Apa yang dialami oleh negara China akhir-akhir membuat dunia khawatir. Allah SWT menurunkan virus Corona, virus yang dapat dengan cepat menyebar tidak hanya ke seantero China, bahkan dunia. Lebih mengkhawatirkan lagi, pesatnya penularan virus tersebut di negara yang telah sejak lama menganut paham komunis, yang dengan kata lain adalah negara ‘tidak bertuhan’. Paham yang berupa ideologi yang berkenaan dengan filosofi, politik, sosial dan ekonomi. Secara teologi, paham tersebut serupa dengan ateisme, tidak percaya adanya tuhan. Padahal, ada kuasa Allah dalam virus Corona.
Seiring dengan semakin pesatnya virus tersebut menyebar, banyak yang meyakini bahwa hal tersebut memang suka-suka alam. Maksudnya, jika manusia menjaga dirinya dari virus tersebut, maka mereka tidak akan terjangkiti. Dan apabila mereka kurang memproteksi diri mereka dari virus, maka kemungkinan virus akan menjangkiti tubuh mereka. Yang jelas, mereka yakin tidak ada campur tangan tuhan disitu, karena penyebab yang mendasar adalah ideologi mereka yang sejak dari awal tidak ingin mengenal yang namanya tuhan.
Baca Juga: Kemaksiatan Penyebab Bencana?
Allah SWT telah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyat [51]: 56:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونَ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Kita dapat memahami maksud ayat di atas sebagaimana pendapat sayidina Ali bin Abi Thalib RA yang memberikan interpretasi pada ayat di atas bahwa semua makhluk, baik manusia atau jin, hanya diciptakan untuk menyembah kepada Allah SWT. Perkataan sayidina Ali RA tersebut bisa kita dijumpai di Lubâbut-ta’wîl fî ma’ânit-tanzîl, karya imam al-Khazin:
إِلَّا لِآمُرَهُمْ أَنْ يَعْبُدُوْنِي وَأَدْعُوَهُمْ إِلَى عِبَادَتِي
(Manusia dan jin) tidak Aku (Allah) ciptakan melainkan agar Aku perintahkan mereka menyembah pada-Ku dan Aku serukan kepada mereka untuk beribadah kepada-Ku.
Jika diperjelas lagi, Allah SWT menciptakan semua makhluk yang kelak akan berbahagia, baik manusia atau jin, supaya mereka menyembah kepada-Nya. Sebaliknya, Allah SWT tidak ciptakan makhluk yang akan sengsara kecuali mereka akan bermaksiat kepada Allah SWT.
Salah satu fitrah bagi seorang hamba adalah menyembah kepada tuhannya, yakni mengetahui bahwa alam memiliki pencipta yang harus ia sembah. Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi menambahkan bahwa mengetahui eksistensi Allah SWT merupakan watak setiap insan. Jika demikian, paling tidak ia akan bertekad untuk beribadah kepada-Nya (al-Mazâhib at-tauhîdiyah/29)
Meski menurut sebagian orang meyakini tuhan adalah sebuah hal yang abstrak, namun bisa sangat besar berperan dalam kehidupan seseorang bahkan sebuah komunitas. Banyak peradaban agung lahir dari gerakan keagamaan dan keyakinan pada tuhan. Sebagai contoh, akibat meyakini adanya tuhan, banyak tempat-tempat peribadatan besar di dunia yang dibangun, seperti Masjidil Haram di Mekah. Bahkan tidak hanya Islam, agama lain yang memiliki tuhan berbeda juga banyak yang mempengaruhi para pemeluknya membangun tempat ibadah mereka sendiri seperti Candi Borobudur sebagai tempat ibadah bagi pemeluk agama Budha dan gereja Basilica Santo Petrus, Vatikan, sebagai tempat ibada bagi pemeluk agama Kristen.
Kemana Kuasa Manusia?
Jika dihadapkan realita yang terjadi di China, apalagi kenyataan bahwa tidak ditemukan solusi terhindar dari virus yang menimpa negara China, maka hal ini bisa dipahami bahwa semua usaha bahkan kuasa yang dimiliki manusia dikerahkan, tidak akan berpengaruh apa-apa demi mengubah nasib mereka. Oleh karena itu, menyikapi usaha dan takdir Allah SWT, Ahlussunnah wal Jamaah berpendapat bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah SWT, tetapi juga tidak menafikan usaha dari manusia. Seperti firman Allah SWT dalam sebuah hadis:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ
Aku menurut prasangka hamba-Ku pada-Ku (HR. Muslim)
Realita yang terjadi di China saat ini, akan langsung membantah orang-orang Qadariyah yang mengandalkan kuasa manusia di atas kuasa Allah SWT, bahkan menafikan kuasa-Nya yang Maha Kuasa di atas segalanya.
Dahulu kala, ketika penyakit Tha’un menimpa Syam, Abu Ubaidah pernah berkata kepada sayidina Umar RA, ‘Apakah engkau ingin dari takdir Allah?’ Lalu Umar RA menjawab, ’Aku lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain.’ Jawaban bijak dari sayidina Umar tepat sekali dibuat jawaban moderat agar bisa menyeimbangkan takdir Allah SWT dan usaha manusia. Di China, langkah sayidina Umar RA juga sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang agar terhindar dari virus. Evakuasi-evakuasi warga yang masih tidak teridentifikasi kena virus juga dilakukan besar-besaran. Pada dasarnya, langkah demikian bukan merupakan membantah takdir yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Agar Suatu Bangsa Bisa Makmur
Negara yang makmur adalah negara yang selamat dari hal-hal buruk. Kemakmuran negara tergantung kepada penduduknya, karena negara merupakan tanggung jawab manusia, Jika penduduknya bisa memakmurkan, maka yang pasti suatu negara akan Makmur dan aman dari segala malapetaka dan virus berbahaya. Beriman kepada Allah SWT dan mensyukuri nikmat-Nya merupakan hal penting bagi setiap penduduk negara. Allah SWT berfirman:
لَقَدۡ كَانَ لِسَبَإٖ فِي مَسۡكَنِهِمۡ ءَايَةٞۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٖ وَشِمَالٖۖ كُلُواْ مِن رِّزۡقِ رَبِّكُمۡ وَٱشۡكُرُواْ لَهُۥۚ بَلۡدَةٞ طَيِّبَةٞ وَرَبٌّ غَفُورٞ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS. Saba’ [34]: 15)
An-Nasafi mengartikan negara yang sentosa adalah negara yang aman dari hal-hal yang dapat menyakitkan seperti ular, kalajengking, wabah atau virus. Seiring dengan ampunan Allah SWT hingga aman dari bencana alam, lebih-lebih azab, baik di dunia maupun akhirat.
Abrari Ahmadi | AnnajahSidogiri.id