Dalam akidah Ahlusunah wal Jamaah (Asy’ariyah-Maturidiyah) kita harus meyakini bahwa Allah bukanlah jism (sesuatu yang bervolume atau berupa fisik).
Dari sini, maka segala istilah yang secara literal mengesankan makna tubuh atau bentuk kepada Allah harus kita tafwidh (memberi makna begitu saja sambil meniadakan makna kejisman-Nya dan tanpa menyematkan makna lain) atau menakwilnya (maknanya kita arahkan kepada makna lain yang secara kebahasaan layak dan memungkinkan untuk Allah).
Baca Juga: Konsep Beragama dalam Ahlussunnah wal Jamaah
Namun demikian, banyak sekali perdebatan yang muncul berulang kali soal ini dan salah satu yang paling banyak dibahas adalah kata “yadullâh” yang secara literal adalah tangan Allah. Menurut sebagian orang, kata “yadullâh” mau tidak mau harus bermakna tangan-Nya sebab terdapat dalam beberapa ayat dan hadis sahih yang sekaligus harus bermakna apa adanya sebagai tangan.
Baca Juga: Akar Kontroversi Salafi-Wahabi
Dari persepsi tersebut, mereka beranggapan bahwa Allah punya tangan secara fisik (dalam arti organ tubuh tangan), bukan tangan dalam arti kekuasaan, nikmat, perjanjian atau makna lainnya. Mereka pun akhirnya menganggap sesat Ahlusunah wal Jamaah (Asy’ariyah-Maturidiyah) sebab tak mau menyimpulkan sedemikian juga.
Karena itulah, maka perlu kita kaji secara khusus apakah betul makna “yadullâh” dalam al-Quran adalah tangan secara fisik (dalam arti organ tubuh). Salah satu contohnya, dalam al-Quran:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Muhammad), sesungguhnya mereka hanya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka.” (QS al-Fath: 10)
Bila kita lihat secara objektif sesuai konteksnya, ayat tersebut sama sekali tidak membahas tangan secara fisik. Ayat tersebut hanya membahas tentang kuatnya perjanjian kaum Muslimin yang mereka buat dengan cara berbaiat dengan berjabat tangan kepada Nabi Muhammad seolah itu adalah baiat langsung kepada yang Tuhan yang Mahasuci. Sangat taklogis bila kemudian ayat ini dimaknai secara literal sebagai posisi tangan Allah berada di atas tangan Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslimin.
Soal penciptaan hewan-hewan, memang Allah mengistilahkan dengan “aid” yang secara literal berarti tangan-tangan. Sebagaimana dalam berfirman-Nya:
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ
“Dan tidakkah mereka melihat bahwa kami telah menciptakan hewan ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah kami ciptakan dengan tangan-tangan kami, lalu mereka menguasainya?” (QS Yasin: 71)
Akan tetapi, istilah “tangan Allah” tersebut sama sekali tidak merujuk pada makna tangan secara fisik tetapi justru lebih tepat pada makna lain, semisal kekuasaan Allah.
Kesimpulannya, ayat-ayat yang menyinggung keberadaan “yadullâh”, sejatinya tidak sedang membahas tangan dalam arti fisik sama sekali. Ia adalah ungkapan untuk menjelaskan suatu makna yang dapat diketahui melalui konteks ayatnya. Wallahu a’lam.
Ahmad Zaini | Annajahsidogiri.id