Dalam Islam, mengenakan penutup kepala atau berhijab merupakan hal yang diwajibkan. Ayat jilbab tersebut sebagai berikut:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (sampai) ke dadanya” (QS. an-Nur [24]: 31
Ayat nomor 31 surah an-Nur (24) di atas sebenarnya oleh ulama dijadikan landasan wajibnya menutup aurat, batasan aurat orang perempuan dan kewajiban memakai jilbab (dalam Bahasa Indonesia). Tetapi demi ‘penyesuaian pada zaman’, kontekstualisasi al-Quran, dll, dicarilah celah ayat tadi sekiranya memunculkan kesimpulan bahwa menutup kepala (anggota badan yang termasuk aurat dan harus ditutupi) bagi perempuan tidak wajib.
Baca juga: Cadar; Bukti Takwa Bidadari Dunia
Celah yang dimanfaatkan dalam ayat ini ada pada potongan ayat (yang terjemahannya) “Kecuali yang biasa terbuka”. Dengan berbagai macam dalih, potongan ayat tadi, dengan sangat memaksakan, selain diarahkan pada anggota tubuh yang memang diperbolehkan dibuka, juga diarahkan pada kepala orang perempuan.
Aurat dalam Pandangan Ulama
Memang ulama tidak semuanya sepakat dan satu suara mengenai aurat (bagian tubuh yang harus ditutupi) bagi perempuan. Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i RA (w. 204 H) dan Imam Ahmad bin Hanbal RA (w. 241 H) berpendapat bahwa aurat bagi perempuan (di luar salat) adalah semua anggota badan. Sedangkan Imam Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit RA (w. 150 H) dan Imam Malik bin Anas RA (w. 179 H) berpendapat bahwa aurat perempuan adalah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. (Dalam salah satu riwayat, Imam asy-Syafi’i RA memiliki pendapat yang sama dengan Imam Abu Hanifah RA dan Imam Malik RA. Lihat: at-Tafsîr al-Munîr, XVIII/216). Khilaf ini berasal dari pemahaman masing-masing imam terhadap potongan ayat dalam surah an-Nur [24]: 31 di atas:
اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Kecuali yang biasa terlihat”
Kubu aurat semua badan selain wajah dan telapak tangan memahami apa yang menjadi pengecualian dalam ayat (yang terjemahannya) “Kecuali yang biasa terlihat” adalah anggota tubuh yang memang hâjat (kebutuhan) menuntut untuk membukanya, wajah dan telapak tangan. Terbatas pada dua anggota tubuh ini. Kubu aurat semua badan memahami yang dimaksud “Yang biasa terlihat” adalah anggota badan yang terbuka secara tidak sengaja, seperti anggota badan yang terbuka karena tiupan angin. (Lihat: Rawâi’ul-Bayân, II/127)
Khilaf Tidak Khilaf, Dua Kubu Sepakat Kepala Aurat
Meski ulama berbeda pendapat mengenai pemahaman “Kecuali yang biasa terlihat”, tapi dipastikan ulama sepakat bahwa bagian kepala sampai dada perempuan adalah aurat (sejauh ini penulis belum menemukan ulama yang menyimpulkan kepala bukan aurat menggunakan pemahaman “Kecuali yang biasa terbuka”, atau ulama yang berbeda penafsiran mengenai ayat setelahnya). Hal ini dibuktikan dari kelanjutan ayat tersebut:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (sampai) ke dadanya.”
Kata خُمُرِ adalah bentuk jamak dari kata خِمَارٌ, yang berarti kerudung. Ulama, di antaranya Ibnu Katsir memberi definisi bahwa khumur adalah sesuatu yang menutupi kepala (Lihat: Tafsîr Ibni Katsîr, III/346), atau bisa kita artikan kerudung. Namun dalam konteks ayat di sini, tidak hanya yang menutupi kepala, karena ayat juga memberi batasan sampai dada. Anggota badan yang menjadi bagian dari kepala seperti kuping, dan yang ada di antara kepala dan dada seperti leher, juga menjadi bagian yang harus ditutupi. (Lihat: Tafsîrul-Baghawi, VI/34)
Jadi, bagaimana pun ulama berbeda pendapat mengenai maksud “Kecuali yang biasa terlihat”, sama sekali tidak akan menggoyahkan sedikit pun ketetapan kepala perempuan adalah aurat. Sebab, ada nas/ayat langsung yang secara khusus memerintahkan orang perempuan untuk menutupi kepala sampai dadanya. Wallâhu a’lam.
Badruttamam | AnnajahSidogiri.id