Desas-desus seputar Islamofobia selalu menarik untuk diikuti. Ia berkembang menyelingi dua fenomena diametral yang selalu mewarnai panggung politik internasional: terorisme Islam yang selalu digembar-gemborkan media Barat, serta perkembangan Islam yang terus melesat. “Bagaimana sesungguhnya masyarakat Barat menilai Islam?” “Mengapa label teroris hingga saat ini tetap melekat pada agama ini?” “Akibat apa yang bisa timbul akibat tudingan-tudingan negatif terhadap Islam sehingga melahirkan Islamofobia?” adalah serangkaian pertanyaan yang membutuhkan jawaban lugas.
Ikuti pemikiran Adnin Armas, MA, Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), Jakarta dalam wawancara via email bersama Moh. Yasir, Redaktur SIDOGIRI MEDIA, berikut ini.
Bisa dijelaskan sekilas tentang Islamofobia?
Islamofobia artinya takut terhadap Islam. Islam dianggap agama yang menebarkan ketakutan. Beberapa ajaran Islam seperti jihad, jinayat dianggap momok bagi masyarakat Barat. Menurut mereka, Islam mengajarkan kekerasan, penindasan, tidak menghormati HAM, bertentangan dengan ideologi sekuler, dan tidak sesuai dengan kehidupan zaman modern.
Selain 9/11, adakah faktor lain di balik munculnya Islamofobia?
Ada. Ideologi Islam dan trauma sejarah. Sejak kemunculan Islam, Yahudi-Kristen terus-menerus menolak Islam. Bagi masayarakat Barat zaman pertengahan, Islam adalah agama Yahudi atau Kristen yang menyimpang. Islam terpengaruh dengan ajaran Yahudi dan Kristen, namun dalam pandangan mereka, Muhammad telah mengubah pengaruh itu menjadi ajaran tersendiri yang menyimpang. Mereka tidak rela dengan kemunculan Islam. Mereka tidak pernah mau menerima Nabi Muhammad r sebagai utusan Allah. Penolakan ini semakin menjadi-jadi dengan semakin kuatnya peradaban Islam. Trauma Perang Salib, kehebatan Islam dalam pentas sejarah, semakin bertambahnya kuantitas dan kualitas kaum Muslimin sangat mengkhawatirkan masyarakat Barat yang tidak menyukai Islam.
Informasi di mass media terkesan kontradiktif. Sebagian menyatakan Islamofobia dari waktu ke waktu meningkat, sementara menurut yang lain cenderung mereda?
Memang, mass media di Barat masih tidak adil terhadap Islam. Berbagai kasus terorisme selalu mereka dengungkan sementara kekerasan yang dilakukan Israel tidak diungkap secara maksimal. Pemberitaan berat sebelah. Banyak film di Barat yang menunjukkan sentimen negatif terhadap orang-orang Arab dan Islam. Kantor berita seperti CNN, misalnya, tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Banyak kasus menunjukkan orang-orang Islam di Barat, khususnya di Amerika, Belanda, Swiss, Denmark, dll tidak lagi merasa nyaman. Beberapa kartun, karikatur, artikel di surat kabar, diskusi di radio-radio, buku-buku mereka tulis untuk menghujat Islam. Media-massa dijadikan propaganda untuk menyudutkan Islam.
Banyak pihak menolak adanya Islamofobia. Mereka berdalih, Islam merupakan agama yang berkembang paling pesat di AS dan Eropa?
Memang, sekalipun ditekan, Islam tetap berkembang. Ini karena kebohongan-kebohongan publik terungkap. Terkadang ini dilakukan oleh sedikit sarjana Barat sendiri yang muak dengan kebohongan. Beberapa sarjana Barat menyadari kebohongan tersebut perlu diungkap supaya kebodohan dapat dihindari. Menyatakan Islam, misalnya, sebagai agama teroris adalah sangat keliru. Fakta seperti ini disadari sebagian sarjana Barat. Oleh sebab itu, mereka membela kebenaran, sekalipun mereka tidak meyakini kebenaran ajaran Islam. Selain itu, sebagian masyarakat Barat merasa nyaman dengan kehadiran kaum Muslimin di Barat sehingga proses ini ikut membantu perkembangan Islam di sana.
