Di kalangan masyarakat awam, salah paham terkait tawasul masih banyak ditemukan. Kata “tawasul” diambil dari fiil madi “tawassala” yang berarti “mengambil perantara”, atau juga disebut “wasilah”, yang bermakna “perantara”. Tawasul adalah menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai perantara agar bisa sampai pada Allah.
Tawasul juga diartikan sebagai salah satu pintu sampai kepada Allah, sedangkan hakikatnya tetap kepada Allah. Orang yang ditawassuli (متوسل به) hanya sebagai perantara untuk bisa sampai pada tujuan yang dimaksud.
Dalam surah al-Maidah ayat 35, Allah memerintahkan orang beriman untuk mencari wasilah (perantara).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“Wahai orang yang beriman dan takwa kepada Allah, carilah kalian wasilah untuk sampai padanya”
Bukti akan legalitas tawasul adalah apa yang dilakukan Sayidina Umar atas saran Rasulullah untuk meminta doa kepada salah satu tabiin; Uwais al-Qarani. Imam Muslim meriwayatkan;
“Sesungguhnya paling mulya tabiin adalah seorang laki-laki yang diberi nama Uwais, ia memiliki ibu. Kulitnya ada yang berwarna putih. Datangilah dia, dan mintalah doa padanya”.
Dari paparan ini, hukum tawasul baik atas pelantara orang yang sudah mati maupun masih hidup diperbolehkan. Hakikat pelantara tersebut kepada Allah, sedangkan objek tawasul sebatas pelantara.
Ada kejanggalan lain tentang tawasul yang juga muncul dari salah paham masyarakat awam, yakni mereka menganggap tawasul tidaklah ada guna. Sebab setelah dunia nyata tidak ada kehidupan. Orang awam mengira, orang mati akan berubah menjadi debu, dan tidak ada kehidupan lain setelah dunia nyata. Tentu ini sangat bertentangan dengan firman Allah yang berbunyi:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ
“Janganlah kamu mengira orang yang syahid id jalan Allah telah mati. Akan tetapi mereka masih hidup dan diberi rizki oleh Allah” (Q.S al-Imran;169)
Pun hadis Nabi yang berbunyi:
“Tidaklah seorang mukmin melewati kuburan saudara yang saling mengenal ketika masih ada di dunia kemudian mengucapkan salam melainkan yang di dalam kubur mengetahui serta menjawab salamnya.”
Sirojuddin | Annajahsidogiri.id