Allah ﷻ memerintah kita, sebagai anak, untuk selalu berbakti dan menaati kedua orang tua yang telah mendidik dan merawat kita, mengajarkan apa saja yang belum kita ketahui, dan dengan sabar menghadapi segala tingkah laku kita yang mungkin dirasa menjengkelkan. Namun, yang menjadi problem adalah bila ternyata kita berbeda keyakinan (agama) dengan orangtua kita. Lantas bagaimana kita menyikapi hal ini?
Ulama Ahlusunah walJamaah bersepakat atas hukum kewajiban berbakti pada kedua orang tua tanpa mempertimbangkan agama yang diimani olehnya. Penentuan hukum wajib ini berlandaskan pada kisah Sayidah Asma’ yang pernah bertanya pada nabi Muhammad ﷺ perihal bersilaturahim pada ibunya yang pada saat itu belum beriman. Beliau ﷺ pun memperbolehkan Sayidah Asma’ dan bahkan menyuruhnya untuk tetap menyambung tali silaturahim dengan ibunya. Berikut nash hadis tersebut:
(رواه البخاري ومسلم) عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَتْ قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّي وَهِيَ مُشْرِكَةٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قُلْتُ وَهِيَ رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُ أُمِّي قَالَ نَعَمْ صِلِي أُمَّكِ
“Dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, ‘Ibuku menemuiku -saat itu beliau masih musyrik- pada zaman Rasulullah ﷺ, lalu aku meminta pendapat Rasulullah ﷺ. Aku berkata, ‘Ibuku sangat ingin (aku berbuat baik padanya), apakah aku harus menjalin hubungan baik dengan ibuku?‘ Beliau menjawab, ‘Ya, sambunglah silaturahim dengan ibumu!“ (H.R. Bukhari-Muslim)
Tapi yang perlu diperhatikan di sini adalah macam perintah yang wajib ditaati oleh sang anak. Sebab tak semua perintah orang tua wajib ditaati. Kewajibannya itu hanya bila tidak memerintah pada kemaksiatan, lebih-lebih kekufuran.
Baca Juga: Berbakti Kepada Orang Tua yang Sudah Meninggal ?
Pandangan ini, oleh para ulama disandarkan pada kisah Sahabat S’ad bin Waqqas yang menjadi sebab turunnya surah al-Luqman ayat 14. Kala itu, di saat beliau memutuskan untuk masuk Islam, tiba-tiba ibundanya mengamuk dan bersumpah untuk menyiksa diri dengan tidak makan dan minum. Hal itu membikin beliau tidak tega, hingga turunlah ayat:
(14 :[40] القمان) وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) pada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang (semakin hari) berlipat ganda, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu.” (Q.S. Luqman [40]: 14)
Dari keterangan barusan bisa kita simpulkan bahwa berbudi luhur dan berbuat baik kepada orang tua yang kafir merupakan akhlak terpuji. Tentu saja, hal ini berlaku selama perintah-perintah yang dititahkan oleh kedua orang tua tadi tidak sampai mengantarkan diri dalam ranah kemaksiatan, apalagi sampai kesyirikan.
Ahmad Kholil | Annajahsidogiri.id