Sedikit banyak, para ulama sudah menjelaskan secara konprehensif klasifikasi rukun Islam dan iman. Sebut saja diantaranya, Abuya Sayid Muhammad bin ´Alawî bin Abbâs al-Mâlikî. Dalam kitab beliau “Qul Hâdzihî Sabîlî” beliau dengan sangat dalam menkaji satu-persatu pengertian rukun Islam dan iman. Tidak murni itu saja, dalam beberapa sub judul pun, beliau juga menyindir kajian akidah dan tasawuf.
Kerangka dalam kitab
Kitab ini memiliki beberapa kemiripan dengan karangan ulama abad kelima yang disepakati sebagai mujaddid pada abad tersebut, yaitu al-Imam Muhammad al-Ghazali dalam karyanya Ihya’ Ulûmiddîn. Mulai dari susunan, keterangan, dan judul hampir menyerupai kitab Ihya’. Sehingga seakan-akan ini ringkasan dari kitab Ihya’ Ulûmiddîn. Oleh karenanya, Ada lima kajian ilmu yang disajikan beliau;
Pertama, pada permulaan lembaran kitab Qul Hâdzihî Sabîlî, beliau menjelaskan seputar kalimat Lâ Ilâha Illallâhu, esensi ayat mutasyabihât, sifat-sifat Allah dan arti Muhammadun ar-Rasûlullâh. Lalu, Barulah beliau membahas rukun Islam dan iman sebagai kajian kedua dan judul besar buku. Tidak hanya itu, Agar keimanan pembaca semakin tebal, beliau mencantumkan sub urgen akidah lainnya. misalnya; hari kebangkitan, timbangan amal, jembatan diatas neraka (shirât) dll.
baca juga : Mengenal Syiah Itsna asyariyah
Ketiga, berbeda dengan Mushanif kitab akidah pada umumnya, Beliau tidak lupa menyebutkan al-Muhlikât dan al-Munjiyât atau ilmu yang secara spesifik tentang menerangkan tentang penyakit-penyakit hati, cara mengobatinya, sesuatu yang bisa menyelamatkan manusia di akhirat, serta sifat-sifat yang mulia, yang mana puncaknya adalah kesempurnaan cinta kepada Allah ﷻ.
Keempat, dalam kitab ini juga tertera beberapa dzikir yang wârid dari Nabi Muhammad ﷺ yang sepatutnya kita amalkan. Sebagai penutup, kajian terakhir adalah keterangan simple mengenai Jihad fî sabilillah( perang dijalan Allah ﷻ). Mulai dari hukum serta kutamaannya.
Kutipan isi Qul Hâdzihî Sabîlî
Ada lima hal yang akan dipertanyakan dalam kehidupan seseorang. Pertama, umur, bagaimana ia menghabiskan. Kedua, masa muda, untuk apa saja digunakan. Ketiga, dan keempat, hartanya bagaimana ia mendapatkan dan seperti apa ia mengalokasikan. Kelima, ilmu, apakah ia mengamalkannya.
Salah satu keutamaan dari perang yang dikutip oleh Sayid Muhammad dalam kitab ini adalah hadis dari sahabat Anas bin Mâlik;
لِغَدْوَةٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ رُوْحَةٍ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Berangkat pagi menuju perang dijalan Allah ﷻ lebih utama dari pada dunia dan seisinya”
Hadziqil Fahimi | Annajahsidogiri.id