Beredar video Yahya Waloni yang menyatakan bahwa semua para nabi dan rasul gagal, hanya Nabi Muhammad SAW yang sukses. Apakah pernyataan demikian benar?
Yahya Waloni, seorang penceramah yang sempat menjadi obyek perbincangan soal cerita menabrak anjing, ceramah yang mengklaim bahwa para nabi gagal, juga sangatlah janggal. Mengingat, ia pun tidak memiliki ukuran yang memiliki dasar perihal sukses-tidaknya seorang utusan Allah.
Yahya Waloni dalam salah satu ceramahnya mengatakan:
“Dari seratus dua puluh empat ribu nabi yang diutus oleh Allah hanya satu yang sukses hanya satu yang berhasil menuntun umat manusia. Siapa dia? Ahmad bin Abdullah atau dalam istilah Islam Rasulillah Muhammad SAW. Nabi yang pertama gagal, Adam. Nabi yang terakhir gagal adalah, Nabi Isa AS.”
ungkap Yahya Waloni dalam salah-satu ceramahnya
Pernyataan tersebut sangatlah tidak benar, dengan beberapa alasan:
Rasul Bukan Pemberi Hidayah, Melainkan Sekadar Penyampai Risalah
Walau bagaimana pun, rasul bukanlah tuhan. Rasul sama-sekali tidak bertugas memberi hidayah, sedangkan hidayah hanyalah milik Allah. Jika And apernah membaca surah Yasin di sana diceritakan:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (13) إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (14) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ (15) قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (16) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ (17)
“Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka. (yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata, ‘Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.’ Mereka menjawab: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.’ Mereka berkata: ‘Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas’.”
(QS. Yasin: 13-17)
Cerita para utusan di atas tentu sudah mencerminkan bahwa para rasul hanya menyampaikan. Bukan pemberi hidayah. Jadi, bila ada umatnya yang tidak mendapatkan hidayah, sama-sekali bukan kegagalan bagi para rasul.
Namun, jika yang dimaksud rasul gagal ialah rasul tidak menyampaikan risalah, maka berarti ia menisbatkan sesuatu yang mustahil kepada para rasul. Karena rasul wajib tabligh (menyampaikan sesuatu sesuai perintah Allah), dan mustahil kitman (menyimpan sesuatu yang diperintah untuk disampaikan). Itu merupakan ajaran dasar Ahlusunah Waljamaah!
Jangankan Mengatakan Gagal, Membandingkan Saja Sudah Tidak Boleh!
Nabi Muhammad dengan sangat jelas berpesan kepada umatnya untuk tidak membanding-bandingkan antar nabi. Salah-satu hadisnya yang masyhur adalah:
لَا تُفَضِّلُوا بَيْن أَنْبِيَاء اللَّه
“Janganlah kalian mengungulkan antar para nabi”
Dalam Tafsir al-Qurthubi, Imam al-Qurthubi mengutip pendapat gurunya sebagaimana berikut:
قَالَ شَيْخنَا : فَلَا يُقَال : النَّبِيّ أَفْضَل مِنْ الْأَنْبِيَاء كُلّهمْ وَلَا مِنْ فُلَان وَلَا خَيْر , كَمَا هُوَ ظَاهِر النَّهْي لِمَا يُتَوَهَّم مِنْ النَّقْص فِي الْمَفْضُول ; لِأَنَّ النَّهْي اِقْتَضَى مِنْهُ إِطْلَاق اللَّفْظ لَا مَنْع اِعْتِقَاد ذَلِكَ الْمَعْنَى , فَإِنَّ اللَّه تَعَالَى أَخْبَرَ بِأَنَّ الرُّسُل مُتَفَاضِلُونَ , فَلَا تَقُول : نَبِيّنَا خَيْر مِنْ الْأَنْبِيَاء وَلَا مِنْ فُلَان النَّبِيّ اِجْتِنَابًا لِمَا نُهِيَ عَنْهُ وَتَأَدُّبًا بِهِ وَعَمَلًا بِاعْتِقَادِ مَا تَضَمَّنَهُ الْقُرْآن مِنْ التَّفْضِيل , وَاَللَّه بِحَقَائِق الْأُمُور عَلِيم .
