Sejak awal kemunculannya, Muktazilah sudah menjadi tantangan besar bagi umat Islam. Bahkan, aliran yang mengedepankan akal ini mendapatkan porsi tanggapan lebih banyak dibanding sekte-sekte lain. Seperti yang telah kita ketahui bersama pahlawan pertama Ahlussunah Waljamaah, Imam al-Asyari muncul pada era Muktazilah mendominasi dunia pemikiran Islam.
Mengatakan bahwa Allah pasti berbuat baik, dan bahkan yang terbaik kepada hamba-Nya adalah salah satu ajarannya. Menurut mereka, tidak semestinya Allah, sebagai Zat yang Maha Pengasih lagi Pemberi Rahmat, berbuat buruk kepada hambanya. Oleh karena itu, Allah pasti semisal mengutus seorang Nabi, memberi nikmat dan segala hal yang sifatnya positif.
Sebaliknya, Allah tidak boleh membiarkan hamba-Nya dalam kesesatan atau segala yang bersifat negatif. Sebenarnya, pastikah Allah berbuat baik kepada hamba-Nya? Jawabannya tentu tidak. Terdapat setidaknya tiga alasan mengapa anggapan tersebut dapat dipastikan salah dan tidak dibenarkan;
Pertama, menyalahi firman Allah;
(Q.S Al-Qashash : 68) وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَيَخْتَارُ
( Q.S Al-Baqarah : 105) يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ
Jika Allah pasti berbuat baik, dan bahkan yang terbaik kepada makhluk, niscaya Allah tidak akan bebas mengerjakan atau menciptakan apa yang ia kehendaki, sebab terikat dengan keharusan memberikan perlakuan yang terbaik kepada hamba-Nya. Padahal, Allah maha bebas mengerjakan apa ia kehendaki seperti penjelasan ayat 68 surah al-Qashash di atas. (lihat: Syarhus Shawi ala Jauharatut Tauhid hlm. 248)
Baca juga : Pastikah Allah Mengutus Utusan?
Kedua, bila Allah pasti berbuat baik kepada mahluk, tentu tidak akan ada orang kafir yang fakir. Sebab di samping mereka dikenakan siksa dengan kefakirannya di dunia, ia akan disiksa kelak di akhirat sebab kekufurannya. Demikian itu jelas bertentangan dengan realitas kehidupan. Betapa banyak kita temukan orang kafir, yang jangankan fakir, tetapi ia juga tertimpa musibah seperti menderita penyakit atau semacamnya. (lihat: Hasyiat Abdissalam bin Ibrahim al-Maliki hlm. 239)
Ketiga, bila Allah pasti memperlakukan hamba-Nya dengan baik, maka tidak selayaknya Allah mengutamakan sebagian hamba dengan hamba yang lain. Hal itu jelas tidak sesuai dengan penjelasan al-Qur’an bahwa Allah mengutamakan sebagian makhluk atas makhluk lainnya, seperti QS. Az-Zukhruf []: 32:
ورفعنا بعضهم فوق بعض
Alhasil, dengan penjelasan singkat di atas dapat kita pahami bahwa sebetulnya Allah berhak melakukan apa saja yang ia kehendaki.
Abd. Jalil | Annajahsidogiri.id