Mereka juga menuduh bahwa Islamofobia hanya dimunculkan para pemimpin ormas Muslim untuk menarik simpati dunia, seperti yang dilakukan pemimpin Yahudi dengan menggembar-gemborkan anti-semitisme?
Berbeda. Fakta menunjukkan Islamofobia sudah ada sejak kemunculan Islam. Jadi, sudah sekitar 1400 tahun. Masyarakat Barat sendiri malu untuk melihat sejarah mereka yang berhubungan dengan Islam. Sejak dulu, dari tahun 700-an sampai awal abad ke-20, hubungan antara Islam dengan Kristen-Yahudi, penuh dengan konflik. Zaman pertengahan Barat menunjukkan bahwa Islam dimusuhi dengan penuh kemuslihatan. Banyak fitnah dibuat untuk mendiskreditkan Islam. Al-Qur’an disalahterjemahkan ke bahasa Latin dan Eropa untuk memunculkan kebencian. Banyak karya sarjana Barat zaman pertengahan dan awal abad modern, yang kesemuanya menghujat dan memfitnah Islam. Yang penting, masyarakat Barat dulu supaya terpengaruh dengan tulisan para sarjana mereka. Kata Muslim dan Islam saja misalnya, tidak pernah digunakan oleh orang-orang Barat selama seribu tahun lebih. Mereka menyebut orang Islam dengan Ismaelitai, Saracen, Hagarenoi, Mohammedanism, Turki, dan sebagainya. Panggilan Islam dan Muslim berat bagi mereka. Setelah seribu tahun lebih, baru mereka mulai memanggil kita sebagai Moslem. Jadi, kekeliruan terhadap konfrontasi yang dibangun di atas Islamofobia, sudah mereka sadari.
Bagaimana dengan isu Islamofobia di dalam negeri?
Fenomena liberal cukup dominan di Indonesia. Liberalisasi adalah hasil dari sekulerisasi yang bermula di masyarakat Barat modern. Ideologi sekuler sudah begitu kuat mencengkram di dunia akademis. Jika fenomena ini terus berkelanjutan, maka Islamofobia akan semakin meningkat. Orang Islam sendiri yang akhirnya akan alergi dengan ajaran Islam. Bukan lagi orang kafir.
Apa ada agenda tersembunyi di balik Islamofobia?
Menyudutkan Islam supaya semakin terpinggirkan dalam peradaban. Supaya Islam semakin dibenci dan dijauhkan sehingga kepedulian terhadap syiar Islam tidak lagi berkembang.
Seberapa besar kira-kira efek Islamofobia terhadap eksistensi agama Islam?
Sangat besar. Orang akan malu untuk menunjukkan identitas keislaman. Orang Islam akan larut dengan budaya sekuler yang materialistis dan hedonis.
Ketika fobia ini sudah mewabah, apa yang harus segera dilakukan untuk mengubah pandangan masyarakat?
Peran pendidikan sangat penting. Keberadaan pesantren sangat diperlukan untuk menunjukkan kekeliruan-kekeliruan terhadap ajaran Islam. Sebagai rahmatan lil-‘âlamîn, Islam sangat diperlukan kehadirannya di tengah masyarakat modern yang semakin jauh dari nilai-nilai spiritual. Islam bisa memberikan kenyamanan di tengah-tengah ketidaknyamanan sistem sosial yang dibangun di atas berbagai sistem spekulatif. Peran pendidikan sangat penting untuk menyadarkan masyarakat bahwa Islam justru sebuah kebutuhan dan keharusan untuk menyelamatkan peradaban dunia yang semakin terkikis dengan budaya yang carut-marut. Sebagaimana dulu, umat Islam telah mewarnai peradaban dunia, dan masyarakat Barat pun menyadari sumbangan kaum Muslimin.