“Guru saya berpendapat: janganlah mengatakan, ‘nabi ini lebih afdhal daripada seluruh para nabi, atau dari nabi fulan, atau tidak lebih baik, sebagaimana larangan nabi secara lahiriah. Karena hal tersebut berpotensi menimbulkan dugaan nabi yang diungguli memiliki kekurangan. Karena larangan itu sebatas mengungkapkan secara lafal saja, bukan meyakininya. Karena Allah sendiri memberi kabar bahwa para rasul memang memiliki keunggulan satu-sama lain. Janganlah mengatakan, ‘nabi kita lebih baik daripada para nabi, atau daripada nabi fulan.’ Demi menghindari sesuatu yang dilarang nabi. Juga, demi menjaga etika/tatakrama kita kepada nabi, dan melaksanakan keyakinan sebagaimana dalam al-Quran perihal keunggulan nabi satu-sama lain. Allah Mahatahu atas hakikat segala sesuatu.”
Tafsir al-Qurthubi
Itu masih pembahasan perihal membandingkan nabi satu-sama lain, bagaimana bila dengan lancang dan berani mengatakan para nabi gagal? Tidak ada kata yang pantas selain: parah!
Jumlah Pengikut yang Sedikit tidak Menjadi Sebuah Kegagalan Bagi Rasul
Bila yang dimaksud sukses-tidaknya bergantung kepada jumlah pengikut, tentu keliru besar. Soalnya, tugas nabi bukanlah memperbanyak pengikut. Nabi Nuh pengikutnya sedikit, bahkan menurut satu riwayat hanya 79. Hingga dalam surah al-Quran Allah berfirman:
وَمَا ءامَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ
“Tidaklah beriman bersama Nabi Nuh, kecuali hanya sedikit”
(QS. Hud[11]: 40)
Imam al-Baidhawi dalam tafsirnya menjelaskan
قِيْلَ كَانُوْا تِسْعَةً وَسَبْعِيْنَ
“Dikatakan mereka berjumlah 79”
Tafsir al-Baidhawi
Apakah dengan sedikitnya pengikut, berarti Nabi Nuh gagal? Tentu tidak. Nabi Nuh bukan sekadar rasul, melainkan beliau tergolong Ulul Azmi. Allah sendiri sering memuji beliau. Salah-satunya dalam al-Quran yang berbunyi:
ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ ۚ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا
“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.”
(QS. al-Isra'[17]: 3)
Imam as-Suyuthi dalam tafsir al-Iklil (166) menyebutkan:
قَوْلُهُ تَعَالَى : ( إِنَّهُ كَانَ عَبْدآ شَكُوْرًا ) أَخْرَجَ الطَّبْرَانِى عَنْ سَعَدْ بِنْ مَسْعُوْد الثَّقَافِى قَالَ إِنًّمَا سُمِّىَ نوح عبدآ شكورآ لِأَنَّهُ كَانَ إِذَا أَكَلَ أَوْ شَرِبَ حَمِدَ اللهَ
“Firman Allah, ‘Sesungguhnya Nuh adalah hamba yang bersyukur’ Imam ath-Thabarani meriwayatkan dari Sa’id bin Mas’ud ats-Tsaqafi. Beliau mengatakan: latar belakang Nabi Nuh dijuluki hamba yang bersyukur oelah Allah karena setiap makan dan minum Nabi Nuh memuji Allah”
tafsir al-Iklil (166)
Sangatlah heran, jika ada seorang penceramah mengatakan para nabi gagal, sedangkan Allah sendiri yang telah mengutusnya malah memujinya!
Alhasil, bila konsep akidah dasar belum mapan, sangat tidak layak berkoar urusan akidah. Sangat rentan. Lebih baik, ikuti dulu #SerialAkidahAwam satu-persatu, apa yang didapat dari sana, sampaikan ke masyarakat awam. Tentu lebih berfaedah!
Muhammad ibnu Romli | Annajahsidogiri.id