Kelompok anti-tradisi berceloteh, “Perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang awam, berupa pembacaan surat Yasin tiga kali di malam Nisfu Syaban; yang pertama diniatkan agar dianugerahi umur yang panjang dan juga berkah, yang kedua diniatkan agar terhindar dari berbagai macam penyakit dan musibah, serta agar diluaskan rezekinya, yang ketiga diniatkan agar memiliki hati yang kaya dan agar diberikan khusnul khatimah—adalah perbuatan batil yang tidak memiliki dalil.” Lebih lanjut mereka mengatakan, “Semestinya amalan-amalan itu dilakukan murni karena Allah. Tidak karena suatu tujuan duniawi.”
Baca Juga: Buletin Tauiyah Edisi 226
Mendengar tuduhan seperti itu, kita, kaum Ahlusunah wal Jamaah yang terbiasa menghargai tradisi mendadak marah dan resah. Bagaimana tidak? Tradisi kita dibilang batil dan tidak memiliki dalil. Tapi tenang! Mari kita tanggapi tuduhan ngawur itu secara ilmiah.
Ibadah Malam Nisfu Syaban Batil?
Sebelum kita mengkaji secara dalil, perlu kami utarakan bahwa tuduhan tradisi pembacaan surat Yasin di malam nisfu Syaban adalah perbuatan batil sejatinya adalah tuduhan yang batil dan tidak memiliki dalil pula.
Tidak ada satu pun ulama yang melarang seorang muslim untuk mengisi malam nishfu Syaban dengan amal salih, seperti sedekah, membaca al-Qur’an, serta membaca doa. Adapun membaca surat Yasin dengan hitungan tiga kali disertai berbagai niatan serta doa hakikatnya adalah hasil ijtihad ulama.
Membaca Surah Yasin di Malam Nisfu Syaban
Konon ulama yang pertama kali memulai amalan ini adalah Syekh Albuni (Asnal–Mathâlib fi Mukhtalafatil-Marâtib, hlm. 234). Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa amaliah semacam itu bukanlah amaliah yang buruk. Amaliah ini juga disebutkan oleh Syekh ad-Dairabi dalam kitab Fathul-Malik Majid-nya.
Surat Yasin sendiri memang dikenal memiliki banyak keistimewaan, di antaranya surat Yasin bisa dibaca untuk apa saja yang diniatkan oleh pembacanya (Tafsir ash-Shâwî, 3/317).
Lalu, bacaan surat Yasin yang disambung dengan doa, dan diulangi sampai tiga kali hakikatnya tidak lain merupakan bentuk tawasul kepada Allah SWT dengan wasilah amal salih.
Hukum Bertawasul dengan Amal Salih
Para ulama sepakat akan kesahihan hadis Nabi tentang riwayat tiga orang yang terkurung di gua, kemudian mereka berdoa kepada Allah disertai tawasul dengan amal kebaikan yang pernah mereka perbuat. Allah pun mengabulkan doa mereka, dan melepaskan mereka dari gua. Riwayat tersebut menjadi bukti kalau bertawasul dengan amal salih diperbolehkan oleh syariat, bahkan menjadikan doa lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT.
Kesimpulan
Tradisi malam nishfu Syaban yang dilakukan dengan berbagai macam perbuatan baik semestinya tidak perlu dipermasalahkan. Tradisi ini sudah biasa dilakukan oleh salafussalih. Mengenai cara pelaksanaannya apakah dengan berkumpul atau sendiri-sendiri itu adalah ranah ijtihadi. Khilaf didalamnya kita maklumi. Hal yang tidak bisa kita maklumi itu orang-orang yang melarang perbuatan baik di malam nishfu Syaban sambil teriak, “Bidah, bidah, bidah!”. Wallau A’lam.
Mustafid ibnu Khozin | Annajahsidogiri.id