Sepaham kami, nifaq atau munafik itu menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang disimpan di dalam hati. Sedangkan orang-orang munafik di masa Nabi Muhammad itu tidak menyembunyikan kemunafikan mereka. Dalam artian mereka terang-terangan bahwa mereka tidak Iman. Namun, di dalam al-Qur’an justru mereka dianggap munafik. Semisal dalam ayat:
قَالُواْ أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاءُ
Harusnya dengan memandang ayat ini, mereka sudah dianggap tidak munafik lagi, akan tetapi dianggap sebagai orang kafir yang terang-terangan menunjukkan kekafirannya?
Misbahul Munir, Pasuruan, 0856-7823-xxxx
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan ini perlu kiranya kami jelaskan kembali tentang kemunafikan. Benar jika Anda mengatakan bahwa munafik menampakkan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang disimpan di dalam hati. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) sebagaimana berikut:
النِّفَاقُ هُوَ إِظْهَارُ الْخَيْرِ ، وَإِسْرَارُ الشَّرِّ
“Nifaq adalah menampakkan kebaikan dan menyimpan keburukan.”
Nifaq memiliki dua tipe, nfaq i’tiqadi dan nifaq amali. I’tiqadi merupakan sebuah kemunafikan dalam urusan ideologi. Orang yang memiliki sifat ini akan cenderung menampakkan ke-islam-annya di hadapan orang Islam. Munafik tipe ini menjadi sebab seseorang yang mengidapnya akan kekal di neraka. Munafik seperti ini yang Anda singgung dalam pertanyaan.
Adapun nifaq amali merupakan sebuah kemunafikan yang hanya sebatas tindakan. Tidak mengarah pada sebuah keyakinan. Nifaq tipe yang satu ini menurut Imam Ibnu Katsir merupakan dosa yang paling besar. Karena orang yang memilikinya akan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan tindakannya.
Baca Juga: Pertanyaan Kubur Kepada Nabi Muhamad dan Umat Terdahulu
Orang-orang munafik yang Anda singgung di atas adalah Abdullah bin Salam dan para pengikutnya yang hidup di masa Rasulullah. Mereka menampakkan keikhlasan dalam beriman sebagaimana orang mukmin. Oleh karena itu ketika mereka bertemu dengan orang mukmin serentak mengatakan, “kita telah beriman”. Mereka juga akan terus melakukan hal itu, tetapi hanya di hadapan orang mukmin. Maka dari itu, ketika mereka berkumpul dengan Ka’b bin al-Asyraf (seorang Yahudi Madinah), Abu Burdah (dari Bani Aslam), Abdud-Dar (di Juhainah), Auf bin Amir (dari Bani Asad) dan Abdullah bin as-Sawad (di Syam) yang notabene merupakan panutan dan pemimpin Abdullah bin Salam dan para pengikutnya, mereka akan menampakkan kekafirannya. Di saat inilah mereka mengatakan sebagaimana potongan ayat yang Anda singgung, “Apakah kita akan beriman sebagaimana orang-orang bodoh beriman?”
Bukan hanya itu, mereka bahkan sering memuji-muji para sahabat. Suatu ketika Abddullah bin Salam dan para pengikutnya pernah jalan-jalan dan didatangi oleh para sabahat. Abdullah bin Salam berkata pada pengikutnya, “Lihatlah bagaimana aku memalingkan mereka dari kalian!”
Kemudian dia menemui Abu Bakar sambil memegang tangannya dan berkata, “Selamat datang wahai orang yang paling jujur, guru agama Islam, orang yang selalu menemani Rasulullah di Gua Tsur.” Setelah itu dia menemui Sayidina Umar sambil memegang tangannya dan berkata, “Selamat datang wahai Pimpinan Bani Adi bin Ka’b, yang memisah antara haq dan bathil, yang kuat, yang mengorbankan seluruh jiwa dan hartanya untuk Rasulullah.” Setelah itu dia menemui Sayidina Ali sambil memegang tangannya dan berkata, “Selamat datang wahai putra paman Rasulullah, pemimpin Bani Hasyim, yang selalu bersama Rasulullah.” Lantas Sayidina Ali menjawab, “Takutlah kepada Allah wahai Abdullah! Janganlah engkau munafik! Karena orang munafik adalah makhluk Allah paling buruk di bumi”. Abdullah bin Salam menjawab, “Santai dulu, wahai Abul-Hasan! Aku mengatakan ini bukan berdasarkan kemunafikan. Demi Allah! Sesungguhnya imanku sama dengan imanmu dan kepercayaanku sama dengan kepercayaanmu”. Setelah itu para sahabat meninggalkan Abdullah bin Salam. Dia pun kembali menemui pangikutnya dan berkata, “Bagaimana menurut kalian apa yang telah aku lakukan?” Mereka menjawab dengan banyak sanjungan padanya.
Dari pemaparan di atas dapat memberikan pemahaman, bahwa Abdullah bin Salam dan para kaum munafik lainnya akan menampakkan kekafirannya di kalangan mereka sendiri, bukan ketika bersama dengan kaum mukmin. Dari segi ini, para sabahat tidak mengetahui kemunafikan mereka hingga Allah sendiri yang memberitahu pada Rasulullah melalui firman-Nya. Oleh karena itu, mereka tetap dianggap sebagai orang munafik karena mereka menampakkan kekafirannya di kalangan sendiri bukan di kalangan para sahabat.
Hasanuddin | Annajahsidogiri.id