيْ
“Aku berdasarkan sangkaan hamba-Ku…”
penyebabnya karena orang-orang Jawa menyangka bahwa mitos malam Jumat Kliwon ini sebagai pertanda buruk bagi kehidupan mereka, maka sangkaannya itu pun akan berubah menjadi sebuah kenyataan. Hal ini sesuai dengan pemahaman dari hadis qudsi di atas, di mana Allah ﷻ akan menakdirkan sesuatu sesuai dengan sangkaan dari hamba-Nya, baik berupa sangkaan baik maupun sangkaan buruk (Tuhfatul-Ahwâdzȋ juz. 7 hlm. 53).
Batasan Meyakini Mitos Malam Jumat Kliwon
Seiring dengan menjamurnya mitos malam Jumat Kliwon ini, maka sangat perlu untuk memahami batasan-batasan yang harus seseorang lakukan dalam meyakini keberadaan mitos tersebut. Dalam hal ini, al-Imam Muhammad bin Ibrahim al-Baijuri dalam Tuhfatul-Murîd (hlm. 61) menerangkan batasan-batasan dalam meyakininya. Beliau memerincinya sebagaimana demikian:
Pertama, apabila mitos malam Jumat ini yakin pasti memberikan dampak, maka hukum memercayainya adalah kafir.
Kedua, jika keburukan yang terjadi dari mitos tersebut dipercayai bersumber dari kekuatan yang diberikan oleh Allah ﷻ, maka hukumnya adalah fasik (haram).
Ketiga, jika akibat buruk itu diyakini bahwa Allah ﷻ yang menghendakinya, tetapi memercayainya hanya sebagai bentuk talâzum aqlî, yang artinya keluar pada malam Jumat Kliwon tetap menimbulkan efek negatif, maka hanya dihukumi jahil (orang yang bodoh).
Keempat, jika ia meyakini bahwa semua yang terjadi pada malam Jumat Kliwon itu adalah kehendak dari Allah ﷻ, dalam artian ketika keluar rumah pada malam tersebut tidak akan berdampak negatif bagi dirinya, maka hal ini diperbolehkan.
Wal-Hâshil, meyakini mitos malam Jumat Kliwon ini apabila sesuai dengan syarat keempat, maka tidak apa-apa. Namun, jika mitos tersebut sampai dipercayai sebagaimana syarat pertama, tentu hal tersebut akan membuat dirinya terjerambab dalam kekafiran. Wallâhu A’lam bish-Shawwâb.
M. Roviul Bada | Annajahsidogiri.id