Para sahabat #SerialAkidahAwam yang dirahmati Allah ﷻ, melanjut pada pembahasan berikutnya sifat ihtiyâjuhu lighairihi dan ta’addud bagi Allah ﷻ.
Sifat Ihtiyaju lighairihi
Seperti yang kalian ketahui sifat qiyâmuhu binafsihi memiliki arti dzat Allah ﷻ tidak butuh pada mahal (tempat) dan mukhosis (pencipta). Dengan artian Allahﷻ tidak butuh pada pelaku yang menjadi sebab adanya Allah[1]. Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِ ۚوَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ (الفاطر [35]:15)
“Wahai manusia, kamulah yang memerlukan Allah ﷻ. Hanya Allahﷻ Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Fatir [35]:15)
Allahﷻ itu tidak mungkin bersifat ihtiyâj lighairihi (butuh pada yang lain). Perlu kita ketahui bahwa Allahﷻ tidak akan pernah membutuhkan pertolongan siapapun, sebab dia itu Maha Kuasa dalam segala hal[2]. karena baginyalah kekuasaan atas segala alam semesta dan seisinya. Sedangkan sifat mustahil ihtiyaj lighairihi ini berkebalikan dengan sifat Allahﷻ Qiyamuhu Binafsihi.
Sifat mustahil ini disebutkan dengan jelas dalam Al qur’an Al Isra ayat 111 berikut ini:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَّلَمْ يَكُنْ لَّهُ شَرِيْكٌ فِى الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيْرًا (الاسراء [17]: 111 )
“Katakanlah, “Segala puji bagi Allahﷻ yang tidak mengangkat seorang anak, tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya, dan tidak memerlukan penolong dari kehinaan! Agungkanlah Dia setinggi-tingginya!” (QS. Al-Isra [17]: 111).
إِنَّ اللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَلَمِينَ (العنكبوت [29]: 6)
”Sesungguhnya Allah Mahaﷻ Kaya (tidak membutuhkan apa-apa) dari seluruh dunia.” (QS. Al-Ankabut [29]: 6).
Sifat Ta’addud
Mustahil Allahﷻ tidak esa(satu) dengan gambaran Allahﷻ tersusun dalam dzatnya atau memiliki persamaan baik dalam sifat, wujud, dan kehendaknya, Padahal Allahﷻ memiliki sifat wahdaniyat (esa). Sedangkan wahdaniyat Allah terbagi menjadi 3 bagian yakni,
Pertama wahdaniyat dalam dzat ialah mentiadakan tarkib(susunan) dan wujudu-dzati ukhro yang serupa dengan dzatnya Allah ﷻ.
Kedua wahdaniyah dalam sifat ialah mentiadakan bilangan setiap hakikat yang ada baik yang mutashil atau munfashil maka demikian Allah mengetahui segala sesuatu yang ma’lum dengan satu ilmu bukan beberapa ilmu.
Baca juga : Buku Kiai & Habib; Upaya Kecil Membuka Kesadaran Umat
Ketiga wahdaniyah dalam af’al ialah menafikan kehendak yang bukan dari Allahﷻ bahkan seluruh perkara yang baru ada tanpa ada perkara lain[3].
Ta’adud berarti berbilang. Mustahil bagi Allah ﷻ memiliki sifat ta’adud yang berarti lebih dari satu dan tidak bersekutu. Sifat mustahil ta’addud Allahﷻ tidak terbilang karena Allahﷻ Maha Esa yaitu dzat tunggal atas keagungannya. Sifat ta’adud ini kebalikan dari pada sifat Allahﷻ wahdaniyah yang bermakna tunggal.
Allah ﷻ berfirman dalam surah al-ikhlas ayat 1-4:
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ اَللّٰهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَّهُ كُفُوًا اَحَد (الإ خلاص [112]: 1-4)
“1.Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah ﷻ Yang Maha Esa. 2.Allah ﷻ tempat meminta segala sesuatu. 3.Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. 4.serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 1-4).
Dimas Aji Negara | Annajahsidogiri.id
[1] Syaikh Ad-Dasuki, ad-Dâsuki ,hlm. 133
[2]Syaikh Ahmad bin Ismail al-Kaurani, Al-Durar al-lawami’ fi syarhi Jam’il-Jawâmi’, juz 4,hlm. 189
[3] Syaikh Muhammad ad-Dasuki, Hasyiatu al-Dasûqî,hlm. 134-134