Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Itqan fi Ulumil-Quran 4/3, berkata;
اعْلَمْ أَنَّ الْمُعْجِزَةَ أَمْرٌ خَارِقٌ لِلْعَادَةِ مَقْرُوْنٌ بِالتَّحَدّيِ سَالِمٌ عَنِ الْمُعَارَضَةِو َهِيَ إِمَّا حِسِّيَّةٌ وَإِمَّا عَقْلِيَّةٌ
“Ketahuilah mukjizat adalah kejadian yang melampau batas-batas kebiasaan. Didahului dengan pengakuan sebagai seorang nabi dan tanpa ada tandingannya. Mukjizat itu ada yang berupa hissiyah dan aqliyah”.
Klasifikasi Imam as-Suyuthi mengenai mukjizat menjadi dua bagian yakni mukjizat hissiyah dan mukjizat aqliyah sangatlah bagus dan gemilang. Sebab, jika mukjizat itu beda objek (sasaran) maka potensi terhadap orang yang menerima dakwah (mad’u) juga beda. Berikut kami ulas klasifikasi mukjizat tersebut dan potensinya sebagaimana pandangan dari Imam as-Suyuthi dalam kitab al-Itqon fi Ulumil-Quran;
Baca Juga: Hakikat dan Karakteristik Mukjizat (#1)
Pertama, mukjizat hissiyah
Mukjizat hissiyah adalah peristiwa luar biasa yang dapat ditangkap dan dijangkau oleh panca indra. Mukjizat ini ditujukan kepada manusia yang kurang dalam mengunakan potensi pikiran dan relatif rendah kecerdasannya. Maka Para Nabi terdahulu kebanyakan dan dominan tergolong dalam pembagian ini, yakni mukjizat hissiyah. Diantaranya unta Nabi Shaleh yang keluar dari batu besar, tidak terbakarnya Nabi Ibrahim dari kobaran api yang menyala, tongkat Nabi Musa bisa berubah menjadi ular kemudian kembali pada bentuk semula, Nabi Isa bisa menghidupkan orang mati dan lain sebagainya. Semua mukjizat tersebut bersifat indrawi, dilihat dan disaksikan hanya oleh umat masing-masing nabi terdahulu.
Kedua, mukjizat aqliyyah
Sedangkan mukjizat aqliyyah ialah peristiwa luar biasa yang tidak mampu dijangkau dan ditangkap oleh panca indra tetapi dapat dibuktikan, dipahami, dinalar dan diterima oleh hati dan jiwa. Sasaran mukjizat ini adalah orang-orang cerdas, berpikiran luas, bermata hati tajam dan berjiwa jernih. Sebagian besar mukjizat Nabi Muhammad tergolong dalam pembagian ini, yakni mukjizat aqliyyah karena umat Nabi Muhammad memiliki daya nalar yang lebih baik ketimbang umat Para Nabi terdahulu.
Dari pemaparan Imam as-Suyuthi di atas bahwa mukjizat dibagi menjadi dua bagian setidaknya beliau menganalisa pembagian tersebut dilatar belakangi oleh dua sebab;
Pertama
Nabi-nabi terdahulu ditugaskan oleh Allah untuk golongan masyarakat tertentu dan pada masa yang tertentu. Kemukjizatan mereka biasanya ditunjukkan terhadap orang yang hadir dan yang menyaksikan saja, sehingga mukjizat tersebut tidak abadi, akan hilang dan sirna dengan wafatnya masing-masing nabi pembawa mukjizat tersebut. Sedangkan Nabi Muhammad, beliau diutus kepada seluruh umat semesta alam, baik manusia, hewan dan jin hingga akhir zaman, sebab itu mukjizat Nabi Muhammad kebanyakan bersifat aqliyyah yang hanya bisa dipahami dengan akal. Semisal mukjizat yang paling agung yaitu al-Quranul-Karim yang senantiasa abadi hingga akhir zaman
Kedua
Mukjizat aqliyyah memiliki daya tarik dan potensi tersendiri jika dibandingkan dengan mukjizat hissiyah. Perbandingannya begini; mukjizat hissiyah hanya bisa disaksikan oleh mata kepala, sehingga terbatas pada lokasi kejadian dan akan hilang tertelan masa dengan wafatnya nabi pembawa mukjizat dan risalah tersebut. Sedangkan mukijizat aqliyah disaksikan oleh ‘mata akal’ sehingga ia terus abadi sampai akhir zaman, lebih berpotensi menarik umat. Mukjizat tersebut tidak akan sirna dengan kewafatan nabi pembawa mukjizat melainkan terus berlangsung dan abadi bahkan bisa dikaji dari generasi ke generasi seterusnya hinggan akhir zaman.
Sebagai kesimpulan yang mendasar dari pembahasan perihal mukjizat, kami juga memaparkan pendapat Imam as-Suyuthi dalam al-Itqhon fi Ulumil-Quran 4/4, beliau berkata;
إنَّ مُعْجِزَاتِ الأنْبِيَاءِ اِنْقَرَضَتْ بِانْقِرَاضِ أَعْصَارِهِمْ، فَلَمْ يَشْهَدْهَا إِلاَّ مَنْ حَضَرَهَا وَمُعْجِزَةُ القُرْآنِ مُسْتَمِرَّةٌ إلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَخَرقَهُ العَادَةَ في أُسْلُوْبِهِ وبَلاَغَتِهِ وإخْبارِهِ بالمُغَيَّبَاتِ، فلا يَمُرَّ عُصْرٌ من الأعْصَارِ إلا ويَظْهَرُ فيه شَيْءٌ مِمَّا أَخْبَرَ بِهِ أنَّهُ سَيَكُوْنُ يَدُلُّ عَلَى صِحَّةِ دَعْوَاهُ
“Mukjizat para Nabi itu akan sirna dengan habisnya masa dan hanya dilihat oleh orang yang hadir saja. Sedangkan mukjizat al-Quran senantiasa hingga hari kiamat. Letak hal luar biasa di dalam al-Quran ada pada susunan, keindahan bahasa, dan informasi tentang hal ghaib. Informasi al-Quran akan selalu terbukti di setiap masa. Hal itu akan menjadi bukti kebenaran pengakuan Nabi Muhammad”.
Muhlasin Sofiyulloh | Annajahsidogiri.id