Syiah Itsna asyariyah adalah salah satu golongan yang meyakini ada 12 orang imam yang telah ditetapkan pasca wafatnya Rasulullah ﷺ dan mereka menganggap bahwasannya 12 Imam tersebut ma’shûm (terhindar dari dosa). Merekalah (12 imam yang telah ditetapkan) yang akan memimpin manusia sampai hari kiamat dan merekalah yang harus memerintah manusia sampai hari kiamat. Mereka adalah: Ali bin Abi Thalib 2). Hasan bin Ali 3). Husein bin Ali 4). Ali bin Husein 5). Muhammad Ali bin Ali al-Bakir 6). Ja’far bin Muhammad as-Shadiq 7). Musa bin Ja’far al-Kadzim 8). Ali bin Musa Ar-Rida 9). Muhammad bin Ali al-Jawwad 10). Ali bin Muhammad al-Hadi 11). Hasan bin Ali al-Askari 12). Muhammad bin Hasan al-Mahdi.
Syiah Itsna asyariyah berkeyakinan bahwasannya Nabi ﷺ telah menunjuk pengganti sepeninggalnya beliau. Menurut mereka argumentasi dari keyakinan ini didukung oleh beberapa nash secara eksplisit maupun inplisit, yang mana Nabi ﷺ menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai khilafah penerima amanat langsung dari Nabi, serta imam bagi manusia berdasarkan nash-nash yang ditujukan kepada sayyidina Ali dan penentuan secara langsung, yang dikenal dengan nama (اوصاء) [1]. Mereka mendalili keyakinan mereka dengan dalil:
( مَنْ كُنْتَ مَوْلاَهُ فَعَلِيٌّ مَوْلَاهُ اَللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَاْلَاهُ,وَعَادِ مَنْ عَادَهُ ) وَمثْلُ ( اَقْضَاكُمْ عَلِيٌّ )
”Orang-orang yang berada di bawah kepemimpinanku maka Ali berhak untuk memimpinnya, semoga Allah mencintai orang yang mencintai sayyidina Ali dan semoga orang yang menentang sayyidina Ali, Allah menentang terhadap dirinya.”
Baca juga : Fatwa MUI Tentang Salam Lintas Agama, Sudah Tepatkah?
Syiah Imamiyah juga meyakini bahwasannya imam itu adalah raja yang sempurna dan setiap perkataan imam adalah dari syariat, sehingga tidak mungkin seorang imam menyampaikan sesuatu hal yang menyalahi syariat yang telah ditetapkan oleh agama Islam. Dalam hal ini, Imam Muhammad Husain al-Kasif al-Ghito’ mengatakan: “Syiah imamiyah meyakini bahwasannya Allah ﷻ memiliki ketetapan hukum di setiap peristiwa yang ada, dan setiap pekerjaan orang mukallaf tidak lepas dari salah satu hukum taklif yang 5 (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah) dan sungguh Allah ﷻ telah menitipkan semua hukum-hukum itu kepada nabi Muhammad ﷺ dengan melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril atau dengan cara mendapatkan ilham dari Allah ﷻ.”[2]
Kemudian setelah wafatnya Rasulullah ﷺ kewajiban ini dipindah tangankan kepada sayyidina Ali, agar supaya meneruskan ajaran-ajaran syariat yang diperintahkan oleh Allah ﷻ kepada umat Rasulullah ﷺ sehingga merekalah yang akan menjadi saksi di akhirat nanti bahwasannya syariat agama islam itu sudah tersebar luas di segala penjuru dunia, sebab merekalah yang akan menjadi saksi di akhirat nanti. Allah ﷻ berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 143:
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”
Kesimpulan
Dari semua keterangan di atas bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
- Bahwasannya para imam (penerima wasiat) mereka telah mendapat titipan dari Rasulullah ﷺ tentang rahasia-rahasia yang tersirat dalam syariat.
- Apa yang disampaikan oleh para penerima wasiat adalah syariat islam karena mereka lah yang menjadi penyempurna dari risalah yang dibawa oleh nabi Muhammad ﷺ.
- Bahwasannya para imam mereka boleh mentakhsîs nas yang umum dan boleh membatasi nash-nash yang mutlak.
Lukman hakim | Annajahsidogiri.id
[1] Doktor ahmad Muhammad Ahmad Jali, Dirâsatul farqi fi târîkh muslimîn al-Khowârij was-Syiah, hlm. 182.
[2] Imam Muhammad Abu Zahroh, Târîkh Madzâhib hal. 21-22 cetakan pp sidogiri