Muhammad Jamil Zainu, seorang tokoh Wahabi, dalam karangannya berjudul Taujîhât Islâmiyah mengatakan bahwa seorang Muslim ketika membaca al-Quran untuk mendoakan arwah orang yang telah meninggal dunia, ia tidak akan mendapatkan kebaikan melainkan azab dari Allah pada akhirat kelak. Wahabi yang lain, Hasyim al-Aqqad dalam Kitabnya Halaqât Mamnû’ah menyebutkan bahwa zikir menggunakan lafadz Lâ illâha illallâh merupakan amalan yang sesat dan pelakunya musyrik. (Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, hal. 186 dan 195)
Baca Juga: Kelompok Anti-Taklid; Setali Tiga Uang Liberal-Wahabi (2/2 – Habis)
Berdasarkan pendapat dua tokoh Salafi-Wahabi tadi, ada dua rumusan masalah yang harus kita luruskan. Pertama, mendoakan orang yang telah meninggal dunia dengan mengirimi bacaan al-Quran tidak mendatangkan kebaikan(?). Yang kedua, zikir menggunakan kalimat tahlil (Lâ illâha illallâh) merupakan bentuk kesesatan(?). Maka, untuk menepis pendapat kedua tokoh Wahabi tadi, cukup dengan menampilkan dua tokoh panutan dan rujukan Sekte Salafi-Wahabi ini.
Masalah pertama, terkait mendoakan orang yang telah meninggal dunia tidak memberi kebaikan. Maka, perhatikanlah hadits dari Sahabat Abu Hurairah yang oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, panutan kaum Salafi-Wahabi, menulis riwayat tersebut dalam kitabnya, Ahkâmu Tamannil-Maut, hal 75. mengatakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda: “Barang siapa yang mendatangi kuburan, kemudian membaca surah al-Fatihah, qul huwallâhu ahad, dan alhâkumut-takâtsur, setelah itu orang tersebut mengatakan, ‘Ya Allah, sesungguhnya telah kujadikan apa yang aku baca ini (pahala surah al-Fatihah, qul huwallâhu ahad, dan al-Hâkumut-takâtsur) diperuntukkan bagi ahli kubur yang beriman baik laki-laki maupun perempuan.’ Maka, itu menjadi penolongnya kepada Allah.“
Permasalahan kedua, terkait dengan pendapat yang mengatakan zikir menggunakan Lâ illâha illallâh adalah sesat, itu salah besar. Karena, kalimat Lâ illâha illallâh adalah bentuk pengakuan bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang berarti pembacanya tidak mungkin musyrik (menyekutukan Allah).
Kalimat Lâ illâha illallâh ini juga merupakan tradisi zikir yang telah ada sebelum abad ke tujuh hijriah. Bahkan ulama yang menjadi rujukan Wahabi, Syaikh Ibnu Taimiyyah, telah menganjurkan agar memelihara rutinitas salat, bacaan-bacaan wirid seperti berzikir (yang mana, kalimat Lâ illâha illallâh termasuk dalam bacaan zikir tersebut), serta berdoa pada pagi dan sore hari karena merupakan bentuk amal shaleh. (Majmû’ul-Fatâwâ Syaikhul-Islâm Ibni Taimiyyah, XXII/520)
Baca Juga: Dosa Terhapus Sebab Bersalaman
Anjuran dari Ibnu Taimiyyah diperkuat dengan hadis Hasan yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Sahabat Jabir ra. berkata bahwa Beliau pernah mendengar Rasulullah bersabda, “Paling utamanya zikir adalah Lâ illâha illallâh”. (Riyâdlus-Shâlihin, hal. 138)
Berdasarkan penjelasan ringkas tersebut, kebaikan tetap seorang Muslim dapatkan apabila mengirimkan bacaan al-Quran maupun kalimat tahlil (Lâ illâha illallâh) sebagai doa kepada orang yang sudah meninggal. Selain pembacanya mendapatkan pahala juga bagi yang meninggal akan mendapatkan keringanan siksa kubur. Dengan demikian, paham Salafi-Wahabi tertolak hanya dengan dasar amalan zikir ini, yang bahkan tertulis dalam kitab-kitab panutan mereka sendiri. Wallâhu a’lam.
Musafal Habib|Annajahsidogiri.id