Kali ini penulis membahas doktrin Ahmadiyah yang mengkaji tentang konstruksi ajaran tentang wahyu, Al-Mahdi, Al-Masih dan kenabian. Beberapa bagian ini dianggap penting, sebab merupakan bagian pokok pemikiran Ahmadiyah yang perlu diketahui sehingga kita memiliki pemahaman utuh dalam memahami firkah ini.
A. Wahyu
Sesuatu yang menarik dari gagasan Ahmadiyah ialah tentang wahyu. Dalam ungkapan Ghulam Ahmad yang sudah diterjemahkan menyatakan, “Janganlah kamu mengira bahwa wahyu ilahi itu tidak mungkin ada lagi pada waktu yang akan datang dan wahyu hanya berlaku pada masa lalu (syariat berakhir pada al-Qur’an, tetapi wahyu tidak. Alasannya karena agama yang hidup ditandai oleh keberlangsungan wahyu, agama yang silsilah wahyunya tidak berkelanjutan adalah mati dan Tuhan tidak bersamanya) jangan mengira saat ini rohkudus tidak bisa turun dan tidak hanya berlaku pada masa dahulu.”
Secara epistemologi, konsep wahyu yang diyakini Ahmadiyah bersumber dari beberapa surah al-Qur’an yang dipahami sebagai ajaran utama, seperti QS al-Nahl: 68 (naluri kepada hewan), QS az-Zalzalah: 5 (hukum alam kepada bumi), QS al-Fushshilat: 12 (kepada langit), QS alAnfal: 12 (kepada malaikat) dan QS al-Maidah: 111 (kepada laki-laki dan perempuan).
Ghulam Ahmad menerima wahyu pertama pada tahun 1881 H, namun pada masa tersebut Ghulam Ahmad belum menyatakan pada khalayak umum, sebab kondisi sosial yang belum memungkinkan, seperti perpecahan umat Islam dan kepercayaan yang kuat. Kemudian, pada Desember 1888 H Ghulam Ahmad secara terang-terangan menyatakan dan mengumumkan bahwa dirinya telah mendapat wahyu Ilahi untuk menerima baiat dari para pengikutnya.
B. Al-Mahdi dan Al-Masih
Golongan Ahmadiyah berpikir rasionalis-liberal dalam memahami Imam Mahdi dan Nabi Isa. Meskipun epistemologi pemahamannya mengambil dari al-Qur’an dan Hadis, tetapi yang dihasilkan berbeda dengan mayoritas umat Islam. Dalam pandangan Ahmadiyah, bahwa Nabi Isa putra Maryam telah wafat sebagaimana manusia secara alamiah.
Kematian Nabi Isa AS dalam pemahaman Ahmadiyah tidak hanya dalam bentuk abstrak, tetapi dalam realitas sesungguhnya. Hal ini diungkapkan oleh Ghulam Ahmad bahwa Isa AS telah meninggal sebagaimana manusia pada umumnya dan dikubur di Srinagar, Kashmir. Adapun argumentasi yang digunakan ialah merujuk pada QS Al-Maidah 117, QS Al Imran 54 dan 143, serta QS ash-Shaff 6 dan 32. Sedangkan ayat yang menjelaskan tentang hidupnya Nabi Isa AS yang terdapat dalam QS an-Nisa’ dipahami oleh Ahmadiyah dengan pendekatan bahasa dan argumentasi Bible, sebagaimana tafsir Ahmadiyah: Ayat tersebut hanya menjelaskan tentang penyerupaan supaya orang Yahudi bingung dengan kematian Nabi Isa AS karena lafal salabu menunjukkan membunuh dengan cara memaku di tiang salib, tetapi Nabi Isa tidak mati di atas salib. Adapun lafad syubbiha menunjukkan makna bahwa Nabi Isa hanya ditampakkan terhadap orang Yahudi seperti meninggal di atas salib.
C. Kenabian
Masalah kenabian di tubuh Ahmadiyah adalah masalah kompleks. Selain masalah tersebut berbeda dengan mayoritas Muslim. Pada sisi yang sama, golongan Ahmadiyah Lahore dan Ahmadiyah Qadian juga mempunyai persepsi yang berbeda dengan pemahaman kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Secara garis besar kedua kelompok tidak berselisih pemahaman bahwa Nabi Muhammad adalah nabi tasyri’i atau nabi mustaqil yang terakhir. Persamaan pendapat di atas tidak lantas menyelesaikan pemahaman terhadap status kenabian Ghulam Ahmad. Menurut Ahmadiyah Lahore, Ghulam Ahmad dipandang sebagai pembaharu (muhaddits). Hal ini berangkat dari ungkapan Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai pembaharu. Adapun ungkapan sebagai nabi hanya bersifat majazi. Akan tetapi bagi kelompok Qadian, Ghulam Ahmad dianggap sebagai nabi Zhilli ghair tasyri’i, yaitu nabi yang diutus karena kepatuhan dari nabi sebelumnya dan tidak membawa syariat.
Dalam pandangan Ahmadiyah, terpilihnya Ghulam Ahmad sebagai nabi bayangan karena ia merupakan orang shaleh. Wallahu a’lam.
Alaek Mukhyiddin | Annajahsidogiri.id
Comments 0